Lihat ke Halaman Asli

Nur Fitriyani

Mahasiswa

Regenerasi Petani Indonesia Menurun: Mengapa Bisa Terjadi?

Diperbarui: 13 Desember 2024   00:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto tanaman padi (sumber: https://pixabay.com/id)

Kondisi geografis yang dimiliki Indonesia seperti iklim tropis serta suburnya tanah, mendukung Indonesia di sektor pertanian. Sektor pertanian tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan masyarakat tetapi juga melibatkan jumlah tenaga kerja terbanyak. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Februari 2024, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan selalu menjadi kategori yang melibatkan jumlah tenaga kerja terbanyak dari total tenaga kerja di Indonesia. Pada Februari 2023, sektor tersebut menyerap 29,36%, menurun menjadi 28,21% pada Agustus 2023 dan meningkat kembali menjadi 28,64% pada Februari 2024.

Penyerapan tenaga kerja yang besar di sektor pertanian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat, terutama di daerah pedesaan mengandalkan sektor ini sebagai pendapatan utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika sektor pertanian dapat terus berkembang dengan baik, manfaatnya bisa mengurangi pengangguran dan meningkatkan perekonomian masyarakat. Agar sektor pertanian terus berkembang dan berkelanjutan, tidak hanya perlu meningkatkan produktivitas saja tetapi juga dibutuhkan penerus baru dari generasi muda untuk bekerja di sektor ini. Generasi muda bukan hanya melanjutkan pekerjaan ini, tetapi diharapkan dapat memunculkan ide dan inovasi terbaru yang dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi sektor pertanian di masa depan.

Dalam mewujudkan hal tersebut terdapat tantangan yaitu kurangnya ketertarikan dari generasi muda untuk terlibat di sektor pertanian, sementara usia petani terus bertambah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Potensi Pertanian Indonesia Peta Baru Pertanian Berkelanjutan, mayoritas petani Indonesia pada tahun 2023 berusia 45-54 tahun. Selain itu, dalam sepuluh tahun terakhir jumlah petani yang berusia 25-44 tahun mengalami penurunan, sementara petani yang berusia 55-65 tahun ke atas mengalami peningkatan.

Penyebab kurangnya minat generasi muda untuk menjadi petani adalah pendapatan yang tidak stabil. Menurut Oktaviani, D. A., & Rozci, F. (2023),  kegagalan panen sering kali disebabkan oleh hama, penyakit dan perubahan iklim. Jika produk pertanian diserang hama, penyakit, atau jika terjadi perubahan iklim seperti musim kemarau berkepanjangan atau bencana banjir dapat merusak produk pertanian, sehingga hasil panen berkurang dan bahkan gagal panen. Hal ini membuat pendapatan petani menurun dan mengalami kerugian. Selain faktor tersebut, pendapatan petani dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar. Harga pasar yang sering kali menurun secara drastis membuat pendapatan dari hasil panen setiap periode panen berbeda-beda dan membuat petani sulit dalam mengelola keuangannya. Generasi muda cenderung mencari pekerjaan dengan penghasilan yang pasti dan stabil, sehingga profesi petani dianggap kurang cocok bagi generasi muda.

Penyebab lainnya adalah terdapat pandangan sosial yang kurang baik terhadap petani. Oktaviani, D. A., & Rozci, F. (2023) menyatakan bahwa profesi pertanian sering dianggap kurang bergengsi dibandingkan dengan pekerjaan lain, melelahkan dan memiliki risiko tinggi. Sebagian besar petani tinggal di pedesaan, sehingga banyak anggapan bahwa petani memiliki kehidupan yang kurang modern. Pandangan ini membuat generasi muda kurang berminat menjadi petani. Tumbuhnya sektor industri, perdagangan dan jasa juga semakin mendorong generasi muda menjadi lebih tertarik mencari peluang kerja ke sektor tersebut karena dianggap lebih modern dan memiliki pengembangan karier yang baik.

Dampak yang bisa timbul akibat berkurangnya regenerasi petani yaitu sektor pertanian akan didominasi oleh kelompok usia tua. Petani yang semakin bertambah usianya akan semakin melemah tenaganya sehingga dapat berpengaruh terhadap produktivitas pertanian dan berdampak pada penurunan hasil produksi. Generasi muda bisa cepat beradaptasi dengan teknologi baru, sehingga kurangnya partisipasi generasi muda dapat menghambat adopsi teknologi pertanian modern. Dari sisi pemenuhan kebutuhan pangan, penurunan jumlah petani mengakibatkan ketidakmampuan dalam memenuhi permintaan dalam negeri. Akibatnya, Indonesia harus mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan tersebut. BPS (2024) menyatakan bahwa ketergantungan impor menyebabkan Indonesia rentan mengalami fluktuasi harga di pasar global, terutama jika negara pengekspor mengalami gangguan rantai pasokan. Oleh karena itu, diperlukan cara yang strategis untuk menarik generasi muda ke sektor pertanian agar ketahanan pangan tetap terjaga, dapat berkembang dan berkelanjutan.

Nur Fitriyani - Program Studi Akuntansi, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Referensi

Badan Pusat Statistik Indonesia. (2024). Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Februari 2024. Bps.go.id; Badan Pusat Statistik Indonesia. https://www.bps.go.id/id/publication/2024/06/14/574e2f9c7d3397fbd1754234/indikator-pasar-tenaga-kerja-indonesia-februari-2024.html

Badan Pusat Statistik Indonesia. (2024). Potensi Pertanian Indonesia Peta Baru Pertanian Berkelanjutan. Bps.go.id; Badan Pusat Statistik Indonesia. https://www.bps.go.id/id/publication/2024/09/30/cc33243f31c608b32f9cc2f3/potensi-pertanian-indonesia-peta-baru-pertanian-berkelanjutan.html

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline