Lihat ke Halaman Asli

Setahun Lewat di Kompasiana, Apalagi yang Perlu Ditulis?

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lewat setahun sudah saya menulis di Kompasiana. Lewat setahun pula kawan dengan konsen yang sama menulis di kompasiana pun terus bertambah. Kadang saya yang meminta pertemanan, sebaliknya kadang ada juga yang meminta lebih dulu pertemanan.

Saya pribadi sebenarnya tergolong yang malu-malu dalam pertemanan ala kompasiana. Sebab, saya lebih banyak pilih memilih pertemanan. Kalau tulisan saya dikomentari baru saya berani mengajukan pertemanan. Atau kalau saya mengomentari sebuah tulisan lalu dijawab barulah saya pun berani mengajukan soal pertemanan di kompasiana. Biasanya, saya berani melakukan itu kala tulisan atau komentar saya di tanggapi karena itu pertanda penulisnya memiliki respons yang baik dan "welcome" kepada para pengunjung tulisannya.

Kini, kawan terus bertambah dan saya pun tetap menulis. Seperti saat ini, meski dibatasi oleh jaringan yang biasanya saya asyik ber-wifi ria di rumah, sekarang saya malah memberanikan diri untuk mobile, menulis di smartphone. Agak susah memang, tetapi saya tetap mencoba berhati-hati kala menulis mobile seperti sekarang ini. Karena touchscreen, yang biasanya saya dulu mahir pakai blackberry kini saya harus menyesuaikan jemari-jemari ini. Terus terang saya sebenarnya lebih enak bermain di laptop kala menulis atau minimal ya seperti blackberry tadi, tapi karena serasa terpaksa ya mau tak mau ya harus menulis.

Rasanya, kalau tidak menulis itu ada sumbatan di kepala. Rasanya kalau tidak menulis itu ada uneg-uneg yang tak keluar karena tertahan di dada. Makanya, beberapa tulisan saya saat saya cek ulang lagi ternyata memang lebih banyak soal uneg-uneg itu. Satu prinsip yang saya pegang kala menulis, seperti kata penulis Harry Potter, adalah tulislah yang dekat! Terutama yang dialami langsung, yang dirasa langsung dan tentu saja memang benar-benar kita merasa ada di dalamnya. Sebagai misal, saat menulis puisi saya merasa itulah yang dekat dengan saya, saya alami, dan saya rasakan langsung. Kala saya menulis topik macet Jakarta, misalnya, ya memang saya sehari-hari ada di dalam kemacetan itu.

Kalau di minta menulis soal Jokowi? Ah, tunggu saya dekat saja dululah dengan beliau. Kalau tidak dekat ya saya cukup berkomentar yang terkait dengan uneg-uneg selaku warga biasa. Makanya, setahun lewat ini saya menyaksikan banyak ragam kompasianer yang "seakan-akan" paling tahu tetapi setelah saya perhatikan ya lagaknya hanya kira-kira belaka. Ada yang menulis melangit, ada juga yang membumi. Ada yang acak kadut, tetapi tetap terus belajar menulis. Nah, yang penulis model ini yang saya suka, tetap semangat menulis meski sebenarnya ia juga tak jelas mau menulis apa.

Makanya, mungkin, kalau ada yang mau menipekan penulis-penulis di kompasiana ini kiranya bolehlah tulisannya jadi HL atau minimal TA-lah. Tapi jangan minta saya lho. Itukan ide saya saja dan tulisan saya memang tidak ingin ke situ. Saya, ya seperti yang saya tekankan tadi, lebih memilih menulis yang dekat, yang intim dengan saya. Karena, saya jadi bisa lepas berbagi, lepas mengapresiasi dan tentu saja lepas menilai karena toh itu pun penilaian subjektif jadi normal-normal saja kan?

Yang menurut saya tidak normal alias abnormal ya kalau ada yang menulis tapi yang ditulis itu jauh darinya atawa mengawang-awang. Kalau pun itu sebuah reportase, tentulah para kompasianer yang cerdas tahulah apa beda reportase jurnalis warga atau opini. Kan tidak jauh-jauh juga dari mode reportase wartawan sesungguhya atau model artikel pengamat meski kali ini okelah mereka ini pengamat warga. Makanya kadang saya mencoba mengkritik secara tidak langsung pada beberapa kompasianer yang dalam pandangan saya terkesan ngawur. Menulis cepat tetapi sedikit-sedikit tapi pas saya baca lah kok opini bukan reportase. Judul dan nada tulisannya pun saya kesani bombastis sehingga yang namanya titel "menarik", "aktual" dan sebagainya tersemat ditulisan itu. Ini bukan ngiri lho sebenarnya, tetapi dengan membaca tulisan-tulisan macam itu saya jadi berpikir bahwa ini sebenarnya maunya kompasianer ini apa sih? Mengejar gosip? Melakukan pembelaan? Menyatakan dukungan? Atau apa-apa yang lain? Sebab, sebuah tulisan lahir tentu punya maksudkan? Bukan hanya untuk "indehoy" belaka kan?

Ah, jadi bingung berikutnya mau menulis apa ya?

Salam kompasianer untuk yang memang benar-benar niat menulis untuk kebaikan dan mau bertanggung jawab dengan tulisannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline