Apakah anda baru-baru ini mendapat pesan suara dari pihak whatsapp terkait penjualan saham whatsapp kepada salah satu pengusaha asing? Apakah anda kemudian menyebarluaskan berita tersebut kepada teman-teman anda agar anda tidak dikenai tagihan tiap bulannya? Jika iya, berarti anda sudah termakan berita hoaks.
Sebagian besar dari kita ketika mendapatkan pesan tersebut akan serta merta menyebarluaskan pesan secara masal kepada kontak yang ada dalam akun kita. Bahkan beberapa di antara kita tidak mendengarkan dengan seksama berita tersebut sebelum menyebarluaskannya.
Selain audio yang mengatasnamakan pihak pimpinan whatsapp, baru-baru ini juga terjadi kerusuhan di daerah ibukota yang diduga terjadi akibat berita hoaks. Kerusuhan diawali dari informasi bahwa Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sedang mengadakan diskusi Partai Komunis Indonesia (PKI). Informasi ini kemudian menyulut emosi masyarakat yang anti-PKI dan berakhir dengan pengepungan di LBH.
Berita-berita bohong tanpa sumber yang jelas seperti ini biasa kita kenal dengan istilah hoaks. Akhir-akhir ini tanpa kita sadari banyak sekali berita hoaks yang ada di sekitar kita. Berita hoaks tersebut sebagian besar tersebar melalui media sosial.
Definisi Hoaks
Hoaks dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi V dikategorikan sebagai adjektiva dan nomina. Sebagai adjektiva kata hoaks berarti tidak benar atau bohong. Dalam penulisannya sebagai frasa, hoaks ini menggunakan kata yang diterangkan terlebih dahulu, misalnya "berita hoaks". Namun, hoaks juga bisa berdiri sebagai nomina dengan arti berita bohong.
Hoaks sendiri mulai menjadi kata yang sering digunakan masyarakat seiring dengan perkembangan media sosial (medsos) yang semakin popular di kalangan masyarakat. Lalu kapan sebenarnya hoaks pertama kali muncul?
Dilansir dari situs berita Antara, Jumat 6 Januari 2016, asal kata hoaks diyakini ada sejak ratusan tahun sebelumnya, yakni saat itu dikenal dengan istilah hocus dari mantra hocus pocus.
Dalam buku "Museum of Hoaxes" Alexander Boese mencatat hoaks pertama yang dipublikasikan adalah penanggalan palsu yang dibuat Isaac Bickerstaff pada tahun 1709. Ia meramalkan kematian astrolog John Partridge untuk mempermalukan Partidge di mata publik.
Isaac pun membuat obituary palsu tentang Partidge pada hari yang diramal sebagai hari kematiannya. Hal ini menyebabkan Partidge berhenti membuat almanac astrologi hingga enam tahun setelah hoaks tersebut beredar.