Hari sudah menjelang terik, ketika ratusan anak kecil perwakilan sekolah TK se kota Makassar diperintahkan berkumpul di sebuah panggung lapangan upacara milik pemerintah propinsi Sulawesi Selatan.
Hari itu tanggal 1 september 2018, masih dalam semangat memeriahkan ulang tahun Negara kita, Indonesia yang ke 73. Mereka pun kemudian duduk bersila di atas lantai, tanpa beralaskan apapun, dan di hadapan mereka masing-masing telah tersedia meja pendek sebatas dada mereka.
Salah satu dari anak-anak tersebut, adalah anak saya yang bernama Daffa Alfarabi. Akrab dipanggil Daffa. Umurnya lima tahun tiga bulan. Ia merupakan salah seorang utusan sekolah untuk mengikuti lomba tangram.
Sebuah permainan yang seingat saya baru muncul dengan istilah tersebut, tangram, yang dahulu mungkin sangat identik dengan permainan menyusun balok.
Daffa duduk dengan tenang di barisan keempat dari belakang. Sebelum bertanding, biasanya saya hanya memberikan wejangan untuk menjaga fokus, percaya pada diri sendiri, mulai dengan doa, dan kata-kata paling ampuh; "Do your best sayang".
Frasa terakhir ini biasanya saya ucapkan sembari mengusap kepala mungilnya dan mencium keningnya. Ia selalu mengangguk pertanda ia memahami apa yang sebenarnya harus dilakukan ketika berlomba.
Saya dan suami memang tipikal pasangan yang tidak terlalu banyak mendikte anak-anak melakukan sesuatu. Memberikan pengarahan dan pertimbangan tentu saja sering kami lakukan, tapi ketika dalam sebuah kompetisi, seseringnya kami hanya melakukan briefing sejenak dalam keadaan santai atau semalam sebelum pertandingan agar anak-anak percaya pada kemampuan mereka sendiri.
Bentuk-bentuk tangram telah dibagikan oleh panitia, satu paket dengan perekatnya dalam wadah mangkuk es krim kecil dilengkapi sendok kayu yang digunakan untuk merekatkan bentuk-bentuk tersebut menjadi sebuah arti. Dari kejauhan saya hanya melihat Daffa yang sesekali mendongakkan wajahnya, mungkin saja mencari-cari saya untuk mendapatkan dukungan.
Demikian pula anak-anak yang lain, mereka kadang menengok kanan dan kiri, seolah menginginkan sang ibunda atau ayah yang datang mendampingi mereka untuk mendekat. Daffa yang menoleh ke arahku, hanya kuperingatkan dengan isyarat kedipan mata kanan atau kiriku, berharap ia dapat menikmati lomba tersebut dengan rileks, tanpa beban apapun.
Sebelum dimulai panitia telah memberikan pengarahan kepada anak-anak, guru-guru pendamping dan orang tua murid yang memenuhi hampir semua bahu kiri kanan, depan belakang panggung upacara tersebut. Kepada anak-anak, panitia berpesan untuk tenang dan fokus pada tangram yang akan dibuat.
Pun kepada guru-guru dan orang tua pendamping, mereka diharapkan untuk menjaga ketenangan, tidak bising, bahkan diminta untuk sedikit menjauh dari pembatas tali sekeliling panggung yang telah dipasang oleh panitia, kecuali beberapa orang guru yang membantu panitia menjadi pengawas lomba.