Kenaikan PPN 12 Persen di Tengah PHK dan Pengangguran Tinggi
Kondisi perekonomian Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan yang kompleks. Di tengah meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meningkatnya tingkat pengangguran, pemerintah tetap melanjutkan kebijakan fiskal berupa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, langkah ini menuai berbagai respons dari pelaku usaha, masyarakat, hingga pengamat ekonomi yang pada intinya mereka keberatann terhadap kenaikan PPN 12 persen pada tahun 2025 akan semakin membebani ekonomi rumah tangga di masyarakat terutama masyarakat berpengasilan menengah dan rendah.
Latar Belakang Kebijakan
Kenaikan PPN merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara, terutama pascapandemi COVID-19. Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengatur penyesuaian tarif PPN secara bertahap sebagai berikut: Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
- sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
- sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
Kebutuhan pokok, layanan kesehatan, layanan sosial, layanan keuangan, dan layanan pendidikan adalah beberapa barang yang dibebaskan dari PPN menurut UU.
Pada tahun 2022 pemerintah secara resmi menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11% pada tanggal 1 April 2022, meskipun ekonomi masih belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid 19. Pemerintah menyatakan bahwa tarif PPN Indonesia masih dapat dinaikkan karena masih di bawah rata-rata PPN negara-negara anggota OECD dan negara lainnya, yaitu sebesar 15%. Untuk meningkatkan penerimaan pajak dan mengurangi defisit anggaran, tarif PPN harus dinaikkan, yang telah bertahan di angka 10% sejak tahun 1983. Pemerintah berpandangan bahwa melalui kenaikan tarif PPN, diharapkan akan meningkatkan potensi penerimaan negara yang pada akhirnya dapat menunjang pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi.
Dampak terhadap Pendapatan Negara dari Kenaikan Pajak PPN
Review Penerimaan Pajak PPN 11 persen yang tertuang dalam LKPP 2021-2023 Kementerian Keuangan RI setelah diberlakukan PPN 11 persen, penerimaan pajak mengalami peningkatan dari tahun 2021 sampai 2023 sebagai berikut:
Pendapatan negara yang diterima dari perpajakan mengalami peningkatan secara signifikan pada tahun 2021 dan 2022 setelah pandemi covid 19 dinyatakan sebagai endemi covid yang mana aktivitas perdagangan barang dan jasa sudah tidak dibatasi dan berjalan secara normal. Pada tahun 2020 pada saat pandemi Covid 19, penerimaan total perpajakan sempat menurun sampai -16,9% dan penerimaan pajak dari PPN mencapai -15,2%. Dan pada tahun 2021 dan 2022 terjadi peningkatan yang signifikan dimana penerimaan total pajak mengalami kenaikan mencapai 20,4% pada tahun 2021 dan 31,4% pada tahun 2022. Sedang kenaikan penerimaan PPN mencapai 20,9% pada tahun 2021 dan setelah diberlakukan PPN 11 persen pada tahun 2022 meningkat menjadi 26,7%. Penerimaan PPN sendiri menyumbang rata-rata sebesar 34,92% dari penerimaan total perpajakan.
Pasca pandemi dan pasca kenaikan PPN 11 persen pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,31 dimana pada tahun 2021 sebesar 3,69. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,05, mengalami penurunan sedikit 0,26 basis poin dari tahun 2022. Konsistensi tren pertumbuhan ekonomi yang sangat baik ini ditopang oleh aktivitas permintaan domestik yang masih kuat, khususnya aktivitas konsumsi dan investasi.
Realisasi APBN menjadi pemicu pertumbuhan kinerja Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada tahun 2023. Kinerja Pengeluaran Konsumsi Pemerintah tumbuh positif sebesar 2,95 persen (yoy), setelah sebelumnya mengalami kontraksi 4,47 persen (yoy) pada tahun 2022. Paket kebijakan Pemerintah dan penyerapan belanja negara yang optimal mampu mendorong konsumsi Pemerintah dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat seperti:
- Peningkatan Kualitas Layanan Publik
Tambahan pendapatan dari sektor perpajakan memungkinkan pemerintah meningkatkan alokasi untuk sektor prioritas:
- Kesehatan: Lebih banyak rumah sakit, puskesmas, dan akses layanan kesehatan gratis atau terjangkau dan subsidi BPJS kesehatan.
- Pendidikan: Penyediaan beasiswa, perbaikan fasilitas sekolah, dan kurikulum yang lebih relevan.
- Transportasi Publik: Investasi dalam infrastruktur transportasi yang lebih murah dan efisien.
- Pengurangan Ketimpangan Sosial