Lihat ke Halaman Asli

Pelecehan Seksual: Dimana Undang-Undang Khusus Terkait Hal Ini?

Diperbarui: 1 Desember 2024   12:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Kasus pelecehan seksual di Indonesia bukan sekedar statistik, hal ini menjadi realitas menyakitkan yang dialami oleh banyak individu. Di tengah meningkatnya kesadaran akan hak asasi manusia, kasus pelecehan seksual di Indonesia terus menjadi sorotan yang memprihatinkan. Data menunjukkan bahwa jumlah laporan terus meningkat, tetapi masih banyak yang enggan untuk berbicara, terjebak dalam stigma masyarakat dan ketakutan. Mengapa pelecehan seksual masih dianggap sebagai kasus yang sepele, dan mengapa pelecehan seksual masih dianggap tabu untuk dibahas?

            Pelecehan seksual tidak mengenal batas gender, baik perempuan maupun laki -- laki bisa menjadi korban. Beberapa faktor penyebab yang melatarbelakangi pelecehan seksual, antara lain situasi atau kondisi pelaku merasa memiliki peluang untuk melakukan tindakan pelecehan tanpa merasa takut akan konsekuensi, keinginan seksual yang mendorong pelaku untuk melakukan tindakan yang melanggar batasan orang lain, kurangnya pemahaman pelaku akan tindakan mereka, tidak memahami batasan yang seharusnya diterapkan dalam interaksi sosial dan tidak sedikit masyarakat yang mempercayai bahwa cara berpakaian perempuan dianggap pemicu tindakan pelecehan. Pelecehan seksual muncul dalam berbagai bentuk, diantaranya pelecehan fisik melibatkan tindakan yang tidak diinginkan, seperti sentuhan yang tidak pantas atau serangan seksual. Selain itu, juga terdapat pelecehan verbal berupa komentar, ejekan yang bersifat seksual, pertanyaan pribadi tentang kehidupan seksual. Pelecehan tidak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga dapat melalui media sosial mencakup pengiriman pesan atau gambar seksual.

            Pelecehan seksual tidak hanya menyerang fisik korban, tetapi juga merusak kesehatan mental yang sering kali mengakibatkan depresi, kecemasan, PTSD (Post -- Traumatic Stress Disorder), ingin buh diri, trauma, dan ketakutan akut. Dampak mental yang dialami oleh korban akibat kasus ini tidak mudah dihilangkan dibandingkan dengan kekerasan fisik yang dialaminya, membutuhkan waktu yang lama agar korban dapat pulih dari kejadian yang dialaminya (Suryandi, Hutabarat, & Pamungkas, 2020). Dampak ini akan memperburuk kinerja akademik dan menyebabkan korban kesulitan untuk berkonsentrasi, putus sekolah, dan kemampuan akademis yang menurun. Secara ekonomi, korban akan mengeluarkan biaya untuk perawatan kesehatan, baik fisik maupun psikis dan korban dapat kehilangan pekerjaan dan produktivitas.  

            Berdasarkan SIMFONI-PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak), terdapat 19.813 kasus pelecehan seksual yang tercatat di tahun 2024, mulai dari 1 Januari 2024 hingga saat ini. Angka ini mencakup kasus yang telah diversifikasi dan yang masih dalam proses diverifikasi. Sebagian besar korban pelecehan seksual adalah perempuan, mencakup 79,9%, sementara laki -- laki sebesar 20,1%. Dari sisi pelaku, 88,8% adalah laki -- laki dan 11,2% perempuan. Selain itu, mayoritas korban berusia 13 hingga 17 tahun mencapai 35,6%, bahkan banyak anak menjadi korban pelecehan seksual dengan usia 6 -- 12 tahun mencapai 20,4%. sedangkan pelaku paling banyak berusia 25 hingga 44 tahun, sebesar 44,9%. Data ini menunjukkan pola yang mengkhawatirkan dalam hubungan antara usia dan gender dalam kasus pelecehan seksual.

            Meskipun mayoritas masyarakat sudah mengetahui kemana harus melapor, sebagian besar korban pelecehan seksual memilih untuk tidak melapor. Hal ini disebabkan oleh rasa takut akan konsekuensi yang mungkin mereka hadapi, serta rasa malu untuk mengungkapkan kejadian tersebut. Faktor ini menciptakan hambatan yang signifikan bagi korban untuk mencari keadilan. Maka dari itu, kebijakan dan hukum terkait pelecehan seksual merupakan aspek krusial dalam upaya perlindungan korban dan penegakan keadilan. Meskipun kasus pelecehan seksual sering muncul dalam pembicaraan publik, hukum di Indonesia belum memberikan penegakan yang tegas dan khusus terhadap pelaku dan memberikan perlindungan bagi korban. Tidak sedikit kasus pelecehan seksual yang tidak dilaporkan ke pengadilan, karena pihak korban yang merasa takut, malu dan stigma masyarakat yang buruk melekat pada korban.

            Pemerintahan Indonesia belum memiliki undang -- undang khusus yang mengatur kasus pelecehan seksual, meskipun terdapat sejumlah undang-undang yang mengatur tentang hak asasi manusia, pada kenyataanya banyak korban yang masih merasa tidak adil terkait hukum yang ditetapkan. Kekurangan dalam regulasi pemerintahan pada saat ini, banyak menimbulkan kerugian bagi korban yang mencari keadilan dalam kasus pelecehan seksual. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menetapkan hukum yang berlaku membahas tentang pelecehan seksual. Undang-undang ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada pihak korban, tetapi juga menetapkan aturan terkait sanksi atau hukuman yang diberikan kepada pelaku pelecehan seksual sehingga memberikan efek jera. Dengan adanya undang-undang khusus yang mengatur hukum tentang pelecehan seksual, maka proses penanganan kasus ini menjadi sistematis, transparan, baik dari pihak korban maupun pelaku.

            Namun, penanganan dan pencegahan terhadap kasus pelecehan seksual tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata. Setiap individu harus memiliki kesadaran akan batasan yang sehat dalam berinteraksi dengan orang lain. selain itu, keluarga juga berperan penting dalam mendidik setiap anak tentang batasan dalam berinteraksi, melindungi diri, menjadi teladan bagi anak, dan membangun komunikasi yang baik dan jujur. Masyarakat juga berkontribusi dalam pencegahan terhadap kasus pelecehan seksual. Hal ini bisa dilakukan dengan membentuk komunitas yang membantu memberikan pemahaman kepada warga masyarakat, melalui edukasi untuk membantu meningkatkan pemahaman terkait kasus pelecehan seksual, memperbaiki stigma buruk masyarakat kepada korban kasus pelecehan seksual. Kolaborasi antara seluruh lapisan masyarakat akan menciptakan lingkungan yang aman, damai, dan tentram.

            Dalam upaya menciptakan perubahan, penting bagi semua pihak untuk lebih peka dan bersikap responsif terhadap isu pelecehan seksual sehingga dapat terciptanya kerja sama untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Penetapan undang-undang khusus tentang pelecehan seksual merupakan salah satu langkah krusial dalam menangani kasus ini, tetapi penting peran bagi semua pihak dalam mencegah dan menangani kasus ini sehingga dapat membangun lingkungan masayrakat yang lebih aman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline