Cerpen: Rusak Sendi Keluarga korban Judi Online
Pagi itu, langit masih kelabu ketika Andi pulang ke rumah. Tiga bulan terakhir, dia merasa hidupnya semakin terbelit. Bukan hanya karena masalah di kantor, tapi juga karena rahasia yang disembunyikannya dari istrinya, Dinda. Rahasia yang perlahan merusak seluruh hidup mereka.
Segalanya dimulai setahun lalu. Andi, yang awalnya hanya ingin menghabiskan waktu luang, mulai mencoba judi online slot. Awalnya, hanya taruhan kecil Rp10 ribu, Rp20 ribu, sekadar mengisi waktu. Namun, kemenangan kecil yang ia dapatkan membuatnya merasa dunia ada di tangannya. Ia yakin keberuntungannya akan terus berlanjut. Waktu terus berlalu, dan taruhan kecil itu berubah menjadi taruhan dengan uang besar. Andi mulai mengorbankan tabungan keluarga. Ketika tabungan habis, ia meminjam uang dari rekan kerja, tetangga, hingga rentenir. Semua dilakukan secara diam-diam, tanpa sepengetahuan istrinya, Dinda.
Suatu hari. saat dia melangkah masuk ke rumah sepulang dari kantor, Dinda duduk di meja makan, memandanginya dengan tatapan kosong. Ada kekhawatiran di mata Dinda, tapi juga keletihan. Hari-hari belakangan ini, Andi tak bisa mengingat kapan terakhir kali mereka tertawa bersama. Hampir setiap malam, Dinda terbangun karena mendengar suara jari-jemari suaminya yang bergegas di layar ponsel, sebuah suara yang lebih sering terdengar daripada suara tawa anak sulung mereka, Alif, yang berusia sepuluh tahun.
"Jadi, kapan kamu bayar biaya sekolah Alif?" tanya Dinda dengan nada datar, meskipun perasaan marahnya jelas tergambar dari sorot matanya yang tajam.
Andi menghindari pandangannya. "Akan aku urus, Din. Aku... sambil menghela nafas panjang... sedang ada masalah di kantor Din," jawabnya pelan, suara Andi tercekat di tenggorokan. Tetapi di dalam hatinya, dia tahu bahwa masalahnya sudah jauh lebih besar dari yang bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Beberapa bulan terakhir, Andi telah terperosok dalam dunia judi online slot yang sebelumnya hanyalah keisengan dia, mengisi kekosongan waktu setelah kerja. Tapi semakin lama, semakin sulit untuk berhenti. Tidak ada yang tahu dan tidak ada yang bisa melihat betapa dalam dia telah tenggelam dalam judi online yang menggunakan uang utang yang tak terbayangkan.
"Mas, ini masih belum dibayar. Anak kita butuh makan, kita butuh belanja, dan kamu hanya duduk di situ main handphone?" Dinda tak bisa lagi menahan emosinya. Dia berdiri, wajahnya memerah, tubuhnya menggigil menahan marah. "Kamu janji akan berubah, tapi ini malah semakin parah!"
Andi menatap istrinya, wajahnya penuh penyesalan dan kebingungannya sendiri. Namun, dia tidak tahu bagaimana cara keluar dari kebiasaan yang telah merusak dirinya. "Din... aku akan bayar semua. Aku akan selesaikan masalah ini, aku janji," ucap Andi, meskipun dalam hati dia tahu bahwa itu hanya janji kosong yang sering diucapkan dalam keadaan putus asa.
Dinda mendekatkan dirinya, matanya berkaca-kaca, suaranya semakin parau. "Mas, aku sudah capek. Aku capek jadi istri yang selalu berharap tetapi tidak pernah terwujud. Aku capek mengurus biaya sekolah alif semuanya sendiri, capek menahan malu. Alif hampir dikeluarkan dari sekolah karena biaya sekolah yang menunggak, dan kamu malah... malah menghabiskan uang kita untuk judi slot?!"
Setiap kata-kata yang diucapkan istrinya seperti pisau yang menusuk jantungnya. Andi tahu, dia tak bisa lagi menjawab dan menyalahkan keadaan atau mencari alasan. Semua yang terjadi adalah akibat dari kebodohan yang menjebaknya sendiri.