NUR AZIZAH KHAIRUNNISA/191241042
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Penggunaan obat herbal saat ini telah meningkat pesat dengan pencapaian tidak kurang dari 80% orang di seluruh dunia mengandalkan untuk sebagian perawatan kesehatan primer. Menurut Bandaranayake (2006), produk-produk herbal ini terus tersedia bagi konsumen tanpa resep dalam banyak kasus dan potensi bahaya dalam produk yang kualitasnya rendah hampir tidak diketahui.
Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Dewoto, 2007). Foster et al., (2000), menyatakan bahwa selama dekade terakhir, penggunaan obat-obatan herbal mewakili sekitar 40% dari semua layanan kesehatan yang diberikan di Cina sementara persentase populasi yang telah menggunakan obat-obatan herbal setidaknya sekali di Australia, Kanada, AS, Belgia, dan Prancis diperkirakan masing-masing sebesar 48%, 70%, 42%, 38%, dan 75%.
Meskipun persepsi positif pasien tentang penggunaan obat-obatan herbal dan kepuasan yang diduga dengan hasil terapi ditambah dengan kekecewaan mereka dengan obat-obatan alopatik atau ortodoks konvensional dalam hal efektivitas dan/atau keamanan (Huxtable, 1990). Keyakinan umum mengenai obat-obatan herbal sepenuhnya aman dan bebas dari efek samping bukan hanya keliru, tetapi juga menyesatkan. Faktanya, obat herbal dapat memicu beragam reaksi yang tidak diinginkan atau merugikan, beberapa di antaranya berpotensi menyebabkan cedera serius, kondisi yang membahayakan nyawa, bahkan kematian. Banyak kasus keracunan yang tak terbantahkan telah dilaporkan dalam literatur (Vanherweghem dan Degaute, 1998).
Tonik darah herbal sangat populer di kalangan masyarakat umum, dengan klaim bahwa produk tersebut aman sebagaimana dinyatakan oleh produsen. Meskipun semua ekstrak dan tonik dinyatakan aman dalam studi toksisitas akut, pengujian toksisitas kronis menunjukkan adanya pembesaran limpa pada 10% tikus yang diberi E. utile maupun salah satu dari dua tonik, serta satu kasus tumor paru-paru (John et al., 1997).
Baru-baru ini, peneliti Auerbach et al. (2012) melaporkan adanya hubungan antara penggunaan obat herbal tradisional dan perkembangan fibrosis hati di antara peserta studi di Uganda. Sejumlah obat herbal Tiongkok dan obat herbal lain dari berbagai belahan dunia juga terlibat dalam kasus keracunan. Rietjens et al., (2005), menyatakan banyak di antaranya yang terbukti mengandung senyawa toksik yang mampu bereaksi dengan makromolekul seluler termasuk DNA, yang menyebabkan toksisitas seluler, dan/atau genotoksisitas.
Kesimpulan yang dapat diambil dari materi tersebut ialah yakin banyaknya masyarakat yang merasa pengobatan tradisional efektif berdasarkan pengalaman pribadi, sehingga masyarakat cenderung mempertahankannya meskipun tanpa adanya dukungan bukti ilmiah yang kuat. Pandangan dalam pemerintah harus cenderung lebih berhati-hati dan menekankan pada regulasi serta standardisasi pengobatan. Pengobatan tradisional sering kali dianggap belum memenuhi standar medis yang diterima secara ilmiah, sehingga dikhawatirkan berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat jika digunakan tanpa adanya pengawasan lebih lanjut.
KATA KUNCI: Obat Tradisional, Reaksi Merugikan
DAFTAR PUSTAKA