Lihat ke Halaman Asli

Nur Faizah

Guru di SMAN 1 SANGKAPURA

Mekanisme Survival Kaum Urban di Bantaran Rel Kereta Api, Kawasan Wonokromo-Surabaya

Diperbarui: 22 Oktober 2022   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MEKANISME SURVIVAL KAUM URBAN DI BANTARAN REL KERETA API

DI KAWASAN WONOKROMO-SURABAYA

Urbanisasi merupakan salah satu proses  perpindahan yang dilakukan oleh masyarakat dari desa menuju ke kota dengan tujuan tertentu. Dalam proses urbanisasi ini, masyarakat yang berpindah ke kota terkadang juga tidak memiliki modal baik dari modal yang fisik maupun non fisik. Mereka hanya bermodalkan keberanian saja untuk bergelut nasib di kota yang menurut mereka kota tersebut memberikan banyak lapangan pekerjaan daripada di desa.

Masyarakat atau kaum urban ini terkadang tidak memikirkan akan dampak yang negatif bagi dirinya sendiri. Mereka hanya berfikir bahwa mereka akan mendapatkan suatu pekerjaan yang cocok dan baik sehingga bisa mengubah kehidupan mereka sendiri. padahal faktanya adalah kalau di zaman sekarang tidak memiliki skill atau keahlian yang cukup di kota, mereka akan banyak yang tidak bisa survival bertempat tinggal di kota. Akhirnya, banyak yang akan bertempat tinggal di kolong jembatan, dan juga bertempat tinggal dipermukiman kumuh agar mereka bisa hidup di kota metropolitan ini. Yang ada dibenak mereka hanyalah kehidupan yang memberikan kenyaman karena mereka sudah bisa hidup di kota.

Dari informan yang kami wawancarai, informan tersebut terdorong berpindah dari desa ke kota karena informan ingin mengubah hidup keluarganya yang selama hidup di desa tidak bisa berubah-rubah. Informan yang kami wawancarai ini berasal dari bojonegorao dan melakukan urbanisasi ke kota Surabaya bersama dengan keluarganya. Makanya informan bersama suaminya berinisiatif untuk mengubah nasib hidupnya sekalian mereka berdua tidak memiliki modal apapun dalam kehidupannya. Mereka hanya bermodal dengkul dan bermodal fisik yang yakin akan kehidupan mereka bisa berubah di kota. Awal informan bersama keluarga dan suaminya pergi ke kota. Mereka merasa kebingungan untuk bertempat tinggal dimana. Dan akhirnya mereka mencari kos yang sekiranya murah dan bisa menampung mereka dalam beberapa hari sampai mereka mendapatkan pekerjaan dan tempat yang layak untuk mereka tinggal. Awal mereka tinggal di Surabaya, mereka berdua hanyalah bekerja sebagai buruh kecil saja yang gajinya juga tidak terlalu banyak. Sampai beberapa bulan lamanya, akhirnya mereka juga bisa bertempat disalah satu kos yang bisa dikatakan layak karena hasil dari gaji dan pendapatan yang dikumpulkan oleh mereka berdua.

Informan juga berkata bahwa sekarang kehidupan informan sudah baik daripada yang sebelumnya. Sekarang informan bersama suaminya bekerja sebagai pengisian air isi ulang aqua di kawasan ketintang baru gang 9. Dan sekarang juga mereka sudah memiliki toko sendiri air isi ulang. Dari hasil pengisian isi ulang tadi bisa memenuhi kebutuhan untuk memenuhi kehidupan keseharian mereka. Dan setelah beberapa tahun mereka tinggal dan bekerja di Surabaya, mereka sudah bisa membeli rumah sendiri dan sampai sekarang juga mereka merenovasi bangunan mereka semakin bagus dan terlihat nyaman. Informan juga memiliki dua anak yang keduanya sekarang menempuh dunia persekolahan. Anak pertama dari informan sedang menempuh kuliah di Unitomo dan yang satunya lagi sedang bersekolah di SMA Surabaya. Dari hasil wawancara informan, informan sadar akan ilmu pengetahuan yang sangat penting bagi kehidupan anak-anaknya kelak walaupun sebenarnya kehidupan dari informan itu sendiri bisa dibilang berkecukupan hanya untuk kehidupan kesehariannya. Kalaupun hasil pendapatan yang dihasilkan dari kerjanya untuk ditabung, itupun hanya sedikit saja uangnya yang ditabung. Informan juga berkata seperti ini, "biarkan hidupku tidak berpenghasilan yang tepat dan bisa dikatakan juga masih ditaraf penghasil normal, asalkan anak-anak saya masih bisa menempuh dunia pendidikan sebagaimana mestinya. Walau bagaimanapun caranya, saya akan tetap berusaha menyekolahkan anak-anak saya sehingga cita-cita yang diidam-idamkan selama ini bisa tercapai". Kata-kata itulah yang keluar dari mulut informan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa walaupun informan masih memiliki kesadaran akan dunia pendidikan yang sangat penting di zaman yang semakin maju ini.

Lain halnya dengan informan yang lain yaitu bapak Maulana, beliau adalah pensiunan pelatih bulu tangkis, beliau berasal dari Nganjuk, beliau pertama kali ke Surabaya untuk mencari pekerjaan, dengan kemampuan beliau bisa bermain bulu tangkis ternyata beliau bekerja sebagai pelatih bulu tangkis, tetapi dengan umur yang tidaklah muda lagi beliau pensiun dan bekerja serabutan di Surabaya, akhirnya beliau tinggal di bantaran rel kereta api dengan bekerja serabutan, beliau pernah bekerja sebagai pegawai PT. Kereta api dan bekerja pegawai swasta, dengan pekerjaan tersebut Bapak Maulana dan keluarganya dapat bertahan hidup di Surabaya. dan sekarang kehidupan beliau hanyalah seorang mantan pelatih bulu tangkis karena usia yang telah tua dan hanya bisa duduk dan berjalan-jalan di sekitar rumah, sekarang beliau hanya mengandalkan anaknnya yang bekerja untuk kehidupan sehari-harinya. meskipun keadaan ekonomi yang tidak begitu bagus beliau dapat menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi bahkan ada anaknya yang kuliah di UNESA dan sekarang telah lulus dan bekerja. Menurut beliau pendidikan yang utama untuk masa depan anaknya. Kehidupan beliau sekarang bisa dikatakan pas-pasan dan tidak pernah kekurangan karean kesehariannya beliau dan keluarganya bisa makan dengan tenang. Yang menjadi permasalah menurutnya adanya isu tentang penggususran yang akan dilayangkan oleh pihak PT. Kereta api terhadap perumahan kaum marjinal di sekitar bantaran rel kereta api Wonokromo-Surabaya yang termasuk rumahnya sendiri.

Berbeda dengan informan yang  bekerja sebagai penjual soto keliling yang menyekolakan anaknya sampai ke jenjang universitas. Beliau yang  mengaku dari Kediri menjelaskan awalnya melakukan migrasi ke kota Surabaya yang menurutnya kota yang banyak dengan lapangan pekerjaan yang dikhususkan kepada penduduk pendatang dengan mengadu nasib dan mencari kesejahteraan hidupnya. Akan tetapi, takdir berkata lain kepada informan yang biasa di sapa pak suparman ini. Ia bersama istrinya malah harus tinggal di bantaran rel kereta api bersama anaknya. Padahal rencana awal informan mengaku berniat untuk bekerja di sebuah pabrik yang menampung banyak pekerja. Akan tetapi karena situasi yang dibilang kurang beruntung pada hidup informan, akhirnya informan beserta keluarga mencari pekerjaan lainnya. Menurutnya mencari pekerjaan di kota tidak begitu mudah. Berbeda dengan di desa yang sebagian pekerjaan mudah untuk dicari meskipun upah yang di dapat sangat kecil. Kehidupan di kota menuntun informan selaku masyarakat urban untuk tetap bertahan hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan. Akhirnya keluar inisiatif informan untuk membuka usaha kecil-kecilan demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Setidaknya yang terlintas di pikiran informan adalah berjualan soto yang dianggap paling sederhana mengingat banyaknya masyarakat yang sangat suka dengan makanan itu. Setelah keperluan usahanya tersedia, dimulialah usaha dagang soto informan dengan berjualan keliling di daerah sekitar ketintang. Meskipun di sekitar rumah di bantaran rel kereta api banyak yang berjualan bakso yang rata-rata memiliki gerobak setiap rumah, tetapi tidak membuat informan cemburu bahkan berkecil hati dengan usahanya. Beliau tetap optomis menjalankan usahanya meskipun hasilnya di bilang sangat berkecukupan untuk membiayai pendidikan anaknya dan kebutuhan keluarganya.

Dari beberapa informan yang di mintai informasi bisa di lihat bahwa mereka kebanyakan ingin merubah nasib kehidupan di desa yang tergolong sangat dibawah garis kehidupan. Mereka berharap ketika melakukan migrasi ke kota, kehidupan mereka yang serba kekurangan dapat merubah pola hidup mereka menjadi sejahtera. Akan tetapi tak banyak dari sebagian masyarakat yang makmur bahkan sejahtera hidup di kota khususnya di sekitar bantaran rel kereta api yang kebanyakan dari mereka jika di lihat dari rumah yang mereka tempati sangat sederhana sekali. Tak heran jika beberapa kali pemerintah ingin melakukan penggusuran karena perumahan di sekitar bantaran rel sangat mengganggu kenyaman kota. Terkadang banyaknya kaum urban yang memenuhi kota banyak menimbulkan dampak yang sangat nyata, misalnya angka kemiskinan semakin meluas dan tindak kejahatan semakin meraja lela. Tapi bagi sebagian masyarakat yang benar-benar ingin melakukan perubahan dalam kehidupanya, hal-hal negative seperti itu mereka hindari bahkan merka tetap berusaha sekuat yang mereka bisa melanjutkan kehidupan di kota.

Meskipun mencari pekerjaan di kota tidak semudah di desa, masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran rel kereta api ini tetap melakukan usaha meskipun di bilang sangat sederhana tapi membuahkan hasil. Tak heran jika kebanyakan rumah yang berjejer secara teratur mengikuti panjang kereta api banyak yang membuka usaha sendiri. Sebut saja mereka berjualan bakso maupun soto yang rata-rata tiap rumsh memiliki gerobak masing-masing. Akan tetapi, usaha yang mereka lakukan semuanya hampir sama dengan penduduk sekitar. Terkadang timbul rasa kecemburuan antar mereka mengenai kesamaan usaha yang mereka jalankan. Namun, menurut mereka itu tidak menjadi masalah karena semua rezeki udah di atur masing-masing oleh tuhan. Penuturan mengenai kehidupan di kota tidak hanya menurut dari sebagian penduduk urban yang memulai usahanya menjual bakso atau dagangan lainnya, melainkan ada dari mereka yang membuka warung kopi yang biasa menjadi tempat kumpul baik remaja maupun masyarakat setempat. Dari penuturannya, hasil yang di dapatkan, mereka cukup menikmati dengan hasil yang di dapatkan dari membuka usaha warung kopi. Meskipun untungnya tidak seberapa, tapi mereka tetap mensyukuri dengan hasil yang diperolehnya. Setidaknya mereka dapat membiayai anaknya melnjutkan pendidikan di kota dengan mendapatkan pengetahuan yang luas dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.

Banyak masyarakat yang merasa resah ketika ada kebijakan dari pemerintah yang berniat mengadakan penggusuran terhadap rumah-rumah yang berada di seberang rel kereta, namun hal itu tak membuat masyarakat gusar meskipun kebijakan itu secara tegas akan mengusir mereka secara langsung dari tempat tinggal mereka tetapi mereka tetap menempati rumah tersebut yang menjadi tempat tinggal mereka. Jika dilihat dari kondisi lingkungan, sekitar rumah penduduk memang terlihat teratur mengingat lokasi penempatannya berjejer dengan rapi. Tetapi dengan luas rumah yang sangat minim bahkan kamar yang menjadi satu set dengan dapur memungkinkan bahwa mereka hidup dengan keadaan yang sangat terbatas. Itu tak membuat mereka takut bahkan merasa sangat senang menempatinya ketimbang harus berada di pinggir jembatan yang belum tentu mendapatkan fasilitas rumah yang sederhana berada di kota. Mengenai pekerjaan masyarakat di bantaran kereta api wonokromo ini, semuanya memang banyak melakukan usaha dagang mengingat dari sekian banyak rumah yang ada di hiasi dengan gerobak dagangan, otomatis mayoritas masyarakat setempat memang menggeluti usaha dagang.

  • Akan tetapi, kehidupan masyarakat urban ini tidak jauh dengan lingkungan yang sangat mengkhawatirkan kesejahteraan mereka. Masih banyak kriminalitas yang menjadi profesi mereka di lingkungan kota-kota besar. Tidak hanya di bantaran rel kereta api saja, melainkan di daerah jagir wonokromo misalnya masih banyak tindak kejahatan yang mereka lakukan. Itu semata-mata tidak member pandangan negative bagi masyarakat urban, melainkan semakin banyaknya penduduk yang melakukan migrasi ke kota maka memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat sekitar. Sebenarnya, dari pihak pemerintah sudah menertibkan bahkan melakukan sensus penduduk bagi masyarakat pendatang akan tetapi semakin meluasnya area yang mereka tempati maka membuat pemerintah melakukan sebuah kewajiban demi kenyamanan kota sendiri. Tidak hanya di bantaran rel kereta api saja yang menjadi rumah masyarakat urban, melainkan pinggir sungai yang di anggap layak oleh mereka juga menjadi tempati. Hingga timbullah slum area yang merusak ketertiban kota yang tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah. Mengingat sedikitnya lapangan pekerjaan yang ada di kota Surabaya, banyak sebagian masyarakat yang mengalami angka kemiskinan dari dampak urbani ini dengan ciri-ciri Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin kedalam lembaga-lembaga utama masyarakat, yang berakibat munculnya rasa ketakutan, kecurigan tinggi, apatis dan perpecahan.
  • Sehingga tidak heran Negara dengan memiliki jumlah penduduk terbesar kedua di dunia memiliki masalah-masalah kemiskinan yang belum teratasi. Sebenarnya, mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, akan tetapi dengan perkembangan dunia pendidikan yang menuntut mereka di dunia kerja harus memiliki keterampilan dalam dunia bekerja maka mau tidak mau harus sesuai dengan pendidikan yang di lakukannya. Karena kebanyakan dari masyarakat urban sendiri hanya berbekal keberanian dan tidak sedikit dari mereka memiliki keterampilan dalam bidang pekerjaan yang ada di kota tempat mereka mengadu nasib. Meskipun begitu, mereka malah banyak bekerja yang tak jauh menjadi pengemis, pengamen bahkan sampai anak-anak mereka juga di ikut sertakan dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Untuk itulah bagaimana caranya masyarakat urban harus mempertahankan hidupnya meskipun harus berada di tempat pinggiran khususnya di bantaran rel kereta api wonokromo Surabaya.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline