Lihat ke Halaman Asli

Ranah Keagamaan "Basis Online" Pasca Pandemi

Diperbarui: 5 Mei 2020   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Merebaknya wabah Covid-19 membuat perilaku masyarakat mengalami perubahan secara "mendadak". Tergolong ke dalam perubahan revolusi (berlangsung secara cepat).

Mengutip perkataan Selo Sumardjan ia mengartikan  perubahan sosial adalah perubahan pada lembaga - lembaga kemasyarakatan di dalam satuan masyarakat (dalam buku perubahan sosial di Yogyakarta).Lihat saja bagaimana aktivitas birokrasi, ekonomi, endidikan bahkan aktivitas keagamaan juga "mendadak" harus dilakukan secara online yang berpacu pada teknologi.

Kegiatan Khusus di bidang keagamaan misalnya seperti yang dilakukan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, (8/4) harus melaksanakan istighosah kubro juga secara online. Acara ngaji kajian kitab kitab dan tadarus khatam Alquran secara online juga banyak ditemukan dalam komunitas grup media sosial seperti WhatsApp, Instagram, Twitter, Youtube, Facebook dan lain-lain.

Semula kegiaatan kegiatan tersebut dilakukan secara tatap muka langsung  di pondok pesantren, masjid atau tempat peribadatan lain, namun kini perubahan baerbasis online sangat signifikan.

Kegiatan keagamaan ini seolah lebih gencar dilakukan oleh masyarakat pengguna media sosial seiring dengan merebaknya wabah pandemi Covid-19 yang terus menunjukkan tingkat penyebaran yang semakin mengkhawatirkan.

Masyarakat meyakini bahwa di balik adanya virus yang mewabah ini adalah bagian dari wujud adanya kekuasaan yang dimiliki oleh Tuhannya. Karenanya dalam kegiatan istighosah kubro yang dilakukan secara online ini diyakini dapat menjadi doa agar bangsa Indonesia dan seluruh negara segera berakhir dalam menghadapi musibah ini.

Benar adanya prediksi yang beredar sebelumnya, perubahan sosial keagamaan dari offline menjadi online akan terus berlanjut seiring dengan tibanya bulan suci Ramadhan..Apalagi, sebagai bentuk langkah antisipasi agar Covid-19 segera terputus mata rantai penjangkitannya.

Menteri Agama Fachrul Razi juga telah membuat imbauan melalui surat edaran Nomor 6 Tahun 2020 agar kegiatan bagi umat muslim agar melakukan taraweh, solat jumat dan tadarus  dengan #dirumahaja. Hal demikian tentu mempengaruhi perubahan perilaku, kebiasaan di tengah masyarakat pasca pandemi dalam beribadah di bulan suci Ramadhan.

Perubahan sosial dalam raanah keagamaan yang dilakukan secara online, ngaji dan tadarus Alquran yang juga dilakukan secara online memberikan petunjuk bagaimana realitas keagamaan tidak hanya dapat dilakukan di ruang offline saja tetapi juga mungkin terjadi dalam ruang virtual. Realitas ini menegaskan adanya migrasi keagamaan yang mulai tampak seiring dengan adanya wabah Covid-19.

Irwanda Wisnu Wardhana dalam tulisannya Wabah Corona dan "Telecommuting (detikcom, 8/4) menyebutkan sebagai realitas yang terjadi karena dipaksakan oleh keadaan sehingga masyarakat menghadapi virus Covid-19 yang mewabah ini terpaksa harus menerapkan telecommuting atau WFH secara massal dan serentak. Tidak menutup kemungkinan pemaksaan itu juga terjadi dalam kepentingan keagamaan.

Efektifkah ?? Akankah realitas keagamaan online seiring dengan adanya pandemi Covid-19 ini sekadar sebagai alternatif karena adanya pembatasan kegiatan keagamaan oleh pemerintah, atau realitas ini akan tetap bertahan dan dipertahankan sebagai bentuk keagamaan yang lebih efektif? Mengingat, sarana online ini lebih praktis dan efektif dilakukan, meski belum tentu juga bisa dipastikan dapat menjanjikan hasil yang lebih maksimal dalam menjalankan keagamaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline