Lihat ke Halaman Asli

Nurdin Jeneponto

Pengawas Madrasah Kementerian Agama Kabupaten Jeneponto

perjuangan Amiruddin " mengubah tradisi,merajut harmoni di bonto bonto

Diperbarui: 24 Januari 2025   18:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Amiruddin, S.Ag., M.Pd.I, lahir di sebuah desa kecil bernama Pitape, Kecamatan Turatea, Kabupaten Jeneponto. Dari usia muda, ia dikenal sebagai anak yang cerdas dan penuh semangat belajar, terutama dalam mendalami ilmu agama. Setelah menempuh pendidikan tinggi dan mengabdikan diri sebagai pengawas madrasah di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jeneponto, Amiruddin merasa terpanggil untuk melakukan lebih banyak demi masyarakat.

Mendirikan Pesantren di Tengah Tantangan

Melihat kondisi masyarakat di Bonto-Bonto, Kecamatan Binamu, yang minim pemahaman agama, Amiruddin memutuskan untuk membangun sebuah pesantren. Daerah tersebut terkenal dengan kebiasaan masyarakatnya yang sehari-hari meminum ballo (tuak), sebuah tradisi yang sulit diubah karena sudah mengakar kuat. Pesantren yang ia dirikan dimulai dari bangunan sederhana, namun penuh dengan semangat perjuangan. Dengan segala keterbatasan, pesantren itu mulai beroperasi, dan tak lama kemudian berhasil menarik sepuluh santri untuk belajar menghafal Al-Qur'an.

Insiden Penyerangan

Namun, tidak semua masyarakat menyambut baik kehadiran pesantren. Sebagian merasa terganggu dengan perubahan yang ditawarkan oleh Amiruddin. Suatu malam, sekelompok pemuda menyerang pesantren dengan melempari batu ke arah bangunan. Para santri ketakutan, dan suasana menjadi tegang. Insiden ini menjadi ujian besar bagi Amiruddin sebagai pimpinan pesantren.

Pendekatan Persuasif

Alih-alih membalas dengan kemarahan, Amiruddin memilih pendekatan persuasif. Ia mendatangi masyarakat setempat, termasuk para pemuda yang melakukan penyerangan. Dengan hati yang penuh kesabaran, ia berbicara kepada mereka, mencoba memahami kegelisahan dan kekhawatiran mereka. Amiruddin mengajak masyarakat untuk berdiskusi, bukan untuk berkonflik. Ia menjelaskan tujuan pesantren, bukan untuk merusak tradisi, melainkan untuk membawa keberkahan dan mempererat persaudaraan.

Amiruddin juga mengajak masyarakat untuk memakmurkan masjid. Ia menginisiasi program gotong-royong memperbaiki masjid yang sudah lama tidak terurus. Melalui berbagai kegiatan keagamaan seperti pengajian dan shalat berjamaah, ia mulai meraih hati masyarakat setempat.

Transformasi Masyarakat Bonto-Bonto

Usaha Amiruddin tidak sia-sia. Perlahan, masyarakat Bonto-Bonto mulai membuka hati. Kebiasaan meminum ballo berangsur-angsur ditinggalkan. Alih-alih memproduksi ballo, masyarakat diajak untuk memanfaatkan hasil nira dari pohon aren menjadi gula merah. Langkah ini tidak hanya memberikan alternatif penghidupan yang lebih baik, tetapi juga membantu mengubah pandangan masyarakat tentang pentingnya hidup sesuai ajaran agama.

Pesantren yang dulunya diragukan kini menjadi pusat kegiatan keagamaan di Bonto-Bonto. Santri yang awalnya hanya sepuluh orang bertambah jumlahnya, dan pesantren itu menjadi simbol perubahan di tengah masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline