Lihat ke Halaman Asli

nurbaiti adhar

Islamic religion teacher

Membangun Relasi Akademisi, Bisnis, dan Pemerintahan

Diperbarui: 1 Mei 2020   21:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

NURBAITI ADHAR S.Pd,i.*    Harus kita akui,sampai sekarang,pembangunan masih berjalan tanpa banyak ide menggunakan nalar llmu pengetahuan dan Teknologi ( lptek ) sebagai sumber tenaga utama.Kreativitas yang tidak terkelola telah menciptakan suatu mekanisme ketergantungan  pada produk asing. Depedensi ini sukar dibantah.Dalam perhitungan Faktor  Totalitas Produksi ( Total Factor Productivity/TFP), yang menujukkan keterlibatan teknologi dalam proses produksi,tercatat pertumbuhan nilai TFP pada tahun 2007 di lndonesia hanya  sebesar 1.38 persen ( Bank lndonesia 2007).intepretasinya,sumber pertumbuhan ekonomi nasional masih didominasi faktor kapital.lni mengidikasikan,pengembangan proyek padat modal tidak efisien untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.

Perhitungan lainnya( Bank lndonesia ; Perkembangan Moneter,Perbankan,dan Sistem Pembayaran Triwulan 4/2003 ),Bahwa pembangunan ekonomi mencatat penurunan prestasi pertumbuhan  ( minus 4,43 persen ),jelas  dibarengi dengan melemahnya kontribusi kapital ( minum 0,05 persen ),sementara kontribusi teknologi ikut anjlok hingga minus 9.66 persen.  Pada saat lndonesia berkerja tanpa dukungan modal, "modal otot" telah menjadi tumpuan satu-satunyauntuk menempuh perjalanan pembangunan.padahal,ilmu ekonomi mengajarkan bahwa pada saat modal kapital tidak dominan sekalipun,teknologi akan hampir otomatis mampu berkontribusi menghadirkan pertumbuhan:pelajaran yang masih asing dalam daftar pengalaman pembangunan lndonesia.Adapun pelajaran yang bisa ditarik dari situasi era pasca krisis 1997-1999 menujukkan lndikasi teknologi yang sebelumnya telah dipergunakan di era Orde Lama dan Orde Baru tidak masuk dalam tatanan integritas utuh di sektor industri,impor teknologi tidak dibarengi dengan penyerapan /alih teknologi yang sempurna.sebab,urutan keruntuhan ekonomi sejatinya bisa dibentuk dengan menejemen lptek di sektor produksi yang baik,Teknologi mandiri akan memperkuat sektor produksi.

Seiring berjalanya waktu,laju ekonomi kita sudah dan akan kian dibebani kebutuhan menyamakan diri dengan ritme performa ekonomi kelompok negara maju/industri yang semakin efesien,karena dukungan perkembangan teknologi mutakhir.Dalam kebutuhan membangkitkan ulang eksistensi diri,godaan terbesar buluh perindu melihat kejayaan kembali lndonesia adalah melihat kesuksesan ekonomi era Orde Baru yang sangat bercorak kapitalistis.Dan bila logika ini dicocokkan dengan kondisi keuangan negara yang tidak cukup untuk membeli produk teknologi asing,sebagai solusi lebih instant dibandingkan membangun sektor teknologi sendiri.Alur lingkaran setan mengejar ide hi-tech yang tidak efesien bisa berepisode kembali. Globalisasi

Sementara iti,maranya etalase globalisasi menjadi tanda situasional pembeda bagi generasi sekarang dibandingkan sebelumnya.Tantangan perubahan iklim telah melahirkan  secara paksa tuntunan baru ranah perekayasaan untuk menghasilkan produk teknologi yang minimum bisa"bersimbiosis komensalisme" atau tidak mendistorsi situasi  wkologis bumi.Singkatnya teknologi yang layak dipakai di era globalisasi tidak hanya memiliki atribut kecanggihan yang memenuhi syarat ekonomi,melainkan juga keselarasan dengan Alam.Zero Pollution,mengimplikasikan syarat engineering yang bisa dianggap baik.suatu tingkat kerumitan yang tidak bisa disandingkan dengan masa sebelumnya.

Catatan unik yang terjadi di era sebelumnya adalah penguasaan  lptek oleh para akademis telah bisa berjalan,meskipun pada saat ketersediaan dana sangat minim.Berkat alokasi bujet yang berasal dari modal Asing,lndonesia tetap bisa menyekolahkan warganya di era orde pemerintahan sebelumnya.Hasrat memperoleh pendidikan  tinggi pun tetap bisa bersemi di antara warga lndonesia sampai sekarang.

Di sisi lain,gaya favoritisme sektoral kelompok produksi telah mengurangi nilai performa kelompok akademis di mata masyarakat.Akibatnya,kaum akademisi tidak mendapat saluran  eksistensi di sektor produksi secara umum,dan ini telah menyumbang urutan kausal kurangnya apresiasi kelompok bisnis terhadap mereka.Kekuatan kelompok akademisyang bisa menyumbang pengetahuan teknis produksi sampai pembentukkan jenis komoditas yang sama sekali baru,tidak bisa dilihat jelas artefaknya didalam sejarah lndonesia.Bumi lndonesia pun mengalami kekeringan inovasi teknologi.Tanah air kita di bakar prasangka bahwa Litbang lptek sangat cost -consumtive dan tidak efesien.Akhirnya lndonesia terjebak pada priode lama,yakni tidak menguasai teknologi yang dipergunakan warganya sehari-hari atau dalam kegiatan produksi.kita tidak tahu bagaimana membuat rantai produksi yang inklusif,malah cenderung anti bangsa sendiri,karena faktor ketidaktahuan tentang teknologi.
ABG: Kemandirian lndonesia
Terlepas satu rantai proses produksi tidak hanya menjadi jebakan penciptaan jumlah pengangguran,tapi juga inefesiensi sektor produksi.ini bukan cerita yang bagus untuk kondisi suatu negara di era globalisasi.Untuk itu,kementerian Negara Riset dan Teknologi (Kemenegristek) gencar menghidupkan semangat kolaborasi oleg kalangan pemerintah sendiru.koneksi tripartit ini populer disebut Akademis- Bisnis-Government/pemerintah ( ABG).

Melalui ABG,resep pertambahan nilai (inovasi) dalam struktur biaya produksi independen demi meningkatkan daya saing,bisa dijalankan dalam sinkronisasi aktif kekuatan ketiga unsur pembangunan.Bila dulu satu alur kegiatan produksi utuh mustahil dilansir,sehingga bergantung pada impor barang ,maka sumbangsi kelompok akademis pada kebutuhan ternikal umum(detail langkah metode produksi secara umum),bisa menjadi obat substitusi bagi penyakit "kecanduan barang asing ",yang dosisnya bisa dibuat sesuai kebutuhan di lapangan.produk "asli lndonesia" pun bisa dilansir,bila akademis di biarkan terlibat.Dari,sini manakala dihadapkan pada tuntutan menciptakan sektor produksi  lndonesia yang independen  dan berdaya saing tinggi di era globalisasi,ke lompok bisnis tidak harus merasa diberi tanggung jawab terlalu besar.Pasalnya,sebagian beban eksistensi kehadirannya telah diserahkan pada kelompok akademis,memastikan kemulusan kerjasamanya menjadi tanggubg jawab pemerintah.

Kebijakan & Langkah Riil

Tentu saja,pemerintah sudah membuat langkah nyata relasi ABG bisa berkerja di dunia riil.sebut saja penerbitan perundangan PP No.20/2005 tentang Alih Teknologi kekayaan intelektual serta Hasil penwlitian dan pengembangan. PP ini telah membuat kelompok akademis bisa lebih fleksibel mempergunakan dana  di tangan dalam menjalankan relasi kerja  dengan  kelompok bisnis.peneliti asing ,yang bisa jadi bekerja di bumi lndonesia tapi tidak  memberi keuntungan   bagi negara,telah dibatasi pula ruang geraknya dengan PP No.41/2006.pp ini menjamin kerja sama riset dengan pihak luar negeri diatur agar selalu memberdayakan para peneliti lndonesia secara seimbang sehingga bisa tetap berhak atas paten  dan publikasi ilmiah.

Satu pengaturan pemerintah ,yaitu PP NO. 35/2007,yang bertajuk pengalokasian sebagian pendapatan Badan Usaha untuk peningkatan Kemampuan Perekayasaan,lnovasi,dan Teknologi,seharusnya menjadi favorit kelompok bisnis lndonesia,karena di dalamnya ada janji keringanan pajak ( hingga 100 persen!),bagi mereka yang terlibat dalam Litbang lptek.

Selain kebijakan dan aturan di atas,pemerintah juga membangun sarana dan prasarana untuk mendukung gerak relasi optimal akademisi dan kelompok bisnis.Kehadiran lembaga Business lnnovation Center ( BIC) di jakarta yang diinisiatifkan oleh kemenegristek tentu merupakan angin segar dalam upaya sinkronisasi ketiga elemen ABG.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline