Jika kita ingin membahas Islam Nusantara, ada satu organisasi yang tidak bisa lepas untuk ikut dibahas yaitu Nahdatul Ulama juga dikenal sebagai NU. Organisasi ini merupakan organisasi islam terbesar dan didirikan oleh KH Hasyim Asy'ari seorang pahlawan nasional Indonesia. Alasan kita tidak bisa berdiskusi secara bebas tantang NU adalah karena organisasi ini merupakan pencetus gagasan 'Islam Nusantara'. Penting untuk membahasnya secara menyeluruh. Kalimat "Memperkuat Islam Nusantara Untuk Indonesia dan Peradaban Dunia". Tema ini menandakan bahwa "Islam Nusantara" merupakan tema besar dalam pengembangan NU dimasa mendatang.
Setelah "Islam Nusantara" menjadi tema besar Muktamar NU ke-33, gagasan tersebut justru dianut oleh dua tokoh NU, yakni Rais Am K.H. Mustofa Bisri dan Ketua Umum PBNU . Diusulkan dan dibahas olehK H Said Aqil Shiroj.Menurut KH Mustofa Bisri, "Islam Nusantara" merupakan solusi peradaban dimana nilai-nilai kerukunan dan kemasyarakatan yang diperlukan bagi masyarakat yang beradab diwujudkan dalam nilai-nilai "Islam Nusantara". "Islam Nusantara" sendiri berkembang di bawah kepemimpinan jaringan Aswaja Ulama yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam dan mampu berintegrasi ke dalam masyarakat sehingga menciptakan corak masyarakat Indonesia yang khas para ulama aswaja.
Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, mengedepankan persatuan, gotong royong, dan kohesi sosial dalam NKRI. Konsep ini mencerminkan pemahaman Islam Aswaja yang pada hakikatnya mempunyai rasa kasih sayang terhadap sesama. Di Timur Tengah yang merupakan kiblat Islam, muncul situasi yang berbeda dengan makna Islam, rahmatan lil alamin.Situasi di lapangan tidak lagi sejalan dengan pandangan non-Muslim, dengan banyaknya konflik yang disebabkan oleh gejolak politik dan agama, serta gejala Islamofobia yang muncul di negara-negara yang mayoritas non-Muslim.KH Mustofa Bisri mengatakan, "Islam Nusantara" adalah Islam yang diajarkan Warisongo yang ada di Indonesia dari dulu hingga sekarang, yaitu Islam yang damai, rukun, tidak mementingkan diri sendiri, dan membawa keberkahan bagi semua orang adalah sebuah ajaran.Walisongo mengajarkan Islam melalui perbuatan dan perkataan.
Menurut KH Said Aqil Siroj, "Islam Nusantara" adalah sarana untuk memajukan perdamaian melalui perpaduan Islam dan nasionalisme Untuk itu, NU sebagai penggagas akan mengekspor gagasan "Islam Nusantara" ke tingkat dunia, khususnya ke negara-negara Timur Tengah yang saat ini belum ada perdamaian. Dalam urusan keilmuan, banyak ulama Aswaja yang belajar bersama dengan ulama Timur Tengah, namun dalam mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya belum tentu mengikuti ulama Timur Tengah, dan bagaimana ulama Aswaja mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya?untuk mempelajari bagaimana menerapkannya. KH Said Aqil Siroj juga menyampaikan bahwa para ulama di Timur Tengah masih dalam tahap mempelajari ilmu-ilmu agama, namun belum sampai pada tahap pembinaan sumber daya manusia. Dalam hal ini ulama Timur Tengah berasal dari suku Aswaja.Para ulama mampu belajar.Selain itu, "Islam Nusantara" juga dapat digunakan sebagai ungkapan yang menegaskan Islam sebagai jaminan kesejahteraan dan perdamaian, seperti yang terjadi di Indonesia. Diharapkan jika negara lain memanfaatkan gagasan ``Islam Nusantara,'' arah peradaban Islam akan bergeser dari asal usulnya di Timur Tengah ke Indonesia.
Gagasan "Nusantara Islam" mendapat dukungan dan penolakan dari beberapa ulama sejak gagasan itu pertama kali dikemukakan. Dukungan terhadap gagasan ini datang dari KH Afifuddin Muhajir. Dikatakannya, gagasan ini dalam konteks ijtihadiyah syariah, bersifat dinamis dan tidak dimaksudkan untuk konteks akida, tasawuf, atau syaria tsawabith. Ijtihad Syariah ditandai dengan adanya hukum-hukum umum dan kadang-kadang prinsip-prinsip rinci, dan hukum-hukum mengenai Ijtihad dapat berubah tergantung pada situasi sosial.Ia mencontohkan kemampuan pedagang menentukan harga sebagai contoh syariah ini. Pada zaman Rasulullah Sallahu Alaihi Wasalam hal ini dilarang, namun pada zaman Tabi'in diperbolehkan. Perbedaan ini disebabkan oleh perubahan kondisi pasar. Pada zaman Rasulullah sallahu alaihi wasallam harga-harga meroket karena kelangkaan barang dan meningkatnya pasokan, namun pada zaman Tabi'in hal ini disebabkan oleh keserakahan para pedagang. Traveler membedakan antara perekonomian modern persaingan sempurna dan pasar monopoli atau oligopoli. Dengan pemahaman syariat ini, KH Afifuddin menyatakan boleh menambahkan nusantara lain setelah "Islam", artinya pemahaman, pengamatan dan penerapan Islam dalam Mu'amalah mengikuti hasil dialektis. Antara nash, syariah, agama dan budaya nusantara serta realitas.
Sementara Habib Rizik Shihab, sebaliknya, menolak gagasan tersebut. Ia memberikan delapan alasan penolakan gagasan tersebut, yang dapat diringkas menjadi dua alasan. Pertama, gagasan ini seolah-olah menunjukkan bahwa Islam tidak ditularkan kepada orang-orang non-Arab, melainkan kepada orang-orang Arab yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan Islam. Oleh karena itu, Islam harus beradaptasi dengan tradisi dan budaya yang berkembang di Indonesia. Akibatnya, Islam terbagi menjadi "Islam" yang berbeda-beda tergantung negaranya.Kedua, gagasan ini juga menekankan bahwa kita harus memeluk Islam, bukan Arab, sehingga segala sesuatu yang berbau Arab harus disingkirkan. Akibatnya, hukum dan tradisi Islam disebut hukum dan tradisi Arab, yang harus ditolak oleh penganut "Islam". Beberapa hukum dan tradisi Islam yang mungkin disingkirkan oleh gagasan ini adalah membaca Al-Quran dalam bahasa dan bahasa Arab, wanita Muslim berhijab, dan mengucapkan "Assalamualaikum" saat bertemu dan yang terakhir, mengubah bahasa Al-Quran menadi bahasa asli negara "Islam".
Pandangan kedua tokoh ini, baik yang mendukung maupun yang menentang, semoga dapat memberikan poin penting dalam merumuskan "Islam Nusantara" sebagai cita-cita yang patut dianut oleh masyarakat Indonesia. Dari pernyataan para tokoh NU yang menjelaskan maksud dan tujuan gagasan ``Islam Nusantara'', dapat diidentifikasi beberapa aspek positif atau manfaat dari gagasan tersebut. Pertama, hal ini memberikan perspektif baru kepada non-Muslim bahwa, meskipun konflik masih ada, negara-negara mayoritas Muslim tidak selalu berperang. Kedua, Dengan memberikan contoh penyelesaian konflik, memberikan solusi terhadap permasalahan konflik yang dihadapi di negara-negara mayoritas Muslim lainnya. Ketiga, menjelaskan bagaimana Islam tidak melakukan kekerasan dan membawa perdamaian bagi para pengikut Islamofobia. Keempat, memberikan model integrasi konsep nasionalisme dan agama yang merupakan permasalahan lama di dunia. Kelima, menjadikan Indonesia sebagai tempat dan kiblatnya ilmu-ilmu dunia Islam seperti ilmu sosial dan ilmu politik.
Terlepas dari kenyataan bahwa penerapan ide ini dapat membawa manfaat, beberapa penolakan dari umat Islam memberikan gambaran tentang kerugian dan kerugian yang akan timbul jika ide ini dapat diterapkan. Pertama, memperjelas perpecahan di kalangan umat Islam di seluruh dunia, karena perpecahan itu ada berdasarkan tata cara dan tradisi dalam pengamalan ajaran Islam.Kedua, non-Muslim mungkin menggunakan pemahaman yang berbeda mengenai budaya lokal sebagai alat untuk mengadu domba umat Islam. Ketiga, hukum-hukum dan tradisi-tradisi Islam yang mulia seperti tilawah, dzikir, dan salam semakin memudar. Keempat, semakin mudahnya menghina hukum dan tradisi Islam dengan menyebutnya sebagai budaya Arab. Kelima, mengurangi rasa hormat terhadap Nabi Muhammad Sharaf Alaihi Wasallam yang berasal dari Arab.Keenam: Meremehkan pentingnya reruntuhan Isiam yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta'ala, seperti Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Aqsa. Ketujuh: Mempromosikan ide-ide yang merugikan Islam atas nama toleransi dan kebebasan.
Terkait pro dan kontra penerapan gagasan "Islam Nusantara", ada beberapa hal yang bisa dikritisi.Pertama, konsep "Muslim Nusantara", meski masih idealis, namun sesuai dengan kenyataan. Artinya Islam seiring berkembangnya nusantara masih dalam proses penyempurnaan akidahnya, karena masih banyak tradisi Indonesia yang sangat tidak sesuai dengan akidah Islam. Contoh nyatanya adalah di banyak wilayah Indonesia, khususnya Pulau Jawa, yang masih banyak melakukan sesajen berupa hewan kurban, seperti di wilayah Banyuwangi. Seekor kerbau dikorbankan setiap tahun di Banyuwangi dan orang-orang berjalan melewatinya untuk mencari berkah. Meski kurban ini bertentangan dengan keimanan, namun Walisongo sebagai dai memperbolehkannya. Padahal mereka paham Akidah. Sebab, strategi dakwah Walisongo berlandaskan tradisi, dan jika Islam bertentangan langsung dengan tradisi Banyuwangi, maka mustahil Islam dapat diterima oleh masyarakat Banyuwangi.Oleh karena itu, mereka berusaha mengurangi korban jiwa yang tidak perlu. Hal ini merupakan salah satu syarat aktual berakhirnya masa akidah di Jawa, dan para ulama aswaja yang fokus pada kebudayaan hendaknya lebih mengembangkan tradisi ini.
Kedua, "Islam" yang konon bercampur dengan tradisi dan budaya Jawa masih mempunyai tradisi yang sangat unik, sehingga model "Islam Nusantara" tidak dijadikan contoh oleh dunia luar untuk menggunakannya sebagai Bertentangan dengan ini adalah hukum dasar Islam seperti pudingbon. Primbon merupakan kepercayaan masyarakat Jawa yang menyatakan bahwa segala kebahagiaan berkaitan dengan hari atau tanggal tersebut. Dalam hukum Islam, meramal dalam bentuk apapun secara tegas dilarang oleh Allah SWT. Itu luhur karena memalukan. Masyarakat Jawa di wilayah dakwah NU masih banyak yang mempercayai Primbon.Ini adalah tradisi Jawa dan masih tersebar luas dan dilakukan oleh banyak umat Islam di Jawa.
Ketiga, untuk menyelesaikan konflik di Indonesia, nasionalisme dan semangat solidaritas menjadi hal yang terpenting, serta kepasrahan para korban untuk menerima apa yang terjadi pada keluarga dan diri mereka sendiri. Model pembayaran ini tidak dimungkinkan dalam situasi di luar Indonesia. Karena di Indonesia sendiri, model pembayaran ini hanya berlaku pada komunitas tertentu saja, khususnya masyarakat Jawa. Alternatifnya, jika kelompok minoritaslah yang menyebabkan konflik, maka proses perdamaian mengharuskan kelompok mayoritas untuk bersabar dan tidak mengambil tindakan tegas terhadap kelompok minoritas. Proses ini berbeda dengan apa yang terjadi di Timur Tengah. Misalnya, di Arab Saudi, ketika terjadi perkelahian antara dua orang dan salah satu dari mereka terbunuh, tradisinya adalah membalas atau, jika mau, membayar uang tebusan dalam jumlah besar. Perbedaan inilah yang membuat Islam Nusantara sulit dirujuk dalam menyelesaikan konflik Timur Tengah yang berkepanjangan. Berdasarkan fakta di lapangan, konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah bukan semata-mata karena masyarakat tidak menerapkan syariat Islam dengan baik, melainkan mengadu domba umat Islam sehingga melemahkan dan didorong oleh kepentingan non-Muslim. bebas melaksanakan agendanya sendiri.