Budaya adalah cerminan dari perjalanan panjang suatu masyarakat. Budaya adalah kumpulan nilai, tradisi, kepercayaan, seni, dan bahasa yang membentuk identitas serta cara hidup sebuah kelompok. Budaya bukan hanya sekadar warisan, tetapi juga kekuatan yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), budaya adalah pikiran; akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju), serta sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah.
Begitupun budaya Rimpu merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Bima, sebuah suku yang memiliki sejarah panjang dan kekayaan budaya yang khas di Indonesia. Sebagai simbol penutupan aurat bagi kaum perempuan, Rimpu tidak hanya memiliki fungsi praktis, tetapi juga memuat makna filosofis yang dalam, seperti tercermin dalam motto Maja Labo Dahu (malu dan takut). Filosofi ini mengajarkan agar setiap individu, terutama perempuan, menjaga harga diri dan kehormatan melalui cara berpakaian yang sopan dan penuh rasa hormat terhadap agama dan norma sosial. Rimpu yang terdiri dari kain tenun tradisional Bima (dikenal dengan nama Tembe Nggoli) yang melingkar dan menutup kepala, mencerminkan kedalaman nilai-nilai kultural masyarakat Bima yang diwariskan dari generasi ke generasi sejak masa penjajahan hingga kini.
Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, budaya Rimpu mengalami perubahan yang signifikan, terutama dalam hal pemakaiannya. Pengaruh globalisasi dan modernisasi dalam dunia modern telah membawa perubahan besar dalam preferensi berpakaian masyarakat, khususnya generasi muda di Bima. Perempuan yang dahulu bangga mengenakan Rimpu kini lebih memilih hijab dengan desain yang lebih modern, praktis, dan sesuai dengan trend fashion masa kini. Selain itu, munculnya berbagai pilihan busana penutup kepala dengan motif dan model yang beragam membuat Rimpu seolah terpinggirkan, meskipun secara esensial, Rimpu memiliki keunikan dan makna yang tidak mudah digantikan oleh busana modern.
Faktor Penyebab Kemunduran Budaya Rimpu
Ada beberapa faktor yang menyebabkan budaya Rimpu semakin kurang diminati oleh masyarakat, terutama kaum perempuan. Pertama, perkembangan dunia fashion yang sangat cepat dan terus berubah telah mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap busana tradisional. Dalam era yang serba cepat ini, perempuan di Bima, seperti di banyak tempat lainnya, cenderung lebih memilih busana yang praktis, nyaman, dan efisien, serta memiliki desain yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman. Pilihan hijab dan penutup kepala yang lebih variatif, dengan motif dan bahan yang lebih beragam, menjadi pilihan utama bagi banyak perempuan, sementara Rimpu dianggap lebih terbatas dalam hal desain dan tidak memenuhi kebutuhan estetika serta kenyamanan yang diinginkan banyak orang saat ini. Kedua, seiring berjalannya waktu, pemaknaan terhadap busana juga telah berkembang. Pakaian kini tidak hanya berfungsi sebagai penutup tubuh dan pelindung dari cuaca atau lingkungan, tetapi juga sebagai alat ekspresi diri, simbol status sosial, dan bagian dari komunikasi non-verbal. Dalam konteks ini, busana tidak lagi semata-mata untuk memenuhi kebutuhan praktis, tetapi juga sebagai cara untuk menunjukkan identitas dan kepribadian. Semua masyarakat yang semakin mengedepankan penampilan, Rimpu dipandang tidak cukup mampu memenuhi tuntutan tersebut, terutama jika dibandingkan dengan berbagai busana modern yang dapat memberikan kebebasan berekspresi. Ketiga, terdapat anggapan bahwa Rimpu adalah pakaian yang kuno dan ketinggalan zaman. Banyak orang, terutama kaum muda, memandang Rimpu sebagai simbol masa lalu yang tidak relevan lagi dengan gaya hidup dan kebutuhan saat ini. Di satu sisi, pandangan ini tidak sepenuhnya salah, karena dalam dunia mode yang terus berkembang, desain dan bentuk busana yang lebih modern dan modis tentu lebih menarik bagi generasi muda yang ingin tampil sesuai dengan tren. Namun, pandangan tersebut juga menunjukkan minimnya pemahaman tentang nilai budaya yang terkandung dalam Rimpu, serta pentingnya pelestarian tradisi sebagai bagian dari identitas dan kekayaan budaya bangsa.
Tantangan Globalisasi dan Modernisasi
Salah satu tantangan terbesar dalam melestarikan budaya Rimpu adalah dampak globalisasi dan modernisasi. Dalam dunia yang semakin terhubung, arus informasi dan budaya dari luar sangat cepat masuk dan mempengaruhi pola pikir serta gaya hidup masyarakat, khususnya kaum muda. Budaya luar yang seringkali lebih modern dan serba praktis sering kali dipandang lebih menarik dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Bima untuk lebih bijak dalam menghadapi pengaruh tersebut, dengan tetap menjaga dan melestarikan tradisi mereka tanpa menutup diri terhadap perkembangan global.
Pelestarian budaya Rimpu harus dilakukan dengan pendekatan yang fleksibel, yang menggabungkan antara pelestarian tradisi dan penerimaan terhadap perubahan zaman. Budaya Rimpu tidak harus ditinggalkan atau dipaksakan untuk tetap sama, tetapi dapat diperbarui dengan cara yang bijaksana, menggabungkan desain tradisional dengan inovasi-inovasi baru yang lebih sesuai dengan selera dan kebutuhan masyarakat modern.
Upaya Pelestarian Budaya Rimpu
Melihat kondisi ini, pelestarian budaya Rimpu menjadi hal yang sangat penting. Meskipun perkembangan dunia modern tidak bisa dihentikan begitu saja, bukan berarti kita harus mengabaikan atau meninggalkan budaya tradisional yang sudah ada. Sebaliknya, penting untuk menemukan cara agar budaya Rimpu tetap relevan dan dapat diterima oleh masyarakat modern, terutama oleh generasi muda.
Pemerintah, sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam kebijakan budaya, seharusnya mengambil langkah konkret untuk menghidupkan kembali budaya Rimpu. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan mengadakan festival Rimpu secara rutin, baik tahunan maupun bulanan. Festival semacam ini bisa menjadi wadah untuk mengenalkan kembali Rimpu kepada masyarakat, sekaligus memberi ruang bagi kreativitas dan inovasi dalam mendesain Rimpu agar lebih menarik dan sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu, festival Rimpu juga dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam budaya tersebut, seperti Maja Labo Dahu, yang mengajarkan rasa malu dan takut untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma.