Lihat ke Halaman Asli

Nur aini Safitri

pelajar/ mahasiswa

Kesuksesan Komeng di Pemilu 2024: dari Panggung Komedi ke Panggung Politik

Diperbarui: 4 April 2024   16:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Komeng merupakan seorang yang terkenal sebagai plawak yang seliweran dilayar kaca, yang justru mengejutkan munculnya wajah beliau di kertas suara pemilihan dewan perwakilan daerah RI jawa barat. Uniknya seorang pelawak ini jika biasanya pose beberapa kandidat tampil dengan pakaian formal atau pakaian adat justru komeng berbeda dengan tampilan foto yang nyeleneh kepala miring sambil melotot. Namun siapa sangka foto tersebut justru menarik perhatian pemilih dibilik suara. 

Uniknya fenomena nyaleg komeng ini adalah mendapatkan suara yang fantastis dari pantauan KPU RI komeng mendapatkan 1,7 juta suara yang Dimana jauh dibandingkan dengan calon DPD RI lainnya. Dimana suara ini tergolong banyak apalagi di dapil jawa barat yang terkenal sebagai wilayah pemilihan yang cukup ketat persaingan perebutan suaranya. Disini komeng tidak gempar gempor dalam mempromosikan dirinya dalam kampanye ataupun pemasangan baliho. Fenomena tersebut menjadi unik karena menerabas politik tradisional yang selama ini identic jika ingin menang maka harus memiliki logistic dan sumber daya yang besar. Namun komeng menjadi pembeda dengan hadir dan membuat gebrakan melalui viralnya dia dalam berkomedi. 

Dari fenomena tersebut bis akita lihat bahwasannya pemilih cenderung lebih tertarik pada figure yang sudah dikenal luas meskipun tidak memiliki pengalaman politik yang mendalam. Dengan itu fenomena ini menciptakan ruang kepopularitas selebrityi dapat menjadi alat untuk memenangkan dukungan politik. Citra kuat seorang kandidat lebih mempengaruhi pemilih bahkan daripda substansi visi,misi dan gagasan. Dalam kasus ini pose foro komeng yang unik menjadi bagian dari citra yang dibangun menciptakan kesan memori sosok jenaka. Asumsi inilah yang menggambarkan bahwa dalam politik modern bentuk dan tampilan bisa memiliki dampak lebih besar daripada isu substansial yang diusung. 

Hal yang menjadi perhatian dalam tingginya suara komeng perilaku pemilih Indonesia cenderung memilih calon berdasarkan popularitas dan mengesampingkan visi serta misi yang dijelaskan oleh sejumlah factor sosial dan politik. Pertama pemilih cenderung mengartikan ketennaran lebih penting disbanding kapasitas seorang dalam mewakili Masyarakat dipemerintahan. Kedua budaya selebrity dan pengaruh media sosial memainkan peran besar dalam membentuk preferensi pemilu minimnya literasi politik yang membuat pemilih kurang memahami pentingnya memilih berdasarkan visi,misi dan gagasan konkret




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline