Tingkat setres dan ganguan kesehatan mental pelajar dan mahasiswa dewasa ini meningkatkan 5 kali lebih tinggi di bandingkan kondisi yang diderita pelajar dan mahasiswa pada era depresi besar 1983 silam. Pemicu berasal dari sekolah dan budaya polisi dalam kehidupan sehari-hari.studi Twenge dan tim peneliti dari monnesota multiphasic personality inventory (MMPI) mengungkapkan bahwa budaya popular dan faktor eksternal, seperti kekayaan keluarga, status hingga penampilan mempengaruhi tingkat kesehatan mental para pelajar dan mahasiswa.
Penelitian di pimpin Twenge di lima universitas dan melibatkan 77.576 pelajar dan mahasiswa serta membandingkan data tahun 1938 hingga 2007. Secara umum, rata-rata pelajar pada tahun 2007 mengalami tekanan mental lima kali lebih besar dari pada pelajarpada usia yang sama di tahun 1938. Dalam dua kategori gangguan mental lainnya. Jumlahmeningkat hingga enam kali.
Penderita hypomania atau keadaan mental yang selalu ketakutan atau sikap optimis berlebihan melonjak secara signifikan menjadi 31 persen pada 2007. Pada 1938, penderitanya hanya lima persen pelajar, tingkat depresi yang dialami pelajar meningkat dari satu persen menjadi enam persen.
Penelitian memperkirakan nilai actual penderita depresi lebih besar. Sebab sebagian pelajar minum obat anti depresi dan pengobatan psikotropika untuk meredahkan gejala-gejala depresi. Tingkat penyimpangan psikopatik yang berkaitan dengan perilaku menyimpang meningkat menjadi 24 persen pada 2007. Presentase gangguan mental tahun 1938 hanya mencapai lima persen pada mahasiswa dan pelajar dalam bukunya yang terbit 2006, Twenge menyebutkan budaya popular mempengaruhi mental di kalangan pemuda. Sebagian besar pelajar dan mahasiswa mengaku ada keterkaitan dan tekanan menjadi orang kaya dan sukses (77 persen dari responden)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H