Lihat ke Halaman Asli

Sofa Nurdiyanti

Full time mom and dad of Kochi

Bu Kinur…. Jangan pergi

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saat magang, aku mendapatkan jatah mengajar kelas lima. Awal mengajar terasa canggung, tapi kemudian aku dengan cepat bisa beradaptasi dengan murid-muridku. Pelajaran yang kuberikan adalah Bahasa Indonesia. Hari mengajar Bahasa Indonesia adalah jam terakhir di hari Senin. Namun, suatu saat kepala sekolah memintaku merubah jadwal mengajar menjadi Senin pagi karena akan di observasi oleh kepala sekolah dan semua guru.

Tibalah hari Senin setelah observasi dilaksanakan, entah di minggu ke berapa. Pagi itu hujan turun dengan lebatnya sehingga aku dan Dewi memutuskan untuk menunda keberangkatan kami. Jam sudah menunjukkan setengah delapan lewat. Aku dan Dewi sudah terlambat ke sekolah, tapi hujan belum juga berhenti. Akhirnya kami nekat berangkat ke sekolah jam delapan kurang seperempat di tengah hujan deras. Sesampainya di sekolah, aku memutuskan untuk langsung masuk ke kelas lima dan mengajar bahasa Indonesia.

Begitu sampai di depan kelas lima, anak-anak sudah berteriak, “Bu Kinur datang…. Bu Kinur datang….”

Anak-anak ternyata masih berada di luar kelas. Mereka sedang bermain air hujan hingga membuat baju mereka basah kuyup. Langsung saja, aku menyuruh mereka masuk dan memulai pelajaran. Setelah absen dan berdoa, sampailah aku pada tahap apersepi dengan permainan.

Belum selesai permainan berlangsung tiba-tiba ada seorang guru berdiri di pintu kelas sambil berkata, “Bu, pagi ini jatah pelajaran Matematika dulu. Bahasa Indonesia jam terakhir.”

“Haa…. Iya… ya pak? Duh, saya mohon maaf pak. Kalau begitu saya permisi dulu,” jawabku sambil menahan malu, “anak-anak…. Pelajarannya dilanjut nanti siang saja ya? Sekarang jatahnya Pak Anjar dulu buat Matematika.”

“Haaa…. Enggak mau bu. Pelajarannya ibu saja,” ucap salah seorang murid yang disahut oleh murid lainnya, “iya bu. Pelajarannya ibu dulu aja.”

“Nanti siang aja ya,” ujarku sambil berkemas, membereskan tas dan buku-buku di atas meja.

“Ya udah bu, pelajarannya ibu dulu saja. _ay amah, jam terakhir saja,” tegas Pak Anjar

“Iya bu, ibu sekarang saja. Pak Anjar belakangan aja,” teriak mereka kompak.

“Murid Hebat, Murid Juara, sekarang nurut sama Pak Anjar ya, ibu tinggal dulu. Assalamu’alaykum….”

“Ibu Kinur jangan pergi…. Ibu Kinur jangan pergi bu,” teriak mereka bersamaan. Aih…. Malunya aku di depan Pak Anjar, tapi teriakan mereka yang menahan kepergianku ternyata juga membuatku senang. Setidaknya hal ini membuktikan, aku sudah diterima oleh murid-muridku di kelas lima. Hamasah!!

15 Mei 2011

5:34 AM

Note: Ibu sayang dan kangen suara kalian, anak-anakku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline