Lihat ke Halaman Asli

Nur Aprilia Rahmadany Putri

saya seorang mahasiswa di universitas Muhammadiyah Malang yang sedang bergabung di organisasi himpunan mahasiswa sosiologi

peranan organisasi dalam menangani kasus kekerasan dan pelecehan seksual

Diperbarui: 1 Juli 2024   20:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kampus yang seharusnya menjadi tempat menuntut ilmu yang aman dan nyaman agar mahasiswa dapat belajar secara maksimal, justru menjadi salah satu tempat penyumbang terjadinya kekerasan seksual.

Pelecehan seksual dapat berupa pelecehan verbal maupun fisik. Pelaku pelecehan seksual sendiri tidak mengenal usia dan siapapun orangnya. Kebanyakan korban kekerasan seksual di lingkungan kampus yaitu perempuan. Ketidakberdayaan dan kelemahan perempuan menjadi celah bagi para pelaku untuk membujuk korban agar menuruti hawa nafsunya.

Ketika menjadi korban pelecehan seksual, seringkali perempuan tidak ingin melapor kepada pihak yang berwenang karena takut terhadap ancaman pelaku dan stigma negatif dari masyarakat. Hal ini menciptakan efek seolah-olah perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual menjadi penyebab dan bertanggung jawab atas kasus kekerasan seksual yang dialami. Sebaliknya, pelaku cenderung santai dan tidak terlalu memikirkan dampak yang ditimbulkan akibat dari perbuatannya. Tentu saja, hal ini tidak dapat dibenarkan dan dibiarkan berlarut-larut.

Lebih parahnya lagi, masih terdapat kampus yang menutup-nutupi kasus kekerasan seksual untuk melindungi nama baik kampusnya. Kampus sebagai lembaga pendidikan yang seharusnya mencetak sumber daya manusia yang unggul untuk Indonesia yang lebih baik tidak sepatutnya menutupi kasus kekerasan seksual. Hal ini akan dinilai sebagai upaya kampus untuk melindungi pelaku. Yang diperlukan adalah adanya pernyataan dari pelaku kepada publik agar terkena sanksi sosial, atau bahkan dijerat hukum jika diperlukan. Selain itu, kampus juga perlu memberikan klarifikasi kepada publik dan menjelaskan sejujur-jujurnya mengenai kronologis dan tindakan tegas terhadap kekerasan seksual pelaku kepada korban.

Kekerasan dan pelecehan seksual adalah masalah serius yang dihadapi oleh masyarakat di berbagai belahan dunia. Organisasi masyarakat memiliki peran penting dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan dan pelecehan seksual. Berikut adalah beberapa contoh peranan organisasi dalam mengatasi kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan kampus:

1. Peran Organisasi Kemahasiswaan

Organisasi kemahasiswaan memiliki peran penting dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di kampus. Mereka dapat melakukan pendampingan korban, melakukan advokasi kebijakan, serta mengembangkan program-program pencegahan dan penanganan yang efektif.

2. Peran Lembaga Pers Mahasiswa

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Situs FIB UNAIR mengadakan bedah isu mengenai darurat kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. Narasumber dalam bedah isu kali ini adalah dua civitas akademika FH UNAIR yang sudah lama berkecimpung dalam pergerakan melawan kekerasan seksual. Materi pertama dibawakan oleh Dwi Rahayu Kristianti yang menjelaskan peraturan di Indonesia yang mengatur tentang kekerasan seksual, serta perlindungan hukum bagi korban atau penyintas kekerasan seksual.

3. Peran Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS)

Satgas PPKS dibentuk dengan beranggotakan mahasiswa dan tenaga pendidik dengan syarat tidak pernah terjaring kasus kekerasan seksual dan berperan aktif dalam melindungi kepentingan dan hak korban kekerasan seksual.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline