Lihat ke Halaman Asli

Nur Fajrina

Bogor Regency

Ospek di Luar Batas Kewajaran, Nyawa Pun Melayang

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOMPAS.com — Meninggalnya FDS, mahasiswa baru di sebuah institut di kota M, diduga akibat disiksa oleh oknum fendem (panitia keamanan ospek) yang berlangsung pada 9-13 Oktober 2013 lalu. Menurut rekannya, FDS, mahasiswa baru asal Mataram, Lombok, NTB, itu disiksa karena berupaya untuk melindungi para mahasiswa lain yang mengikuti ospek. "FDS mencoba melindungi peserta ospek lainnya. Upaya itu diketahui oleh pihak panitia. Saat itu, panitia semakin brutal kepada FDS," kata Lalu Mustaqim, koordinator aksi, kepada Kompas.com, Senin (9/12/2013). Dikutip dari http://regional.kompas.com/read/2013/12/09/1207343/Fikri.Diduga.Tewas.akibat.Disiksa.karena.Lindungi.Teman Demikian berita yang saya baca di internet belum lama ini. Saya jarang sekali menonton televisi kecuali pada saat berada di rumah di Cilacap. Untung aja sekarang internet semakin booming sehingga berita-berita terkini pun dengan mudahnya diakses via internet maupun akun-akun berita di twitter. Kasus kematian bukan yang pertama kali ini saja terjadi saat pelaksanaan orientasi mahasiswa atau ospek atau kegiatan dalam area intitusi pendidikan. Berita terakhir kabar kematian yang terjadi beberapa bulan silam itu membuat banyak pihak sekaligus saya , terhenyak. Masa orientasi siswa maupun mahasiswa idealnya adalah ajang pengenalan siswa atau mahasiswa baru ke dalam lingkungan dan aturan dalam jenjang pendidikan baru yang akan ditempuhnya. Memang, sebagian kegiatan orientasi tersebut tidak lepas dari aturan yang bersifat senioritas. Masih ingat masa orientasi siswa (MOS) yang pernah kita alami? Ada yang disuruh nyanyi kalau terlambat masuk, diwajibkan memberi hormat kalau ketemu kakak pembina OSIS, latihan kedisiplinan yang kadang dibuat-buat untuk ajang cari kesalahan dan hukumannya harus minta tanda tangan kakak kelas..hehehe. Ada yang disuruh kuncir rambut pakai tali rafia warna-warni. Ada yang dihujani dengan hukuman permainan-permainan yang lucu dan konyol. Atau peraturan baris-berbaris yang sangat ketat. Atau saat OSPEK. Banyak ajang perpeloncoan disuruh penugasan ini-itu yang ribet dan bikin jam tidur kurang. Serta agenda OSPEK yang full dari pagi sampai maghrib. Katakan lah saja, cara-cara itu digunakan untuk ‘mendisiplinkan si anak baru’ agar nggak cengeng dan nggak manja. Oke sih...asalkan masih dalam batas koridor yang bersifat wajar. Bagaimana dengan berita kematian di atas? Si korban sudah kepayahan, dengan kondisi fisik yang tidak kuat lagi mengikuti kegiatan dan tidak diperkenankan untuk minum dalam jumlah yang cukup, ditambah dengan penyiksaan fisik lainnya oleh para senior. Korban yang berasaldari jurusan planologi tersebut menghembuskan nafas terakhir di lokasi. Entah seperti apa perasaan orang tua korban saat mengetahui kabar tentang kematian anaknya yang (bisa dikatakan) tidak wajar. Sedih? Tentu. Bahkan seandainya saya jadi orang tua atau sodara korban, kalau bisa saya akan menuntut para pelaku agar dihukum seadil-adilnya. Mungkin di mata mereka , mem-bully anak baru kesannya keren. Yach...hitung-hitung sebagai pelajaran uji ketahanan psikis. Namun, menurut saya cara-cara yang tidak wajar seperti itu lebih terkesan ke arah yang menunjukkan “Ni lho, gue senior! Lo mesti patuh sama gue..nurut sama semua aturan gue!” Namun, tidak adakah cara yang lebih memanusiakan manusia daripada sekedar penyiksaan berkedok ospek? Seakan nyawa itu harganya ‘murah’... Beruntung saya tidak pernah mengalami maupun melihat secara langsung masa orientasi yang menyebalkan. Waktu SMA seleksi masuk OSIS, paling-paling disuruh bangun tengah malam..berdiri di lapangan dalam posisi berdiri tegak..nggak boleh gerak..atau akan dibentak-bentak, disuruh ngapalin nomer pesertaku yang jumlahnya 29 digit angka. Besoknya, diuji presentasi spontan tentang pengetahuan OSIS...trus hiking...diceburin di kali. Gitu aja. Sedangkan sebagian jam masa orientasi siswa di SMA diisi dengan materi yang diberikan oleh kepala sekolah, guru dan kakak OSIS. Waktu SMP, paling-paling disuruh nyanyi, joget kalau melakukan kesalahan. Waktu OSPEK malah lebih selow lagi. Secara anak Fakultas Ilmu Pendidikan jadi OSPEKnya full tentang materi-materi, pengenalan area dan struktur kampus, atau permainan yang bersifat edukatif di lapangan. Ada juga penugasan yang cukup ribet, ya enggak apa-apa...namanya juga OSPEK. Saat pembekalan sebelum ke daerah 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan), saya dididik selama 10 hari di Akademi Angkatan Udara (AAU) bersama peserta lainnya. Nggak tanggung-tanggung, yang melatih kami adalah pelatih TNI dari AAU. Siapa bilang untuk menguji ketahanan mental dan nyali seseorang harus menggunakan kekerasan? sebagian foto kegiatan saat pembekalan di AAU Pada hari pertama kami jalan kaki mengelilingi area AAU yang jauhnya kira-kira 10-15 kilometer. Kami diajari untuk disiplin. Bangun saat adzan subuh, olahraga, sarapan tiga kali sehari dengan teratur dengan menu yang bergizi. Kami diingatkan cara mensyukuri makanan dengan cara WAJIB menghabiskan porsi makanan yang diambil di piring. Setiap meja diatur dan diisi dengan 6-8 kursi dan sudah disediakan porsi makan, minum, lauk dan buah yang wajib dibagi oleh anggota tanpa bersuara. Ada juga uji ketahanan fisik dan kedisiplinan berupa baris berbaris dan latihan upacara yang....sangat ketat. Peringatan bahwa baju kami harus selalu rapi. Nggak rapi sedikit saja, pelatih akan membentak kami. Apakah yang benar-benar sakit diperbolehkan istirahat? Oh tentu saja. Bukan sekedar boleh istirahat, melainkan juga diberi obat. Ada juga porsi uji keberanian dengan merayap di tali di ketinggian, rafting (terjun bebas dengan tali pengaman dari ketinggian 15 meter), sampai lintas danau dengan merayap di tali). Sebagian peserta merasa takut, tetapi para pelatih men-sugesti kami agar percaya dengan kemampuan diri bahwa sebenarnya kami BISA. Tidak sekedar kegiatan yang melelahkan, kami diberi banyak materi yang berbobot. Akhirnya tidak sekedar ilmu dan pengalaman yang didapat. Ada kebersamaan sesama peserta yang hampir semua belum saling kenal pada awalnya. Menurut pandangan saya, sistem masa orientasi yang di luar batas kewajaran tidak mustahil untuk dihentikan. Untuk memunculkan ‘kesadaran’ bagi pelaku sebenarnya bisa dimulai dengan ketegasan yang seharusnya diberikan oleh pihak petinggi dari institusi pendidikan yang berwenang berupa larangan atau sangsi yang akan dikenakan jika melakukan tindakan di luar batas dan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan kampus secara maksimal. Salam Edukasi dari Surabaya :-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline