Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah sosial yang kerap kali dialami oleh beberapa negara, termasuk Indonesia. Permukiman kumuh adalah daerah dimana terdapat sejumlah penduduk yang menempati sebuah ruang secara padat dan umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Permukiman kumuh ini biasanya muncul di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, bahkan Jember yang merupakan kota kecil. Munculnya permukiman kumuh ini bermacam-macam penyebabnya, namun penyebab utamanya adalah kemiskinan.
Banyak dari masyarakat yang tinggal dan bekerja di perkotaan, namun berpendapatan rendah memilih untuk mengasingkan diri ke permukiman kumuh. Hal ini karena ketidakadaan dana yang mencukupi untuk membeli hunian, sementara hunian yang ada dijual dengan harga fantastis. Ini membuat mereka mau tidak mau harus memilih tinggal di permukiman kumuh, seperti di bantaran sungai, pinggiran rel, dan sebagainya. Munculnya permukiman kumuh tentunya sangat meresahkan, karena tata kota menjadi kotor dan tidak terawat. Tentu saja, masalah ini harus cepat ditangani oleh pemerintah setempat.
Untuk di Jember sendiri, tersebar beberapa permukiman kumuh. Salah satu contohnya adalah kampung yang berada tepat di bawah Gladak Kembar. Perkampungan yang berada di Jalan Ahmad Yani ini, merupakan perkampungan padat yang berada di bantaran Sungai Bedadung. Perkampungan ini terlihat sangat kumuh karena terdapat banyak rumah warga sederhana yang tidak tertata rapi dan ala kadarnya. Saat musim hujan mulai datang, biasanya permukiman ini sering terendam banjir. Bahkan, kontur permukiman yang miring layaknya terasering turut menjadi momok bagi para warga. Karena jika hujan turun sangat deras, air seolah-olah turun layaknya air terjun di jalan sempit dan menurun itu. Tidak jarang, banyak rumah warga yang terseret banjir akibat naiknya permukaan air di Sungai Bedadung.
Pada tahun 2018, pemerintah Kabupaten Jember meluncurkan program baru bernama “Kotaku” atau Kota Tanpa Kumuh untuk mengurangi jumlah permukiman kumuh yang ada di Jember. Dalam program ini, dilakukan pelatihan yang dihadiri oleh Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM), lurah, kepala desa, dan camat dari Kecamatan Kaliwates, Patrang, Tempurejo, Ambulu, dan Sumbersari. Dari pelatihan ini, diharapkan muncul sebuah semangat di antara para warga, untuk mau secara bersama-sama menyukseskan program yang dilakukan pemerintah. Karena hal ini tidak saja berdampak pada tata kota yang lebih bersih dan teratur, namun juga akan berpengaruh terhadap kualitas hidup warga yang tinggal.
Selain itu, pada tahun 2018 dalam rangka ikut serta meramaikan Asian Games 2018 yang diselenggarakan di Jakarta dan Palembang, Pemkab Jember melakukan pengecatan beberapa kampung di Jember. Kampung tersebut diantaranya yaitu ada di lingkungan Kepatihan, lingkungan Sumberdandang, dan lingkungan Gladak Kembar. Pemkab Jember dan ratusan anak pramuka yang berasal dari seluruh Jember mengecat satu per satu rumah warga dan menyulapnya menjadi warna warni. Ratusan tembok rumah warga dicat dengan desain yang unik nan menarik.
Kampung di Gladak Kembar yang sebelumnya dikenal kumuh dan sempit, seketika berubah menjadi wisata dadakan. Banyak orang datang ke kampung tersebut untuk sekedar berselfie ria. Banyak spot-spot foto menarik yang dapat digunakan untuk pamer foto di sosial media. Hal ini pun dapat dilihat dari jembatan Gladak Kembar, dimana kampung tersebut lebih terlihat menarik dan mengingatkan kita pada Kampung Jodipan yang ada di Malang. Selain untuk memberantas permukiman kumuh yang ada, upaya ini juga dapat membantu perekonomian warga di kampung tersebut. Hal ini karena dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung, warga sekitar dapat memanfaatkannya dengan menjajakan kuliner ataupun jasa foto.
Permukiman kumuh mungkin merupakan permasalahan kompleks yang terdengar sulit untuk diatasi. Namun masalah ini dapat dengan cepat teratasi apabila pemerintah dan masyarakat dapat bahu-membahu untuk mengatasinya. Juga perlu adanya kesadaran di diri masing-masing pribadi untuk menjaga lingkungan ini. Setelah masalah teratasi pun, diharapkan semua komponen masyarakat dapat merawatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H