Lihat ke Halaman Asli

Siluet

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam ini kamu menelponku dengan semua harapan yang telah hilang. Harapan tentangku dan harapan tentang semua hal yang telah menjadi kebiasaan perbincangan kita. Malam ini, suaramu penuh tangis. Tangis yang berkisah tentang semua masa lalu denganku. Tangis itu seolah menghapus semua masa lalu menjadi tidak indah lagi.

“Masa lalu kita indah win ..”

Tidak ada jawaban dan memang itu bukan sebuah pertanyaan. Aku hanya ingin menegaskan semua hal yang telah terlewati sangatlah indah.

“Masa itu indah, karena saat itu aku membayangkan hari ini tidak menyebalkan seperti ini zal! Ini semua menyebalkan!”

Jawaban tegas dengan nada suara yang sedikit naik. Aku tidak terkejut dengan pernyataannya yang rapi, terstruktur dan sinis.

“Aku ingin menyelamatkan masa lalu kita ..”

Suara itu lirih dan tiba-tiba saja seperti menyadarkanku akan sesuatu. Suara lirih itu segera berkelindan banal menghias semua hal yang bisa aku pandang. Dia ingin menyelamatkan masa lalu.

“Mengapa?”

Pertanyaan bodoh. Sebenarnya ingin terlihat bodoh. Aku sadar seperti seorang polisi bertanya pada maling.

“Segala hal yang indah tentang masa lalu kita akan sangat menganggu umur-umur depan kita.”
“Bagaimana jika tidak?”

Pertanyaan penasaran. Tidak lagi menyelidik. Pertanyaan keraguan. Pertanyaan yang menginginkan jawaban peneguhan. Sunyi. Tidak ada jawaban dan malam ini berhenti dengan sebuah pertanyaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline