Lihat ke Halaman Asli

Katakan Tidak Pada LKS!

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Ma, ada PR. Aku disuruh bu guru mengerjakan LKS". Begitulah laporan anak saya mengenai tugas yang harus dikerjakan. Mendengar hal itu saya hanya bisa geleng-geleng kepala.

Lembar Kerja Siswa atau LKS merupakan kumpulan soal-soal yang harus dijawab oleh siswa. Tujuan pengerjaan LKS adalah menambah pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan di kelas. Jenis soal pada LKS merupakan jenis pertanyaan tertutup yaitu hanya ada satu jawaban benar dan jawaban lain dinyatakan salah. Selain itu, soal-soal yang terdapat pada LKS tidak memberikan ruang bagi siswa untuk menciptakan suatu karya.

Sayangnya sebagian besar guru masih menjadikan LKS sebagai dewa penolong. Hal ini disebabkan karena banyaknya anggapan bahwa semakin banyak anak berlatih, maka anak akan semakin pintar. Tingkat kepintaran anak diukur oleh kemahirannya dalam mengerjakan soal. Oleh karena itu anak harus diberikan LKS agar mahir mengerjakan soal-soal. Bahkan orang tua pun ikutan latah terhadap LKS. Jika tidak ada tugas LKS, orang tua akan menghadap guru agar anaknya diberikan tugas LKS.

Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Memang semakin banyak anak berlatih, anak semakin mahir. Tetapi, latihan seperti apa yang diberikan kepada anak? Apakah dengan mengerjakan LKS, seorang anak akan bisa bernyanyi dengan baik? Apakah dengan mengerjakan LKS, seorang anak bisa membuat lampu lalu lintas? Apakah dengan mengerjakan LKS, seorang anak bisa membuat puisi?

Nyanyian yang merdu, lampu lalu lintas, rangkaian puisi yang indah merupakan contoh beberapa karya. Dan karya ini tidak bisa tercipta hanya dengan mengerjakan LKS. Siswa harus dilatih agar bisa menghasilkan karya yang baik. Pada pelajaran kesenian siswa diberi tugas menyanyikan lagu. Pada pelajaran fisika, siswa diberi tugas untuk membuat rangkaian lampu lalu-lintas. Pada pelajaran bahasa indonesia, siswa diberi tugas membuat puisi. Begitu pula pada pelajaran lain, tugas yang diberikan harus berupa karya.

Karya yang dibuat harus ditampilkan di depan kelas. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengeluarkan ide-ide yang ada di kepalanya dan juga meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi. Siswa lain harus memberikan masukan terhadap karya temannya agar karya tersebut semakin baik lagi.

Mungkin banyak yang bertanya, kenapa harus meninggalkan LKS dan beralih kepada tugas untuk menciptakan suatu karya? Hal ini berhubungan erat pada tingkat kecerdasan. Menurut para ahli , kecerdasan dibagi menjadi 6 tingkat yaitu : Mengingat/Menghapal, Memahami, Menerapkan, Menganalisis, Mengevaluasi dan Mencipta.

Berdasarkan tingkat kecerdasan tersebut, menciptakan sesuatu merupakan tingkat kecerdasan tertinggi, sedangkan mengingat sesuatu merupakan kecerdasan terendah. LKS hanya melatih kecerdasan sampai pada proses memahami sesuatu.  Saya yakin, baik orang tua ataupun guru menginginkan agar anak-anak mereka mencapai tingkat kecerdasan tertinggi. Jadi, Apakah masih mau memberikan tugas LKS?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline