Lihat ke Halaman Asli

Dampak Biologis dan Psikologis Pernikahan Dini

Diperbarui: 20 Desember 2023   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada era yang sudah berkembang saat ini, dengan pola pikir masyarakat yang sudah maju dan modern, ternyata masih terdapat sebagian masyarakat yang tetap berpegang teguh pada kebiasaan terdahulu. Terkadang mereka tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan dengan alasan sudah menjadi adat daerah. Salah satunya yaitu pernikahan dini. Tidak bisa dipungkiri bahwa peristiwa tersebut masih banyak terjadi di Indonesia. Bahkan menurut data dari UNICEF per-akhir tahun 2022, Indonesia tercatat sebagai peringkat kedelapan dunia dan peringkat kedua ASEAN dengan jumlah kasus pernikahan dini sebanyak 1,5 juta kasus. Sedangkan menurut Komnas perempuan, pengadilan agama memberikan keringanan untuk melangsungkan pernikahan tersebut karena beberapa faktor yang bersifat mendesak. Misalnya anak perempuan yang telah hamil dan kekhawatiran orang tua dengan beranggapan anak akan melakukan zina.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini diantaranya yaitu, sudah menjadi adat istiadat masyarakat, jika sudah berkenaan dengan hal tersebut cukup sulit untuk merubah pola pikir masyarakat terutama orang tua dan masyarakat yang tinggal di kawasan desa. Kemudian adanya masalah ekonomi, yaitu ketidakmampuan dalam memenuhi biaya untuk melanjutkan pendidikan. Hal ini menyebabkan anak memiliki pendidikan yang rendah, sehingga akan sulit memperoleh pekerjaan. Kondisi tersebut akan menjadi masalah nantinya bagi pelaku pernikahan dini. Faktor selanjutnya yaitu adanya teknologi yang canggih, dengan adanya sosial media saat ini, berkomunikasi dengan siapapun menjadi lebih mudah dan luas. Hal ini merupakan salah satu yang harus diwaspadai oleh orang tua. Orang tua harus mengawasi bagaimana hubungan anak dengan teman-temannya, karena seorang anak dengan rasa keingintahuannya tidak akan segan untuk mencoba sesuatu yang baru. Kemudian faktor yang sangat berisiko terjadinya pernikahan dini yaitu pergaulan bebas. Pergaulan anak juga harus diawasi oleh orang tua, sehingga tidak terjerumus dalam pergaulan yang tidak baik.

Berdasarkan faktor diatas, tentu ada dampak yang ditimbulkan terutama bagi anak perempuan. Dampak tersebut yaitu dampak biologis dan psikologis. Dampak biologis diantaranya, yang pertama yaitu masalah kesehatan dalam masa kehamilan, karena pada usia tersebut organ reproduksi masih dalam proses pematangan. Kedua pada saat persalinan, yang umum terjadi yaitu ketidakseimbangan antara besar kepala bayi dengan lebar pinggul ibu, sehingga harus dilakukan operasi caesar. Selain itu, dapat terjadi ketuban pecah dini hingga pendarahan yang mengancam nyawa ibu dan bayi. Ketiga terjadinya stunting pada anak, hal ini terjadi karena tidak terpenuhinya gizi yang cukup bagi anak. 

Keempat meningkatnya angka kematian perempuan, sudah jelas bahwa setelah melakukan pernikahan yang mengalami masa kehamilan dan melahirkan adalah perempuan, dengan berbagai resiko yang telah dijelaskan diatas, tentu memungkinkan dapat menyebabkan kematian, terlebih lagi ini akan terjadi pada anak usia dini. 

Yang kelima yaitu dampak pada psikologis anak. Inilah yang harus menjadi perhatian khusus bagi orang tua sebelum memutuskan untuk menikahkan anaknya, karena dampak psikologis dapat dirasakan dalam jangka waktu yang panjang. Beberapa dampak psikologis yaitu depresi, keadaan yang sangat mungkin terjadi kepada anak laki-laki ataupun perempuan. Misalnya terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang menyebabkan trauma, peristiwa lain seperti keguguran dan sulitnya mendapat pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selanjutnya kecemasan, pada usia dini atau remaja, seorang anak tentu belum mampu mengelola dan mengontrol emosi dengan baik. Selain itu, mereka juga belum mampu mengambil keputusan yang tepat, sehingga ketika harus dihadapkan dengan situasi tersebut, maka mereka akan mengalami kecemasan. Ketiga yaitu mengalami Babby blues, yang merupakan depresi ringan seorang ibu pascamelahirkan. Keadaan ini menyebabkan ibu menjadi lebih emosional, seperti mudah sedih dan marah. Jika anak telah mengalami dampak psikologis seperti diatas, maka harus segera ditangani, karena jika tidak depresi yang semula ringan bisa menjadi depresi berat, sehingga tak jarang mereka akan berpikir untuk melakukan bunuh diri.

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pernikahan dini. Beberapa cara tersebut yaitu, dengan adanya pendidikan formal disertai fasilitas yang memadai, terutama di desa-desa kecil. Setidaknya anak-anak dapat menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SMA. Dengan demikian, mereka memiliki kesempatan mendapat pekerjaan yang lebih layak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya kelak. 

Cara selanjutnya yakni memberikan edukasi tentang seks pada anak. Hal ini berkaitan dengan cara sebelumnya, dimana pendidikan berperan penting sebagai jalan untuk memberikan pelajaran dan memperluas wawasan pada anak. Lalu cara yang tak kalah penting yaitu memberikan sosialisasi dan pemahaman pada masyarakat sekitar, terutama orang tua. Hal yang perlu disampaikan kepada mereka adalah banyaknya dampak negatif yang akan dialami anak jika mereka dinikahkan pada usia dini. Masyarakat sekitar dan orang tua bisa dikatakan sebagai kunci terjadi atau tidaknya pernikahan dini, karena anak seusia tersebut pasti cenderungan mengikuti perintah orang tuanya. Cara berikutnya yaitu menciptakan kesetaraan gender, hal ini tentu diperlukan, mengingat banyaknya orang-orang yang memandang rendah perempuan. Mereka cenderung menyepelekan kemampuan perempuan dan menganggap bahwa perempuan tidak akan lebih hebat dari laki-laki. Kondisi tersebut secara tidak langsung membuat perempuan seoah-olah bergantung pada laki-laki. 

Semua cara yang telah dijelaskan diatas tentu tidak lepas dari peran pemerintah, bahkan pemerintah telah membentuk Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Dalam Undang-Undang tersebut telah ditetapkan batas usia yang diizinkan untuk menikah yaitu keduanya harus berusia minimal 19 tahun. Jadi, untuk menekan kasus pernikahan dini perlu adanya kesadaran yang kemudian didukung dengan beberapa upaya seperti diatas. Seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah harus ikut serta dalam upaya tersebut, sehingga kasus pernikahan dini tidak terjadi lagi di Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline