Asal usul tiwul atau oyek
Pada zaman penjajahan yaitu sekitar tahun 1960, masyarakat Indonesia sangat kesulitan dan terdampak krisis pangan. Harga beras sangat tinggi namun hasil bumi ubi kayu sangat melimpah sehingga masyarakat melakukan inovasi untuk membuat makanan pokok yang terbuat dari umbi kayu sebagai pengganti nasi.
Tiwul adalah salah satu makanan tradisional lokal Indonesia yang terbuat dari ubi kayu. Kandungan nutrisi tiwul sangat tinggi dan memiliki potensi sebagai pangan fungsional karena kandungan serat yang tinggi dan kalori rendah.
Tiwul sebagai makanan pokok yang terkenal di daerah Wonosobo, Gunungkidul, Madiun, Ponorogo, Pacitan, Wonogiri, dan Blitar. Dijaman sekarang masih banyak yang suka dengan makanan tradisional ini meski sudah bukan menjadi pangan pokok lagi.
Proses pembuatan tiwul atau oyek
Pembuatan tiwul dimulai dari mengupas umbi kayu lalu dicuci menggunakan air bersih, kemudian menjemur ubi kayu selama 2 hari dibawah sinar matahari atau lebih hingga kering.
Setelah kering, umbi kayu direndam lagi selama 2 hari 2 malam lalu ditumbuk hingga menjadi bulir, lalu dihaluskan mmemakai penghalus khusus agar menjadi bulir bulir tiwul yang diinginkan.
Bulir tiwul diayak dan dijemur kembali hingga kering agar tiwul tersebut tidak berjamur, lalu tiwul siap disimpan atau diolah kembali dengan cara dicuci lalu dikukus selama beberapa menit.
Tiwul juga dapat diolah menjadi beraneka makanan lain seperti pendamping kue cenil maupun nasi goreng tiwul.
Kandungan gizi tiwul atau oyek