Lihat ke Halaman Asli

Nuraeni

Nuraeni

Antara Regulasi dan Otonomi Daerah...

Diperbarui: 12 Maret 2017   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi kepala sekolah, kini sebetulnya tidak mudah lagi. Dulu, mungkin sekarang juga masih ada....kalau ada guru bersebrangan dengan kebijakan kepala sekolah maka guru ini akan diusung (baca: dibuang) menjadi kepala sekolah. Beragam masalahnya, dari mulai guru yang suka mengkritik, guru yang malas mengajar, guru yang jarang hadir ke kelas, guru yang banyak utangnya, wah pokoknya macam-macam sikap negatifnya, kepala sekolah lantas pusing mengatasi jalan keluarnya. 

Sehingga pada akhirnya akan bermunculanlah kepala sekolah yang sangat tidak profesional. Tapi,,,,ini hanya sebagian kecil (mudah-mudahan). Seiring dengan berjalannya waktu berbagai macam regulasi hadir, Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah kemudian disusul dengan Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010. Rekrutmen Kepala Sekolah dari tiap jenjang harus mengacu pada aturan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru menjadi Kepala Sekolah (yang susungguhnya ini adalah aturan yang harus dilaksanakan di tahun 2010, namun secara bertahap tiap provinsi/kabupaten/kota mulai merintis pengrerkrutan KS mengacu kepada permendiknas ini). 

Diketahui, Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 merupakan pengganti Kepmendiknas Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.  Ke depan proses pengangkatan calon kepala sekolah baik tingkat SD, SMP maupun SMA sederajat sudah mempunyai acuan yang jelas. Semuanya bertujuan agar didapatkan kepala sekolah dengan kemampuan memimpin dan memajukan sekolah yang mumpuni.

Nah, untuk bisa menjadi seorang kepala sekolah, perlu ada persiapan-persiapan khusus. Mulai proses administrasi hingga akademik yang harus terpenuhi. Calon kepala sekolah wajib mengikuti proses pendidikan dan pelatihan minimal 100 jam serta praktik lapangan minimal tiga bulan yang dilaksanakan oleh LP2KS.

Selain itu, harus ada suatu bukti bahwa calon kepala sekolah tersebut berkompeten dan punya keterampilan manajerial di dalam mengelola sekolah. "Intinya, bahwa mereka harus punya standar kompetensi calon kepala sekolah”. Dengan begitu, diharapkan pengangkatan kepala sekolah tidak lagi didasarkan pada prinsip like and dislike.

Dalam proses pengangkatannya, calon kepala sekolah/madrasah harus pula melalui penilaian akseptabilitas oleh tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah yang ditetapkan oleh pemerintah. Baik pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota atau penyelenggara sekolah/madrasah.

Lalu, masa jabatan kepala sekolah pun saat ini dibatasi. Seorang kepsek diperbolehkan menjabat kedua kalinya bila dinilai memiliki prestasi dan kinerja minimal baik. "Kalau sudah dua periode bisa diangkat kembali, tetapi pada sekolah yang lain dengan prestasi amat baik.

Sebelum bisa diangkat lagi, kepala sekolah itu harus turun jabatan dulu menjadi guru biasa. Sayangnya, penerapan ketentuan-ketentuan dalam Permendiknas ini sedikit banyak mengalami kendala di daerah. Pasalnya, tidak semua daerah kondisinya sama. Hal ini tergantung kepada kebijakan pemerintah setempat.

”Faktanya, tidak semua siap menerapkan aturan baru ini. Makanya, penerapan Permendiknas itu akan sangat tergantung pada kepala daerah dan kondisi daerah masing-masing”.  Namun, dengan keterbatasan kesiapan daerah tentu saja ketentuan dalam Permendiknas No 28 Tahun 2010 itu tidak akan bisa diterapkan seluruhnya.

Apa saja persyaratan untuk menjadi seorang kepala sekolah?

1. Kualifikasi Umum Kepala Sekolah/Madrasah adalah sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline