Lihat ke Halaman Asli

Nur Atika

Penulis

Filoshopi Daun Kering dan Sikap Kemanusiaan

Diperbarui: 23 Oktober 2024   09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kalian tahu kan bagaimana daun kering itu? Warna yang menua, bentuk yang perlahan-lahan hancur, terhampar di atas tanah dan tidak lagi bersama teman-temannya yang masih segar di atas pohon. Ketika melihat daun kering, apa yang kalian lakukan? Apa kalian menginjaknya hingga dia hancur? Atau kalian melihatnya dan mengamati bentuknya?

Bila berumpama, manusia bisa dianalogikan seperti daun kering. Hidup, tumbuh, muda, tua, hingga mati. Ya, ada fase yang harus dilewatinya.

Perhatikan baik-baik, daun yang masih segar, berada diatas pohon bersama teman-temannya bukan? Ya, menurut saya, mereka berteman. Entah menurut kalian.

Lama kelamaan, daun kering itu jatuh satu per satu dihempas angin. Jatuhnya ke mana? Ke awan? Tentu saja tidak. Jatuh ya sudah pasti ke bawah, kemana lagi kalau bukan ke tanah, karena bumi diselimuti gaya gravitasi.

Sama seperti manusia, ketika kamu berada di atas awan, lihatlah ke bawah, kamu terlahir dari tanah dan akan kembali juga ke tanah. Artinya, tingkatan dalam hidup yang bersifat duniawi, tidaklah kekal. Semuanya memiliki fase, di dalam ruang dan waktu.

Begitu juga dalam bersikap. Di mana pun titik kamu berpijak,  bersikaplah layaknya dengan kewajaran, dengan kerendahan hati. Sebab, bersikap sombong bukan meninggikan kualitas dirimu, tetapi menjatuhkan kualitas dirimu.

Ilmu kepribadian itu seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk. Lihatlah padi yang sudah mulai tumbuh dengan indah, mereka menunduk bukan?

Maka, jadilah seperti padi, karena pada dasarnya, apa yang kamu miliki di dunia ini, semua hanya sebatas titipan dari sang pencipta, dan di setiap apa yang menjadi rezekimu, ada juga rezeki orang lain.

Jika mempunyai rezeki yang berlebih? Berbagilah kepada orang yang memang  membutuhkan. Hidup bukan tentang kemewahan, tetapi hidup yang sebenarnya adalah ketika kamu bisa hidup sederhana, di waktu kamu berada dalam kemewahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline