[caption id="attachment_231763" align="alignleft" width="219" caption="poster film Thank you for smoking diambil dari alalamiyah.com"][/caption] Judul ini saya ambil dari judul sebuah film. Film ini berkisah tentang Nick Naylor (diperankan dengan baik oleh Aaron eckhart) yang menjadi juru bicara the Academy of Tobacco Studies, sebuah akademi yang mempelajari hubungan antara rokok dan kanker paru-paru. Diceritakan akademi ini tidak menemukan hubungan antara rokok dan kanker paru-paru. Adegan di awali dari sebuah acara yang menampilkan kampanye anti rokok, dihadirkanlah seorang bocah penderita kanker. Semua orang di acara itu adalah orang anti rokok, hanya nick yang mewakili pro rokok. “Saya ingin bocah ini hidup, sehat, kuat dan akhirnya merokok. Sementara anda semua menginginkan bocah ini mati demi membuktikan bahwa rokok itu bahaya.” Pernyataan Nick ternyata direspon dengan senyum akrab dari si bocah. Dan seterusnya film ini mengetengahkan seorang senator Ortolan Finistirre (diperankan William H Maci) yang mati-matian berjuang agar rokok mendapatkan simbol tengkorak atau mematikan. Dan sekali lagi Nick naylor datang dengan argumen dan data kuat, Kematian tertinggi didunia ini akibat keju (kolesterol) dan pesawat terbang. Jika rokok mendapat simbol tengkorak, seharusnya pesawat dan keju juga. Tulisan ini tidak akan membahas film ini secara detil. Ini adalah sebuah catatan dari seorang perokok. Betapa seumur hidup saya sudah beberapa kali menunggui dan mengurus kesehatan orang-orang yang justru tidak merokok. Saya tidak ingin berpolemik tentang rokok. Saya juga tidak akan berargumentasi dari sisi data usang tentang tembakau. Atau data-data ekonomi tentang tembakau. Toh akhirnya semua data usang itu tidak mampu membuat banyak orang berhenti merokok dan jika pemerintah sampai menutup pabrik rokok, para perokok ini sudah mendapatkan solusi dengan membuat rokoknya sendiri. Saya juga tidak ingin menjadi juru bicara para perokok arogan yang sering merokok sembarangan diruang-ruang publik. Juga di ruangan-ruangan berAC. Saya hanya ingin ‘curhat’ mengapa saya merokok. Ketika kecil saya membaca perjuangan diplomat indonesia bernama KH Agus Salim. Saat itu disebuah konferensi dia merokok. Bau khas rokok kretek indonesia (tembakau + cengkeh) membuat salah seorang eropa menyapanya, “Baunya sangat khas”. Agus Salimmenjawab, “Benar, dan benda inilah yang membuat anda menjajah bangsa kami”. dan hasilnya adalah perjuangan diplomasi yang penuh dengan karakter. Sejak itu saya mencoba rokok kretek. Dan saya sampai sekarang merokok kretek. Rokok kretek mungkin sangat berbeda dengan rokok lain. Rokok ini membuat saya sering terhindar dari pilek, saya tidak tahu, yang jelas saya jarang pilek. Mungkin karena cengkeh di dalamnya. Dengan rokok saya sangat care dengan kesehatan saya. Kalo sakit nggak enak merokok. Sehingga saya sangat suka dengan artikel kesehatan dan seterusnya saya mencoba untuk melakukan sedikit olah raga. Pernah suatu ketika seorang teman berharap saya berhenti merokok, saya hanya menjawab, “Benda inilah yang membuatku bisa sabar menghadapimu, jika aku tidak merokok mungkin kita sudah lama berpisah”. Rokok selalu bisa membuat saya sadar dan terus berpikir dikala saya ‘Nge-blank’ atau mati gaya. Seorang tukang becak juga pernah berkata pada saya, “Saya merokok setelah semua keluarga kenyang dan merokok membuat jiwa saya bisa kuat menghadapi hidup”. hembusan asapnya seperti membawa terbang semua beban di dadanya. Ini hanya pengalaman saya, dan saya sering mendapatkan pesan senada. Penyikapan hidup modern yang masih memandang fungsi dan efektivitas, membuat orang seringkali lupa pada sebuah nilai-nilai yang lebih besar. Merokok adalah bentuk kontemplasi yang murah. Tidak sekedar sebuah rupiah. Rokok membuat saya tidak pernah berfikir takaran material. “Hidup itu harus mengambil resiko” demikian kata seorang teman perokok. Selanjutnya dia mengungkapkan bahwa resiko rokok yang sangat besar adalah bagian kepasrahan pada Tuhan. Saya dan dia juga sepakat suatu hari nanti akan berhenti merokok, ketika kami sudah bisa pasrah sebenar-benarnya pasrah. Dalam segala perhitungan biaya kami tidak pernah memasukkan rokok. Kami juga tidak pernah kesulitan untuk menabung. Dan seringkali kami membeli rokok hanya agar sebuah warung berdenyut hanya karena sang empunya warung tidak mau menerima belas kasihan. Sekali lagi ini hanya curhat saya sambil teringat buyut saya yang berusia hampir 100 th yang masih merokok. Jika semua kehidupan hanya ditakar dari sisi hitungan material, semua juga akan berujung pada kerugian. Apapun yang membuat saraf otak tidak tertekan adalah menyehatkan. Saraf otak yang tertekan (stres) terus menerus akan mengakibatkan banyak penyakit parah (maaf saya terlalu malas mencantumkan data). Saya akan sangat berterima kasih jika ada solusi dari para pakar yang bisa menghilangkan tingkat stress tinggi dalam tekanan kehidupan sekarang terutama dalam masyarakat bawah tanpa rokok. Apalagi terus menerus disuguhi ketidakjelasan pemerintah, rokok adalah biaya paling murah untuk menekan social cost dari ketidakbecusan pemerintah. Terakhir, sekali lagi ini sekedar curhat saja. Tidak mengajak untuk merokok, apalagi memprovokasi. Jika anda sudah bisa keluar dari tekanan pikiran tanpa rokok, beruntunglah anda. Thank You For Smoking. *Maaf tulisan lama, saya posting lagi untuk mas bain dan mas holi yang doyan rokok, ingat rokok tidak baik untuk kesehatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H