Lihat ke Halaman Asli

Mahasiswa, Budaya dan Pendidikan

Diperbarui: 8 Desember 2024   08:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : dokumen pribadi

Perubahan zaman yang sangat cepat terutama dibidang teknologi menuntut setiap inidividu memiliki penguasaan terhadap teknologi mampu dan siap bersaing dalam dunia global. Keadaan ini membuat banyak manusia ketagihan dan tidak bisa terlepas dari informasi teknologi terutama dengan gadget. Semua informasi dapat diakses dengan mudah. Namun diera digitalisasi ini, nilai moral dari budaya local semakin ditinggalkan.

Akhir-akhir ini, dikalangan mahasiswa tingkat atas banyak dijumpai mahasiswa yang asik bermain handphone sambil bernyanyi di area kampus, menyalakan music dengan volume tinggi, tanpa memperdulikan lingkungan belajar disekitanya. Sampai-sampai dosen yang lewat tidak ditegur ataupun sekedar mengucapkan salam dan memberi senyuman tipis, bahkan ada yang pura-pura tidak melihat. Banyak dosen yang merasa kurang nyaman dengan sikap mahasiswa, terlebih melihat bagaimana cara mahasiswa menghubungi dosen karena bahasa yang digunakan cenderung tidak sopan dan terkesan memerintah, "Bapak/Ibu sedang dimana? Soalnya saya mau bimbingan". Terkadang mahasiswa juga menghubungi disaat jam istrahat, antara pukul 18.00 hingga tengah malam.  Tata karma dan norma yang terkandung dari budaya lokal dinilai mulai bergeser bahkan cenderung ditinggalkan.

Namun faktanya, kondisi ini berbanding terbalik dengan mahasiswa semester awal, cenderung lebih menghormati dosen dan tenaga kependidikan lainnya. Setiap melihat dosen yang lewat, mereka memberi senyum, mengucapkan salam bahkan sampai menundukkan badan sebagai tanda menghargai dan mempersilahkan untuk lewat.

Mengapa demikian? Diduga mahasiswa semester awal masih terbiasa dengan lingkungan belajar yang masih membutuhkan bimbingan penuh dari pendidik, sehingga terbiasa untuk selalu menghormati guru baik dalam kelas maupun diluar lingkungan belajar mengajar. Sedangkan mahasiswa tingkat atas sudah terbiasa dengan lingkungan belajar yang mandiri sehingga hilang nilai-nilai kesopanan dan tata karma.

Oleh sebab itu, pembelajaran yang menanamkan nilai budaya di pendidikan tinggi masih diperlukan untuk menjaga dan mempertahankan nilai karakter bangsa.  Menejemen budaya di pendidikan tinggi  perlu untuk diarahkan pada iklim belajar yang dapat membentuk karakter anak didik.  Karena budaya sekolah yang menganut nilai-nilai kepercayaan dan norma kearifan local dapat meningkatkan kesadaran akan nilai budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline