Lihat ke Halaman Asli

Nur Khasanah

Mahasiswa Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Stai Sunan Pandanaran

Peleburan Ayat-ayat Alquran sebagai Syariat Ataukah Tradisi?, "Aspirasi Keagamaan Islam Indonesia"

Diperbarui: 27 Juli 2019   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perlu kita garis bawahi, studi tentang Alquran tidak hanya dimaknai sebagai sebuah kitab suci agama Islam saja, tetapi juga membahas fungsi Alquran yang isinya berusaha diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Di Indoneisa sendiri, Islam datang ketika agama-agama besar seperti Hindu dan Buddha selama berabad-abad lamanya, di tempat yang berbeda, ajaran animisme dengan segala bentuk keyakinan dan ritualnya telah mengalami masa perkembangan, di mana agama dan keyakinan itu menyatu dalam kehidupan masyarakat. 

Ketika saudagar dan ulama Timur Tengah datang menyebarkan Islam, tradisi-tradisi yang mengakar kuat di masyarakat dibiarkan berlangsung apa adanya dan sebagian pula disesuaikan dengan syariat Islam.

Membahas tentang syariat dan tradisi menjadi salah satu ciri khas Islam Indonesia, mengapa demikian, karena masyarakat Islam Indonesia meresponnya dengan berbagai macam bentuk variasi pada implementasi penerapan dan kepercayaan. 

Sebut saja seperti judul di atas yakni peleburan ayat-ayat Alquran, maksud dari peleburan disini adalah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) peleburan berarti proses, cara, atau tempat meleburkan. Jadi, peleburan ayat-ayat Alquran disini merupakan fenomelogi prilaku masyarakat terhadap ayat Alquran yang dianggap dapat menjadi petunjuk sebagai tombo ati (obat hati), tombo awak (obat jasmani), sarana perlindungan, dst. 

Contoh di antaranya meliputi ayat Alquran yang ditulis di sebuah kertas, benda lain seperti piring, gelas, bahkan pembakaran terhadap Alquran yang kemudian diminum guna orang tersebut dapat dari berbagai macam penyakit, dan diberi kecerdasan dalam menghafalkan ayat-ayat Alquran.

Untuk mencakup secara keseluruhan dalam pembahasan ini, penulis mengambil contohnya yaitu Perayaan Rabo Wekasan adalah ritual keagamaan dalam bentuk shalat, mandi, membaca shalawat dan kegiatan keruhanian yang lain, yang penulis singkat menjadi "RKS" dalam mempermudah pembacaannya. 

Ritual ini dilakukan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Perayaan Rabo wekasan bertujuan untuk mensyukuri nikmat Allah serta menolak berbagai musibah. Bagi kebanyakan orang Jawa, ini bukan  tradisi budaya, tapi juga bagian dari komunitas religius. 

Kegiatan ini seringkali menarik untuk dibahas seputar kajian Alquran, kerena salah satunya semisal ayat-ayat Alquran yang dijadikan azimat untuk kemudian diminum oleh setiap masyarakat yang mempercayai. Pertanyaanya, apakah hal tersebut  sesuai dengan syariat ajaran Islam, jika iya apa alasanya?

Untuk menjawab persoalan di atas, penulis beralih pada pemikiran Gus Dur dalam teorinya pribumisasi sebagai pisau analisis, dan beberapa diskursus seputar rabo wekasan. Beberapa pendapat terkait RKS, menurut pendapat sunnah, ini diperkuat oleh keterangan Abdul Chalik, bahwa sejarah Rabo Wekasan ada sejak zaman Sunan Giri. 

Konon Sunan Giri pernah Singgah di desa Polaman yang sekarang disebut Desa Suci, sehingga ritual ini bisa turun-temurun diikuti oleh masyarakat setempat.  Menurut Muhammad  Dzhofir  RKS ini masuk sebagai ritual dalam Islam yang dibagi dalam dau macam. Pertama, ritual yang berdasarkan dalil secara tegas ada dalam Alquran dan Hadist. Kedua, ritual yang tidak bebrdasarkan tuntutan Alquran dan Sunnah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline