Pendahuluan
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis. Pengertian berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknolgi, dan budaya dengan menggunakan bahasa tersebut. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Kemampuan berbahasa mencakup empat keterampilan pokok, yakni keterampilan menyimak. berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling berhubungan (Farris, 1993). Keempat skill inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, mata pelajaran bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan – keterampilan tersebut agar mampu berkomunikasi atau berwacana dalam bahasa Inggris. Linse ( 2005 ) mengatakan bahwa kemampuan Bahasa Inggris khususnya speaking skill sangat penting agar dapat berkomunikasi dengan orang lain secara global, di Indonesia Bahasa Inggris sangat jarang digunakan dalam dalam kehidupan sehari – hari. Dengan kata lain speaking skill hanya digunakan di dalam kelas sehingga banyak peserta didik merasa sulit berkembang.
Penelitian ini lebih menekankan pada aspek keterampilan berbicara. Keterampilan tersebut perlu dilatih agar peserta didik dapat berkomunikasi dengan baik dalam menggunakan bahasa Inggris. Menurut Atmazaki (2013:15) pada dasarnya tujuan pembelajaran bahasa adalah membimbing perkembangan bahasa siswa secara berkelanjutan melalui proses mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Pada akhirnya, tujuan pembelajaran adalah untuk membimbing peserta didik agar mampu menggunakan bahasa untuk belajar, mengekspresikan ide dengan lancar dan jelas, dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (belajar menggunakan bahasa, belajar tentang bahasa, dan belajar melalui bahasa). Kemampuan memahami/menghasilkan teks bahasa Inggris sangat penting dimiliki oleh mereka yang sedang mempelajari bahasa Inggris terutama bagi peserta didik yang berada pada jenjang pendidikan menengah.
Proses belajar mengajar yang efektif akan memberikan hasil yang baik pada peserta didik. Dengan kata lain, penggunaan metode mengajar yang tepat akan membantu peserta didik meningkatkan kemampuan speaking skill. Project based Learning (JPBL) merupakan salah satu metode yang dapat membantu peserta didik meningkatkan kemampuan speaking skill mereka dalam konteks natural dimana peserta didik belajar melalui tugas yang ditentukan sendiri dengan bantuan pengajar sehingga peserta didik menjadi aktif dalam pembelajaran. Menurut Patton (2012) dalam metode PJBL, peserta didik melakukan design sendiri pekerjaan dan rencana yang akan dilakukan, PBL merupakan metode yang dapat mempermudah pengajar mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran berbasis proyek memiliki beberapa prinsip Menurut Thomas dalam Rahma, (2017) prinsip- prinsip tesebut diantaranya:
- Prinsip sentralistis (centrality) yang menegaskan bahwa kerja proyek termasuk esensi dari kurikulum dimana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek.
- Prinsip pertanyaan pendorong/penuntun (driving question) yaitu kerja proyek berfokus pada “pertanyaan/permasalahan” yang dapat mendorong siswa untuk memperoleh konsep atau prinsip utama dari suatu bidang tertentu.
- Prinsip investigasi konstruktif (constructive investigation) merupakan proses yang mengarah pada pencapaian tujuan, 11 yang mengandung kegiatan inkuiri, membangun konsep dan resolusi.
- Prinsip otonomi (autonomy) diartikan sebagai kemandirian siswa dalam melaksanakan proses pemelajaran, yaitu bebas menentukan pilihan sendiri, dan bertanggung jawab.
- Prinsip realistis (realisme) berarti proyek merupakan sesuatu produk yang nyata, bukan seperti disekolah.
Adapun metode PJBL ini juga memberikankesempatan bagi peserta didik mengembangkan kemampuan dalam kondisi nyata. Fauzia ( 2014 ) mengatakan bahwa pengguanaan metode PJBL memberikan peserta didik kesempatan mengerjakan tugas yang diberikan sehingga mereka tidak hanya belajar tetapi juga mempraktekan Bahasa Inggris serta mengembangkanberbagai macam kemampuan penting lainnya seperti teamwork critical thinking, dan presentasi. Fragoulis (2009) dalam bukunya mengatakan bahwa ada banyak kelebihan dari penggunaan PJBL dalam pengajaran bahasa inggris sebagai bahasa asing yaitu PJBL memberikan kontekstual dan pembelajaran yang berharga bagi peserta didik, menciptakan lingkungan yang optimal dalam praktek speaking bahasa inggris, peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran, meningkatkan minat, motivasi, keterkaitan, kegembiraan peserta didik, dan meningkatkan kemampuan kolaborative.
Mengenai kurangnya pemahaman tentang penguasaaan dan pemahaman terhadap bahasa lisan peneliti melakukan observasi awal terhadap 25 peserta didik dan hasil menunjukan terdapat 67% peserta didik yang belum menguasai bahasa lisan dan 33 % sudah menguasai Bahasa lisan dengan indikator dapat melafalkan sapaan dan pengenalan diri sederhana.
Pada umumnya peserta didik kurang mampu mengungkapkan bahasa lisan walaupun mereka telah mengalami pembelajaran dalam beberapa bahasan pada siklus lisan. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi diantaranya adalah disebabkan karena kurikulum 2013 di SD menghapuskan pengajaran bahasa Inggris sehingga peserta didik hanya memperoleh pengajaran awal bahasa Inggris di SMP saja.
Disamping itu, rendahnya motivasi belajar bahasa Inggris di kelas VIID SMPN 1 Peterongan dimungkinkan juga karena guru belum menggunakan metode ataupun media pembelajaran serta mendesain skenario pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik materi maupun kondisi peserta didik sehingga memungkinkan siswa aktif dan kreatif. Motivasi peserta didik menjadi bagian penting dalam proses belajar mengajar(Lestari’ 2019). Hal tersebut memberikan pengaruh yang besar pada peserta didik untuk mendorong dirinya dalam belajar untuk memenuhi kebutuhan, tujuan, dan minatnya. Proses belajar mengajar juga dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk mendorong dan mendukung mereka dalam belajar. Sehingga dapat membantu mereka untuk mencapai tujuannya, terutama dalam belajar berbicara. Menurut Hidayati (2016) terdapat dua macam motivasi: Ekstrinsik dan Intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah jenis motivasi yang dihasilkan dan terjadi di dalam kelas. Artinya motivasi dari kelas adalah seperti guru, misalnya metode yang diberikan oleh guru sangat menarik sehingga menjadi dorongan bagi siswa dalam belajar berbicara. Motivasi intrinsik yang muncul dari diri mereka sendiri, seperti rasa ingin tahu karena siswa ingin dapat memahami pelajaran dan merasa tertantang untuk dapat lebih memahami pelajaran.
Bertumpu pada kenyataan tersebut untuk merangsang dan meningkatkan peran aktif peserta didik baik secara individual dan kelompok terhadap proses pembelajaran Bahasa Inggris maka masalah ini harus ditangani dengan mencari model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Guru sebagai pengajar dan fasilitator harus mampu melakukan pembelajaran yang menyenangkan, menggairahkan sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal. Ketika penulis membaca buku Percikan Perjuangan Guru karya Profesor Surya yang menyatakan tentang perubahan paradigma guru pada abad ke 21, salah satu pernyataannya mampu menyadarkan penulis untuk berkreasi didalam membelajarkan siswa dengan cara yang kreatif, pernyataan tersebut tertulis sebagai berikut: “Guru akan lebih tampil tidak lagi sebagai pengajar (teacher) seperti fungsi utamanya saat ini, melainkan sebagai: pelatih, konselor, manajer belajar, partisipan, pemimpin, dan pelajar (Surya, 2003:334).
Metode Penelitian tindakan kelas ini menggunaan model Project Based Learning. Project Based Learning. Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL) adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu kegiatan (proyek) yang menghasilkan suatu produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata (Kemendikbud, 2016:52). Menurut Istarani (2011: 156) Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks.
Model pembelajaran ini juga menekankan pada proses pembelajaran jangka panjang, peserta didik terlibat secara langsung dengan berbagai isu dan persoalan kehidupan sehari-hari, belajar bagaimana memahami dan menyelesaikan persoalan nyata, bersifat interdisipliner, dan melibatkan siswa sebagai pelaku mulai dari merancang, melaksanakan dan melaporkan hasil kegiatan (student centered).