Lihat ke Halaman Asli

Apakah Jember Fashion Carnaval berkonsep Budaya Lokal?

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JFC Budaya Lokalkah?

Gencarnya serangan arus globalisasi menyebabkan terjadinya perkembangan budaya indonesia yang dahsyat.Pasang surutnya sangat signifikan. Pada dasarnya, indonesia sangat banyak memilki peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, selayaknya kita merasa bangga dengan budaya sendiri, tetapi sekarang-sekarang ini budaya indonesia mengalami penurun secara drastic, sosialisasi penduduk kini telah mengalami perubahan dan cenderung melupakan apa itu budaya Indonesia. Arus globalisasi juga menggerus rasa cinta terhadap budaya bangsa Indonesia itu sendiri. Tentu saja hal ini akan berdampak tidak baik bagi masyarakat asli Indonesia. Sesaknya kehidupan asing yang masuk ke Indonesia, turut mengambil bagian atas perubahan pemikiran tentang budaya,masyarakat kini telah berkembang menjadi masyarakat modern.. Meski dalam dekade terakhir ini indonesia semakin gencar membudidayakan sebagian budaya indonesia, buktinya, masyarakat luar lebih mengenal budaya indonesia dibandingkan masyarakat indonesia.Tentu masih banyak hal yang berkecamuk di benak kita semua tentang konsep budaya Indonesia dalam makna yang dapat di pertanggung jawabkan.Karena masih banyak budaya yang di kembangkan justru itu merupakan budaya asing dan ironisnya kita latah turut memmbangga-banggakan.Tetapi memang juga masih ada baik individu maupun kelompok yang mempertahankan budaya Indonesia diantara ceruknya gempuran budaya asing. Semisal batik hasil dari budaya indonesia, batik tersebut belakangan ini termasuk bahan-bahan yang diminati oleh masyarakat luar. Muncul trend ini dikarenakan batik telah diresmikan bahwa batik tersebut telah ditetapkan oleh UNESCO pada hari jumat tanggal 02 oktober 2009 sebagai warisan budaya indonesia, dan hari itulah ditetapkannya sebagai hari batik nasional. Perlu kita ingat bahwa budaya melekat seperti substansi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Proses kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bisa di pisahkan begitu dari cairan budaya yang sudah ada dan berkembang. Sebab apa yang ada pada diri kita saat ini merupakan sub ordinat dari perkembangan budaya.Apa jadinya jika bangsa Indonesia sudah kehilangan ruh budaya asli. Bahkan lebih ironis kalau sampai tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia yang sudah menjadi warisan leluhur. Hilangnya nilai-nilai luhur budaya akan menjadi ancaman tersendiri bagi keberlangsungan proses kehidupan bangsa Indonesia. Sebab budaya asing akan menyerang sendi-sendi dan sel-sel darah bangsa Indonesia seperti virus leokimia yang mematikan.Kita tidak boleh terkecoh dengan gelamornya budaya asing dan kita selayaknya tidak serta merta melupakan sejarah bangsanya sendiri. Budaya adalah benteng kokoh untuk menangkal serangan globalisasi.Sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang mmicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka. Didalam budaya seni, indonesia mempunyai kemajuan. khususnya Tarian tradisional telah mengalami kemajuan yang cukup baik dan telah meranjak ke internasional. Akan tetapi ada beberapa bagian dari budaya indonesia yang di klaim oleh negara lain. Berikut, data dari budaya yang di klaim oleh negara lain. Contohnya,batik dari jawa di klaim adidas, Naskah kuno dari riau di akui Malaysia,naskah kuno dari Sumatra oleh Malaysia,sambal bajak oleh oknum belanda dll. Beberapa tahun terakhir ini di jember gencar di lakukan agenda tahunan bernama JFC,pagelaran ini mendapat respon baik dari berbagai pihak. Pemerintah Daerahpun menggelontor dana hibah untuk sebesar Rp 250jt dari kantong APBD. Pagelaran JFC harus diakui telah mampu menyedot wisata lokal dan asing. Satu sisi kita harus bangga karena JFC telah membawa nama Jember melaju ke dunia internasional. Pro-kontrapun terjadi dan hal itu merupakan kewajaran sebagai pengewantahan sikap dinamis.Selama bersifat konstruktif dan solutif. Perbedaan itu indah selama tidak dalam kerangka berfikir untuk merusak, penilaian wajib bersifat objektif dan membangun. Hal yang menjadi pertanyaan besar adalah Apakah JFC merupakan buah dari konsep budaya local atau mengadopsi budaya asing? Apakah sudah bisa merangkul kepentingan rakyat Jember secara utuh atau bernuansa konsep kapitalis? Apakah sudah di pikirkan secara matang dampak-dampaknya jauh ke depan? Masih banyak pertanyaan yangtidak dapat semua di tuliskan di sini. Setidaknya apapun yang kita lakukan harus berdasarkan pada kerangka berfikir yang konstruktif dan tidak melepas budaya local dalam artian yang sebenar-benarnya. Jujur saja secara pribadi saya belum merasa sepakat dengan di gelarnya JFC sebagai agenda tahunan Kab. Jember. Alasan sederhana yang ada dalam benak saya adalah pagelaran ini tidak sepenuhnya dapat di nikmati oleh rakyak Jember,hal ini di kuatkan pernyataan DPRD jember yang berencana menarik dana hibah untuk JFC,karena dianggap tidak berdampak langsung pada rakyat jember.Justru pihak menejemen lebih mengutamakan wisata dari luar.Salah satu anggota DPRD Jember juga menuding menejemen JFC sudah mulai mengarah pada konsep kapitalis. Berikutnya taman kota rusak dan harus dilakukan perbaiakan ulang dan jelas hal tersebut akan menggunakan anggaran APBD. Di akhir tulisan ini ICC tetap akan bersikap bijak ,bahwa JFC merupakan bentuk kreativitas sebagian masyarakat jember dan harus diakui pula JFC telah membawa nama baik Jember ke dunia luar.Namun demikian menejemen JFC harus melakukan kajian ulang mulai dari konsep dasar yang lebih visioner dan mempertimbangkan dampak-dampaknya ke depan. ICC juga mengucapkan selamat bagi menejemen JFC dan seluruh crew yang terlibat. Mengangkat thema budaya local akan lebih bermartabat. Sekali ICC menyikapi bukan dalam makna ingin merusak justru sebalik berharap agar pihakk menejemen JFC lebih kreatif lagi jika mungkin secara integral berkonsep kebudayaan asli local.Sehingga pada gilirannya nanti mampu memerikan sumbangsih bagi perkembangan budaya dan kesenian insonesia. “Jember for Indonesia go internasional” mungkin ini menjadi harapan kita bersama.

Nurdiansyah Rachman

Pegiat Sosial :Indonesian Crisis Center (ICC)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline