Lihat ke Halaman Asli

Kelompok Kritis Trenggalek

Diperbarui: 16 Juni 2016   12:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang teman senior berkata: “Aku mengritikmu justru karena kita adalah teman. Kalau aku menyanjung-nyanjungmu terus, apa gunaku sebagai teman”. Dapat diartikan bahwa kritik tak selalu bertujuan buruk, kritik juga bertujuan baik, atau bahkan bisa jadi ada yang tak punya  tujuan sama sekali.

Sebelum kita menganalisa tukang kritik, kita lihat dulu bagaimana reaksi orang atau kelompok terhadap kritik yang ditujukan padanya. Ada tipe orang yang terbuka yang jika dikritik justru menganggap hal itu memperkaya wawasan dan kritik dianggapnya  bisa  memperbaiki dirinya, kesadarannya,  dan tingkahlakunya. 

Saya sering mendengar pejabat, tokoh, dan pemegang otoritas yang bilang: “Jika ada hal-hal dari yang saya lakukan kurang berkenan atau dianggap salah, tolong kritik saya, karena pada dasarnya saya adalah orang yang tak mungkin sempurna. Kritik terhadap saya akan saya jadikan bekal untuk mengevaluasi diri, agar saya lebih baik lagi atau tidak salah lagi”.

Saya tak sekali dua kali mendengar perkataan orang seperti itu. Baik dalam pidato formal atau pembicaraan informal. Ia adalah pribadi yang terbuka. Tidak mudah marah. Bukan tipe reaktif dan reaksioner. Tapi memang tidak selalu orang harus menanggapi kritik orang lain, apalagi menanggapi secara reaktif dan reaksioner dengan tanggapan terhadap kritik secara emosional. 

Di sini ada orang yang dikritik tak merasa apa-apa, tak pernah bilang bahwa ia ingin dikritik, tapi juga tak menanggapi kritik. Ada pula orang yang cuek terhadap kritik. Tak membuat kritik sebagai bagian dari masukan untuk memperbaiki dirinya karena sudah merasa baik, pun juga tak menanggapi kritik secara verbal.

Orang yang tak mau dikritik, ada juga yang tak mau medengarkan kritik. Ia merasa kuat  dan kekuasaan atau kewenangannya sudah tak bisa diganggu, tingkahlaku dan pemikirannya sudah dianggap tak bisa diganggu dan sudah dianggap benar. Dia juga berusaha membungkam suara yang mengritiknya, bahkan menyingkirkan orang atau kelompok orang yang mengritiknya. Setiap orang yang mengritiknya dianggap sebagai rasa ketidaksukaan terhadap dirinya dan berupaya mengganggu apa yang ia kuasai.

Di Jawa Timur, pernah ada pimpinan daerah yang sebelum dijebloskan ke penjara karena suatu kasus pidana, menjadi pemimpin yang kejam terhadap pengritik atau terhadap pihak yang berusaha menunjukkan kesalahan-kesalahannya. Ia membunuh. Ia mengintimidasi. Dan ia menyingkirkan orang yang dianggap membahayakan kekuasaannya. Jujur,   masih ada tipe orang yang suka melakukan penyimpangan tetapi memang akan menutupi penyimpangan yang dilakukan dengan berbagai cara, termasuk menyingkirkan dan membuat orang yang mengetahui penyimpangannya menjadi bisu, ketakutan, atau tak bernyawa.

Di sini, kita sering melihat bagaimana cara para pejabat membungkam orang yang mengritiknya atau yang berusaha menguak penyimpangan yang dilakukan. Suatu contoh, kenapa ada kejadian dimana ketika seorang pejabat atau pimpinan instansi pemerintah begitu takut pada wartawan yang datang ke kantornya? Pertanyaannya: Jika tidak bersalah dan tidak melakukan hal yang melanggar aturan atau penyimpangan, kenapa harus takut hingga harus sembunyi atau tak mau menemui?

Logikanya, jika suatu pemegang wewenang dan kekuasaan tidak punya masalah atau kesalahan apa-apa, tentu tak ada alasan kenapa tidak mau menemui dan ditemui wartawan yang pekerjaannya nulis berita. Pasti ia takut kalau wartawan itu akan menulis kasusnya, diberitakan, dan kasus penyimpangannya akan tersebar. 

Ada kalanya, pejabat yang kena kasus dan didatangi wartawan akan melakukan apa saja ahar wartawan itu tidak menuliskan berita penyimpangannya. Salah satu bentuk “pembungkaman” yang dilakukan adalah memberi proyek atau memberinya amplop. Ada kalanya muncul kejadian yang lebih “ngeri” lagi. Misal ada wartawan yang terlebih dulu menawar (baca: menodong). Ia mengatakan pada pejabat yang punya kasus, lalu ia minta sekian jumlah kompensasi (biasanya) uang, kalau tidak kasusnya akan diberitakan.

Kasus-kasus itu menunjukkan bahwa tukang kritik juga kadang menjadi tukang  pelacak kesalahan dan penyimpangan, lalu kekerjasama atau merangkap sebagai wartawan untuk mempertukarkan “kritik” atau “penyebaran kesalahan” dengan materi. Nah, berarti kita sudah sampai  pada tipe tukang kritik pertama. Yaitu,  tukang kritik yang tujuannya untuk  kepentingan pribadi dan kritisnya sesaat atau sifatnya tergantung keinginan dan tercapainya tujuan pribadi. Tukang kritik ini mengritik agar yang dikritik memperhatikan dan memberikan kompensasi agar ia tidak mengritik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline