Lihat ke Halaman Asli

NASIB PETANI KITA

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin judul di atas terkesan sederhana, malah agak sedikit kampungan. Gini hari, di era teknologi jadi raja dan teman akrab kehidupan manusia kok masih ngomongin petani. Berlumpur ke sawah, gak jaman lagi kata anak muda masa kini. "SAya saja bersekolah tinggi-tinggi sampai ke luar negeri yah supaya gak disuruh si mbok bantu-bantu di sawah," kata seorang mahasiswi yang baru saja di wisuda.

Bicara tentang petani kok seperti masuk dalam kehidupan negara dunia ketiga, yang tertinggal, bodoh, dan miskin. Tidak banyak yang tahu bahwa sehebat apapun peran teknologi tidak akan pernah bisa membuat pabrik padi. Padi hanya bisa dihasilkan di sawah, atau di media lain yang memungkinnya untuk tumbuh. Tetapi intinya tetap, padi harus dibudidayakan dan tidak bisa dibuat dengan teknologi canggih buatan Indonesia masa depan. Itulah kenapa diskusi tentang petani ini menarik untuk saya postingkan.

Tak sengaja pada beberapa minggu lalu saya bertemu sahabat lama. Dia adalah seorang guru Sosiologi yang telah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai guru PNS. Sayang memang menyaksikan seorang dengan kompetensi lengkap untuk menjadi guru harus keluar dari profesi ini dan sekaligus keluar dari keluarga besar Aparatur Sipil Negara. Dia keluar karena merasa ada benturan ideologi antara kerja formal (PNS) dengan kerja di lembaga sosial yang memang sudah dilakoninya sejak dari bangku kuliah di Universitas Syiah Kuala. SEbagai kawan diskusi yang sudah lama tak bersua kami pun melakukan obrolan santai di rumahnya yang terletak di Kota Langsa, Gang Mawar Lorong D.

Beginilah kira-kira petikan pembicaraan ringan kami yang berlangsung sore hingga menjelang shalat Isya.

Teman (T) : Dimana sekarang posisi, Be (dia memanggil saya Babe)

S : Pulang S.2 diangkat jadi pengawas lagi, tapi gak di SMA atau SMP, melainkan di SMK.

T: Makin mantap lah itu.

S : Mantap sih mantap, tapi jaraknya jauh-jauh kali antara satu SMK dengan SMK lain.

T : Berapa orang pengawas SMK di Aceh Timur

S : Cuma saya, sendirian.

T : Gimana kegiatan di SMK, maksud aku di SMK pertaniannya!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline