Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern yang mana ditandai dengan adanya kemajuan tekhnologi terkhusus pada tekhnologi transportasi yang secara tidak langsung telah memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap umat manusia.
Dalam hal ini, bisa kita contohkan pada transportasi laut seperti kapal yang kegunaannya telah berubah, dimana pada zaman dulu kapal difungsikan untuk mengangkut manusia berpindah tempat, namun untuk zaman sekarang ini kapal telah dijadikan untuk berperang bahkan berdiplomasi.
Sudah kita ketahui bahwa diplomasi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan pihak ataupun negara lain melalui kerjasama dialog serta melakukan perundingan (Abdi, 2021).
Dialog ataupun perundingan tersebut biasanya dilakukan di dalam ruangan kerja ataupun kantor-kantor tertentu, namun di era modern ini, dialog ataupun perundingan tersebut bisa juga dilakukan melalui kapal perang yang mana dikenal dengan sebutan Gunboat Diplomacy.
Gunboat Diplomacy atau diplomasi kapal perang ini dianggap diplomasi yang unik dikarenakan alat yang digunakan dalam melakukan diplomasi ini adalah kapal perang.
Gunboat Diplomacy sendiri datang dari era imperialism yang lahir pada akhir abad ke-19. Tokoh terkenal di dalam Gunboat Diplomacy yaitu Thedore Roosevelt yang pada masa itu merupakan presiden Amerika Serikat bersama ideologinya yaitu 'pentungan besar'.
Ketika Gunboat Diplomacy lahir, pada saat itu kekuatan Barat yaitu Amerika Serikat dan bangsa-bangsa Eropa saling melakukan persaingan satu sama lain untuk mendirikan kerajaan perdagangan kolonial di Asia, Afrika, dan juga Timur Tengah. Pada saat itu, ketika diplomasi konvensional kapal gagal maka perang negara-negara besar tiba-tiba muncul (Longley, 2019).
Mereka akan beroperasi di sepanjang pantai perairan negara-negara kecil yang mana akan dirampas dengan cara menembakkan meriam kearah daratan secara terus menerus.
Hal tersebut ditujukan untuk mendapatkan pengaruh agar negara sasaran tersebut menyerahkan dirinya dan juga memenangkan diplomasi (Letkol Laut (P) Dickry Rizanny N., 2017).
Ketika negara-negara yang kecil tak bisa menyaingi kekuatan militer yang dimiliki negara-negara besar maka hal tersebut pastinya akan membuat negara-negara kecil merasa takut serta akan memutuskan tuk menyerah dan akhirnya keinginan-keinginan negara besar akan diturutinya.