Pekerjaan rumah atau PR merupakan upaya yang di lakukan guru yang bertujuan agar siswa lebih giat, aktif dan meningkatkan pemahaman materi yang telah di sampaikan guru. Namun kerap kali pekerjaan rumah atau PR yang di tugaskan kepada siswa kerap menjadi sesuatu yang menakutkan dan frekuensi tugas yang diberikan cukup banyak sehingga dinilai dapat memicu stress pada siswa. Oleh sebab itu, pemberian PR kepada siswa kerap memicu pro kontra dalam system pembelajaran di sekolah.
Pemberian PR menimbulkan dinamika dan memiliki dua sisi yakni negative dan positif. Jika siswa di berikan PR yang sesuai dengan durasi belajar yang tepat, maka PR berdampak positif karna dapat meningkatkan sikap tanggung jawab siswa, mengetahui kemampuan siswa, mengeksplore pengetahuan siswa. Di balik sisi positif tersebut, realita di lapangan berbeda. Kerap pemberian PR sudah tidak sesuai porsinya. Sekolah Dasar kini frekuensi memberikan PR terlalu banyak yang harus mereka kerjakan, sehingga dinilai pemberian PR tidak efektif. Karna memicu kejenuhan pada siswa dan membuat siswa tertekan, hal ini dianggap sebagai sumber utama stress, penurunan kesehatan dan berkurangnya interaksi sosial.
Jika menggunakan kacamata psikologi, pemberian PR yang tidak sesuai porsi dan frekuensi yang tinggi hal ini tidak sselaras dengan tugas perkembanagan anak yang berada pada rentang usia 6-12 tahun, sejatinya tugas perkembangan anak yaitu kemampuan-kemampuan yang ada pada anak di tingkat pendidikan sekolah dasar. Setiap anak terlahir istimewa, karena memiliki kemampuan dan minat yang berbeda-beda.
Oleh karena itu seorang anak sebaiknya tidak di paksakan untuk memiliki aspek perkembangan yang sama dengan anak seusianya. Oleh karena itu peran guru dan orangtua hendaknya memiliki kapabilitas pengetahuan sebagai usaha untuk mengoptimalkan aspek perkembangan anak karena, jika tiap aspek berkembang dengan baik, maka outputnya anak akan mampu menjalankan tugas-tugas perkembangannya dengan baik juga.
Teori sosial yang relevan dengan fenomena siswa SD yang kerap mengalami stress karena, pemberian PR yang tidak sesuai porsi dan frekuensi yang tinggi yaitu teori Self-determination (pengaktualan diri) di kemukakan oleh Edward Deci dan Richard Ryan.
Teori ini menjelaskan bahwa pemberian pujian pada setiap proses pembelajaran yang di lalui siswa di nilai sangat penting, namun pemberian pujian yang berlebihan dapat merubah dan mengganggu kebutuhan dasar siswa. Penting bagi orangtua dan guru memberikan apresiasi yang seimbang dan mengakui proses siswa, dan tidak hanya berorientasi pada hasil belajar. Selain itu, sebaiknya siswa diberikan ruang untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka untuk mendukung tugas-tugas perkembangan siswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H