[caption id="attachment_211818" align="aligncenter" width="720" caption="ilustrasi : FB Muslimah.or.id"][/caption]
Aku tidak melarangmu menikah lagi
Aku juga tidak akan mengikat kebebasan jiwamu
Sejujurnya aku cemburu…
Cemburu padamu,
Begitu sayangnya Tuhan padamu
hingga ia memberikan segala kebutuhanmu
lahir dan bathin…
,
Suamiku,
Engkau mencintaiku
Aku mencintaimu
Perempuan itu mencintaimu
Tidak lagi penting bagiku
Apakah kau memilihnya
Atau memilihku
Aku melihat Tuhan telah memilihkannya untukmu
Bagaimana aku mampu menghentikan kehendakNya ?
,
DIA Pemilik Langit dan Bumi
Telah menyempurnakan melalui semestaNya
Untuk membuatmu menemukannya
Tidak ada kekuatanku untuk melawanNya
Cintaku ini begitu naif
Ingin mengikatmu
Untuk hanya dipelukanku saja
Lalu bagaimana dengan iman yang bersarang dalam nuraniku?
Ia berteriak
Menjerit sekerasnya…
Membawakan cermin besar
Betapa beruntungnya aku
dengan segala kesempurnaan fisikku,
dengan segala kebahagiaan yang telah dititipkanNya padaku,
cermin itu berteriak… !
memaksaku,
Melihat dengan hati
Segala keterbatasan dia,
dia-perempuan yang telah dipilihkanNya
untukmu…
,
Suamiku,
Aku memahami…
Kau menemukan kepingan puzzle hidupmu
Dalam dirinya
Diapun menemukan kesempurnaannya dalam dirimu
Aku tidak lagi mampu melengkapimu
Hanya dengan bekal cinta sederhana ini…
Yang aku tahu,
Ada kehidupan abadi setelah ini
Di mana aku akan menemukan sejatinya cinta…
Biarlah aku mengejar keabadianku
Dengan mendermakan baktiku
Demi kebahagiaan dunia akhiratmu…
,
Aku tidak tahu
Ini musibah
Atau justru nikmat
Yang dianugerahkanNya
Untukku
Aku hanya berprasangka baik
Demi menjaga kesehatan lahir bathinku
….
________________________
Panji membaca puisi ini, di sebuah blog ketika iseng mengetikkan kata “menikah lagi”, ia tidak mengenal penulisnya, dari waktu postingnya diketahui puisi ini dituliskan sepuluh tahun yang lalu, tanggal postingnya sama persis dengan tanggal di mana ia menikah dengan Maharani. Puisi ini jelas ditujukan untuk suami tercinta si penulisnya. Panji tidak tahu mengapa air matanya perlahan menggenang setelah membaca puisi ini. Iapun kemudian mengetikkan sebuah sms yang ditujukan kepada istrinya di rumah,
“ Bunda, Ayah mencintaimu karena Allah…“
Send. _______ Note: Puisi ini untuk seorang sahabat, semoga mewakili perasaan hatimu :) terimakasih sudah memberiku banyak sekali pelajaran berharga tentang sucinya sebuah makna cinta, salam sayang... :-*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H