Lihat ke Halaman Asli

Tahun 1995 sudah Ada Kejahatan Angkot

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 1995...

Malam itu saya dan 2 orang teman pulang les Bahasa Inggris.Dalam sekejap angkot dipenuhi penumpang, kebanyakan siswa les Bahasa Inggris.Jam 9 malam kota Bogor diguyur hujan, syukurlah makin lama semakin reda.Satu per satu penumpang turun hingga tanpa terasa penumpang tinggal kami bertiga.

Sepanjang jalan kami ngobrol berbagai hal dan tiba-tiba pak sopir bertanya, “turun di mana neng...”.

“Di empang pak..”. (maksudnya Jalan Empang).

“Empangnya di mana neng...”.

“Di apotik pak...”.

“Tinggalnya di sebelah mananya apotik empang neng...”.

Aduh..si bapak kenapa nanyanya gitu amat yah..sebagai perempuan dan anak kost tentu saja kami tidak berani menceritakan dengan detail alamat kost kami.Sehingga kami pun tidak menjawab pertanyaaan pak sopir dan kami melanjutkan obrolan yang sempat terhenti.

Tiba-tiba di pertigaan, angkot melaju lurus dengan kencang.

“Pakkk....belok kanan pak, kita turun di Empang..”, kami berseru-seru dengan gugup dan takut.

“Si eneng tadi ditanya tinggalnya di mana gak mau jawab, ya udah saya lurus aja...:.

“Pak..kita udah jawab turun di apotik, tolong berhenti pakkkk....”...aduh bagaimana ini.

“Kalau bapak tidak mau berhenti, saya mau loncat aja pak..”.

Saya yang duduk paling dekat dengan pintu menimbang-nimbang loncat atau nggak (angkot di Bogor tidak pakai kenek).. kalau loncat, pastinya saya bakal terjatuh, terguling, luka-luka. Tapi kalau tidak jatuh, saya takut diapa-apain sama sopir.

“Astaghfirullah....tolong pak..berhenti pak...kalau gak berhenti, kita mau teriak-teriak minta tolong orang pak..”.

Tiba-tiba, sekonyong-konyong... pak sopir menghentikan angkotnya.

Tanpa menunda-nunda, kami segera berloncatan dari angkot.

Saya mendekati pintu depan kiri dan melempar ongkos angkot.Saya lempar uang Rp 1.000,- sebagai ongkos angkot bertiga (@ Rp 250,-), tentu saja saya tidak berani minta kembalian.

Kami berlari-lari sekuat tenaga menuju Jalan Empang, untunglah belum terlalu jauh...

Akhirnya kami sampai di kos dengan selamat...Alhamdulillah.

Apabila mengingat kejadian 17 tahun yang lalu, kami sangat bersyukur, heran dan geli.

Geli karena di tengah kepanikan...masih sempat melempar ongkos angkot...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline