Tahun ajaran baru sudah dimulai sejak hari Senin, 11 Juli 2022 kemarin. Hal ini berlaku untuk sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sedangkan untuk sekolah-sekolah di bawah Kementrian Agama (Kemenag) baru akan dimulai hari Senin, 18 Juli 2022.
Terdengar hangat obrolan ibu-ibu di segala penjuru, di warung, di pasar, di sekolah, pun di teras rumah soal anaknya, anak tetangganya, anak saudaranya, anak tetangga saudaranya, anak tetangga temannya, dan anak-anak lainnya yang diterima maupun tidak diterima di sekolah tertentu.
Sistem Zonasi pun tak luput dari obrolan tersebut. Sebagian ada yang protes, ada yang setuju, dan ada pula yang sekedar manggut-manggut (agar tidak disinggirkan dari kelompok sosial) dengan kebijakan tersebut.
Lalu apa sih sebenarnya sistem zonasi yang akhir-akhir ini hangat jadi pembicaraan ibu-ibu?
Maklum, di daerahku yang cukup ndeso, di ujung Kabupaten Banjarnegara, sistem ini masih terbilang cukup baru bagi ibu-ibu.
Sistem Zonasi
Sistem zonasi pertama kali disampaikan tahun 2017 oleh Menteri Pendidikan kala itu, Muhajir Effendy. Sistem zonasi diterapkan untuk mengurangi kesenjangan pendidikan dan mencegah adanya kastanisasi dalam dunia pendidikan.
Sistem zonasi sekolah adalah sistem pengaturan penerimaan siswa di sebuah sekolah berdasarkan zona sekolah dalam radius tertentu. Jadi, diharapkan siswa yang sekolah di suatu sekolah adalah mereka yang tinggal dekat dengan sekolah.
Hemat saya sebagai pendidik dan pengamat, dalam praktiknya di lapangan sistem ini memiliki beberapa kelebihan.
Kelebihan Sistem Zonasi
Menurut pengamatan saya, kelebihan dari sistem zonasi adalah sebagai berikut:
1. Meratanya sumber daya manusia di tiap sekolah (negeri)