Lihat ke Halaman Asli

Globalisasi dan Pendidikan Sekolah dalam Menjawab Era Industri

Diperbarui: 10 Desember 2021   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


GLOBALISASI DAN PENDIDIKAN SEKOLAH DALAM MENJAWAB ERA INDUSTRI 4.0AbstrakPendidikan merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa menyiapkan masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan dituntut memberikan respon lebih ccrmat terhadap perubahan-perubahan yang tengah berlangsung di masyarakat. Globalisasi memungkinkan adanya perubahan dihampir semua aspek kehidupan.Kunci untuk mengikuti perkembangan revolusi industri 4.0 adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan mulai dari pendidikan dasar dan menengah hingga pendidikan tinggi. Kualitas pendidik (guru) menjadi pennetu keberhasilan suatu negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0,Key word: globalisasi, pendidikanI.PENDAHULUAN     Dalam era globalisasi pada saat ini pendidikan merupakan suatu hal atau sebuah komponen yang sangat penting dan dibutuhkan dalam mengikuti perkembangan jaman. Dalam melaksanakan dan mewujudkan suatu pembangunan, suatu bangsa dan negara membutuhkan pendidikan. Pelaksanaan sebuah pembangunan suatu bangsa dan negara tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak didukung dengan berbagai sektor, salah satunya adalah sektor pendidikan. Pendidikan dinegara Indonesia bertujuan untuk membentuk karakter bangsa yakni menjadi manusia seutuhnya yang memiliki kualitas iman, budi pekerti dan rasionalitas tinggi. Pendidikan yang ada dapat dijadikan sebagai sebuah cara sekaligus sebagai tolak ukur bagi kemajuan dan keberhasilan sebuah negara dalam mencetak dan menghasilkan manusia yang berkualitas.     Globalisasi menjadi tantangan bagi masyarakat didunia yang tidak mengenal batas wilayah. Era globalisasi memberi dampak yang cukup luas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk juga tuntutan dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah satu tantangan nyata tersebut adalah bahwa pendidikan hendaknya mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi utuh, yang dikenal dengan kompetensi abad ke-21. Kompetensi abad ke-21 merupakan kompetensi utama yang harus dimiliki siswa agar mampu berkiprah dalam kehidupan nyata pada abad ke-21. Pada abad ke-21 ini, sekolah ditantang untuk mampu menciptakan pendidikan yang dapat ikut menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu ikut membangun tatanan sosial dan ekonomi sadar pengetahuan sebagaimana layaknya warga dunia di abad ke-21 (Etistika, 2016: 1).     Dunia kini mendekati atau telah memasuki era revolusi industri ke-empat (Industri 4.0) dimana internet dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sedang diintegrasikan ke dalam peralatan manufaktur dan membuat konektivitas dan komunikasi mungkin tidak pernah terlihat sebelumnya. Revolusi industri keempat diharapkan melibatkan integrasi komputer tetapi dengan integrasi tanpa batas melalui internet hal-hal, data besar, pencetakan 3D, kendaraan otonom, robotika canggih, materi baru, dan faktor-faktor lain yang belum ditetapkan (Schwab, 2016: 6).II.PEMBAHASAN     Pendidikan merupakan hal yang sangat penting di era globalisasi dan perlu untuk dibudayakan. Bangsa dan Negara sangat membutuhkan pendidikan untuk melaksanakan dan mewujudkan pembangunan. Pelaksanaan pembangunan Bangsa dan Negara tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak mendapatkan dukungan berbagai sektor, salah satunya pendidikan. Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk membentuk karakter bangsa, yaitu menjadi manusia seutuhnya yang beriman serta berakhlak mulia.     Pendidikan dijadikan sebagai jalan dan tolak ukur kemajuan dan keberhasilan suatu negara dalam mencetak manusia yang berkualitas. Globalisasi akan membawa perubahan dalam segala aspek kehidupan manusia. Kita harus bisa membedakan antara “globalitas” dan “globalisme”. Globalisme adalah ideologi dominan dunia (Welmarktherr Shadt) seperti neoliberalis, yang mewakili visi monokausalitas yang melihat segala sesuatu hanya dari dimensi perekomonian.     Untuk menghadapi era globalisasi pada saat ini, telah terjadi wacana akademis tentang pendidikan global di berbagai negara selama beberapa tahun terakhir. Motivasi untuk ini adalah mencoba untuk tidak menganggap kenyataan memburuknya kondisi global sebagai hal yang tak terelakkan, tetapi untuk melihat sebagai pengungkit guna meningkatkan pendidikan.    Pendidikan di sini memiliki fungsi dan potensi untuk mempersiapkan perubahan sosial sesuai dengan tuntutan era globalisasi. Berbicara tentang pentingnya pendidikan di era globalisasi tidak dapat dipisahkan dengan dua kata yang digabungkan, yakni ilmu pengetahuan (Sains) dan pendidikan. Sains adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang sistematis menurut metode tertentu. Sedangkan pendidikan adalah usaha yang dipilih secara sadar untuk mempengaruhi dan mendukung siswa dengan tujuan untuk meningkatkan keilmuan, jasmani dan akhlak mulia sehingga secara bertahap dapat mengantarkan siswa menuju cita-cita yang ingin dicapainya agar (peserta didik) dapat hidup bahagia, serta seluruh apa yang dilakukannya menjadi bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat (Mahmud Yunus). Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa ilmu pendidikan dalam konteks era globalisasi adalah suatu kumpulan ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang memiliki metode-metode tertentu untuk penyelidikan, penginvestigasian, serta perenungan tentang gejala-gejala perbuatan bantuan atau didikan yang diberikan oleh orang “dewasa” kepada orang “belum dewasa” untuk mencapai kedewasaannya dalam rangka mempersiapkan generasi milenial untuk mencapai hidup dan kehidupan yang lebih baik agar bermakna bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Informasi tentang bagaimana model pendidikan pada zaman prasejarah belum dapat direkonstruksi secara sempurna. Terutama terkait dengan adaptasi terhadap lingkungan dalam kelompok sosialnya. Untuk kemajuan suatu bangsa, pendidik harus dilihat sebagai kebutuhan dan keniscayaan. Peningkatan kualitas pendidikan mempengaruhi perkembangan suatu bangsa, ambil contoh seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, Prancis, Korea, Jepang dan negara-negara maju lainnya. Mereka tidak akan menjadi seperti sekarang ini jika pendidikan mereka sama dengan kita saat ini. Jepang sangat mementingkan pendidikan, mereka rela menghabiskan banyak uang hanya untuk pendidikan. Karena perubahan perkembangan globalisasi yang meliputi bidang ekonomi, politik dan budaya dengan dimensinya dapat dirasakan secara langsung dan pengaruhnya terhadap pembelajaran. Menurut buku Reformasi Pendidikan dengan redaksi Fasli Jalal dan Dedi Supardi (2001) seperti dalam Zamroni, terdapat berbagai pengaruh terhadap pendidikan yaitu:   Dalam dimensi ekonomi, dampak krisis yang berdampak langsung terhadap pendidikan adalah:a)Kemampuan masyarakat menanggung biaya pendidikan.b)Meningkatnya jumlah putus sekolah dan menurunnya motivasi belajar siswac)Memburuknya kualitas kesehatan dan gizi anak.d)Meningkatnya angka pengangguran, termasuk pengangguran pendidikan   Sehingga berdampak pula pada paradigma pendidikan;•Paradigma proses pendidikan yang berorientasi pada guru bergeser ke arah siswa.•Pendidikan klasikal dan formal di dalam kelas, menuju pendidikan yang lebih fleksibel•Kualitas pendidikan dapat diukur dalam konteks negara tetapi dibandingkan dengan standar nasional.•Pembelajaran sepanjang hayat dan perpaduan batas antara sekolah dan pendidikan ekstrakurikuler (Zamroni, 2000,35)     Meskipun globalisasi mensugesti pada kerangka berpikir pendidikan, namun setidaknya proses globalisasi itu sendiri menaruh hambatan & peluang bagi pendidikan, yaitu kendala dan hambatan yang dihadapi global pendidikan pada Indonesia, antara lain:a)Mutu pendidikan masih rendah dan angka putus sekolah naik.b)Belum dimanfaatkan secara maksimal ilmu dan teknologi bagi kemajuan pendidikan, karena rendahnya penguasaan teknologi para pelaku pendidikan.c)Belum berkembangnya budaya belajar dikalangan masyarakat.d)Profesionalisme dan kesejahteraan pengajar & energi kependidikan yang masih belum sesuai.e)Menurunnya status kesehatan & gizi sebagian siswa menjadi pengaruh krisisf)Pelajar dan generasi muda umumnya mengalami gejala penurunan moral, budi pekerti, dan sifat menghargai perbedaanSaat ini, pendidikan di era industri 4.0 harus dipertimbangkan sebagai peningkatan kapasitas, yang mencakup tiga komponen utama, yaitu refleksi, meliputi berpikir kritis, berpikir kreatif, dan keterampilan memecahkan masalah. Komponen tindakan meliputi komunikasi, kolaborasi, kompetensi digital, dan kompetensi teknologi. Komponen biologi holistik meliputi inisiatif, pengendalian diri, pemahaman dunia, dan tanggung jawab sosial.     Praktis pendidikan pada madrasah yang tertumpu dalam transfer pengetahuan menurut pengajar ke siswa sekarang tidak efektif lagi untuk mempersiapkan siswa memasuki ekosistem industri 4.0 yang mengutamakan pengembangan kompetensi abad ke-21. Pendidikan 4.0 bisa mengimplementasikan menggunakan rujukan dalam kerangka berpikir baru pendidikan yg bercirikan siswa menjadi konektor, creator, & kontruktivis dalam rangka produksi & akibat pengetahuan dan inovasi (Brown Martin, 2017) buatan terhadap pandangan-pandangan mengenai ciri pendidikan 4.0 merujuk dalam ke beberapa fitur pembelajaran berikut:•Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centric) memberikan kesempatan belajar kepada siswa sesuai dengan minat dan kecepatan belajarnya masing-masing.•Pembelajaran mengembangkan kemampuan peserta didik menggali sendiri pengetahuan dari sumber-sumber informasi dengan menggunakan internet, sebagai wahana bagi mereka untuk belajar sepanjang hayat (long-life learning).•Pemanfaatan infrastruktur ICT yang dinamakan “fpped classroom”, yang dengan metode ini peserta didik belajar menganalisis data, merekam data, dan menyusun laporan serta melakukan presentasi.•Metode pembelajaran yang diberi nama fipped classroom, menekankan belajar hands-on, dengan metode ini peserta didik belajar aspek-aspek pengetahuan di rumah dan melakukan praktik di kelasnya. Metode ini mengembangkan kebiasaan dan kemampuan belajar mandiri (self-learning) seraya menyediakan waktu belajar lebih longgar bagi pembelajaran di madrasah untuk mengembangkan potensi.•Mengembangkan soft skill dalam berpikir kritis, kreativitas dan pemecahan masalah, terutama dengan masalah otentik dan non-rutin. Kolaborasi dan interaksi sosial sebagai fokus utama pengembangan kompetensi budaya kerja di industri dan dunia kerja abad XXI satu sama lain, di dalam kelas atau dari jarak jauh (distance) melalui Internet.Informasi tentang bagaimana model pendidikan pada zaman prasejarah belum dapat direkonstruksi secara sempurna. Terutama terkait dengan adaptasi terhadap lingkungan dalam kelompok sosialnya. Untuk kemajuan suatu bangsa, pendidik harus dilihat sebagai kebutuhan dan keniscayaan. Peningkatan kualitas pendidikan mempengaruhi perkembangan suatu bangsa, ambil contoh seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, Prancis, Korea, Jepang dan negara-negara maju lainnya. Mereka tidak akan menjadi seperti sekarang ini jika pendidikan mereka sama dengan kita saat ini. Jepang sangat mementingkan pendidikan, mereka rela menghabiskan banyak uang hanya untuk pendidikan. Karena perubahan perkembangan globalisasi yang meliputi bidang ekonomi, politik dan budaya dengan dimensinya dapat dirasakan secara langsung dan pengaruhnya terhadap pembelajaran. Menurut buku Reformasi Pendidikan dengan redaksi Fasli Jalal dan Dedi Supardi (2001) seperti dalam Zamroni, terdapat berbagai pengaruh terhadap pendidikan yaitu:   Dalam dimensi ekonomi, dampak krisis yang berdampak langsung terhadap pendidikan adalah:a)Kemampuan masyarakat menanggung biaya pendidikan.b)Meningkatnya jumlah putus sekolah dan menurunnya motivasi belajar siswac)Memburuknya kualitas kesehatan dan gizi anak.d)Meningkatnya angka pengangguran, termasuk pengangguran pendidikan   Sehingga berdampak pula pada paradigma pendidikan;•Paradigma proses pendidikan yang berorientasi pada guru bergeser ke arah siswa.•Pendidikan klasikal dan formal di dalam kelas, menuju pendidikan yang lebih fleksibel.•Kualitas pendidikan dapat diukur dalam konteks negara tetapi dibandingkan dengan standar nasional.•Pembelajaran sepanjang hayat dan perpaduan batas antara sekolah dan pendidikan ekstrakurikuler (Zamroni, 2000,35)     Meskipun globalisasi mensugesti pada kerangka berpikir pendidikan, namun setidaknya proses globalisasi itu sendiri menaruh hambatan & peluang bagi pendidikan, yaitu kendala dan hambatan yang dihadapi global pendidikan pada Indonesia, antara lain:a)Mutu pendidikan masih rendah dan angka putus sekolah naik.b)Belum dimanfaatkan secara maksimal ilmu dan teknologi bagi kemajuan pendidikan, karena rendahnya penguasaan teknologi para pelaku pendidikan.c)Belum berkembangnya budaya belajar dikalangan masyarakat.d)Profesionalisme dan kesejahteraan pengajar & energi kependidikan yang masih belum sesuai.e)Menurunnya status kesehatan & gizi sebagian siswa menjadi pengaruh krisisf)Pelajar dan generasi muda umumnya mengalami gejala penurunan moral, budi pekerti, dan sifat menghargai perbedaan     Saat ini, pendidikan di era industri 4.0 harus dipertimbangkan sebagai peningkatan kapasitas, yang mencakup tiga komponen utama, yaitu refleksi, meliputi berpikir kritis, berpikir kreatif, dan keterampilan memecahkan masalah. Komponen tindakan meliputi komunikasi, kolaborasi, kompetensi digital, dan kompetensi teknologi. Komponen biologi holistik meliputi inisiatif, pengendalian diri, pemahaman dunia, dan tanggung jawab sosial.     Praktis pendidikan pada madrasah yang tertumpu dalam transfer pengetahuan menurut pengajar ke siswa sekarang tidak efektif lagi untuk mempersiapkan siswa memasuki ekosistem industri 4.0 yang mengutamakan pengembangan kompetensi abad ke-21. Pendidikan 4.0 bisa mengimplementasikan menggunakan rujukan dalam kerangka berpikir baru pendidikan yg bercirikan siswa menjadi konektor, creator, & kontruktivis dalam rangka produksi & akibat pengetahuan dan inovasi (Brown Martin, 2017) buatan terhadap pandangan-pandangan mengenai ciri pendidikan 4.0 merujuk dalam ke beberapa fitur pembelajaran berikut:•Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centric) memberikan kesempatan belajar kepada siswa sesuai dengan minat dan kecepatan belajarnya masing-masing.•Pembelajaran mengembangkan kemampuan peserta didik menggali sendiri pengetahuan dari sumber-sumber informasi dengan menggunakan internet, sebagai wahana bagi mereka untuk belajar sepanjang hayat (long-life learning).•Pemanfaatan infrastruktur ICT yang dinamakan “fpped classroom”, yang dengan metode ini peserta didik belajar menganalisis data, merekam data, dan menyusun laporan serta melakukan presentasi.•Metode pembelajaran yang diberi nama fipped classroom, menekankan belajar hands-on, dengan metode ini peserta didik belajar aspek-aspek pengetahuan di rumah dan melakukan praktik di kelasnya. Metode ini mengembangkan kebiasaan dan kemampuan belajar mandiri (self-learning) seraya menyediakan waktu belajar lebih longgar bagi pembelajaran di madrasah untuk mengembangkan potensi.•Mengembangkan soft skill dalam berpikir kritis, kreativitas dan pemecahan masalah, terutama dengan masalah otentik dan non-rutin. Kolaborasi dan interaksi sosial sebagai fokus utama pengembangan kompetensi budaya kerja di industri dan dunia kerja abad XXI satu sama lain, di dalam kelas atau dari jarak jauh (distance) melalui Internet.Sekarang ini global sudah memasuki era generasi 4.0 revolusi industri yang ditandai menggunakan meningkatnya konektivitas hubungan dan pengembangan sistem digital, serta kecerdasan protesis dan sistem virtual. Dengan semakin konvergennya batas-batas antara mesin, manusia dan asal daya lainnya, teknologi dan komunikasi tentunya membawa imbas pada aneka macam bidang kehidupan. Salah satunya adalah dampaknya terhadap sistem pendidikan Indonesia. Perubahan di era ini tidak dapat dihindari oleh siapapun, sehingga diperlukan persiapan sumber daya manusia (SDM) yang tepat agar mampu beradaptasi dan berdaya saing globalisme. Kunci untuk mengikuti perkembangan revolusi industri 4.0 adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan mulai dari pendidikan dasar dan menengah hingga pendidikan tinggi. Kualitas pendidik (guru) menjadi pennetu keberhasilan suatu negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0, Guru dituntut memiliki keterampilan beradaptasi dengan teknologi baru dan tantangan global. Dalam situasi ini, setiap lembaga pendidikan harus mempersiapkan reorientasi dan literasi di bidang pendidikan. Keterampilan literasi dan matematika lama perlu diperkuat dengan menyiapkan keterampilan literasi baru, yaitu literasi data, teknologi, dan sumber daya manusia. Literasi data adalah kemampuan membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi dari data di dunia digital. Kompetensi teknologi kemudian merupakan kemampuan memahami sistem dan teknologi mekanik dalam dunia kerja. Sedangkan literasi sumber daya manusia adalah kemampuan berinteraksi secara baik, tidak menjanggal, dan berkarakter.Pendidikan diperlukan untuk menghasilkan generasi yang kreatif, inovatif dan cukup kompetitif untuk menghadapi era revolusi industri 4.0. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan penggunaan teknologi sebagai alat pendidikan untuk menghasilkan hasil yang dapat mengejar atau meningkatkan perkembangan zaman. Tanpa terkecuali, Indonesia juga harus meningkatkan kualitas lulusannya sejalan dengan dunia kerja dan tuntutan teknologi digital. Orang dan teknologi bekerja sama untuk menciptakan kemungkinan baru dengan cara yang kreatif dan inovatif. Ini adalah jawaban atas kebutuhan revolusi industri 4.0. Fisk (2017) menyatakan bahwa “visi baru belajar mendorong siswa tidak hanya untuk memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan, tetapi juga untuk mengidentifikasi sumber dan untuk memperoleh keterampilan dan pengetahuan itu.” Kesadaran ini”. Strategi pembelajaran di era revolusi industri 4.0Mengutip istilah yang dipopulerkan Profesor Rhenald Kasali sebagai Self-Disruption atau dalam bahasa sederhananya introspeksi diri untuk mencapai suatu rencana aksi, ada beberapa strategi pembelajaran di era Revolusi Industri 4.0 akan memuat gagasan sebagai berikut:1.Membantu Siswa Belajar     Proses belajar mengajar kami lebih bersifat didaktik. Guru menjelaskan secara lisan, siswa diajak mendengarkan dengan penuh perhatian, mengerjakan tugas dan mengumumkan hasil akhir di depan siswa lain. Guru kemudian akan berterima kasih kepada siswa yang mendapat nilai bagus.   Pembelajaran didaktik cenderung menimbulkan sikap otoriter di dalam kelas, tentunya keadaan ini tidak diinginkan oleh semua orang terutama siswa. Pembelajaran didaktik merupakan salah satu ciri dari pendekatan tradisional. Sebuah fitur menonjol dari metode tradisional adalah bahwa siswa diminta untuk belajar dalam kondisi kepatuhan penuh dan mencapai hasil akademik yang baik. Tidak seperti pembelajaran tradisional, pembelajaran progresif memahami bahwa tujuan pembelajaran yang digariskan dalam Laporan Delors (Empat Pilar Pembelajaran) adalah :• Belajar untuk mengetahui; Belajar tidak hanya mengetahui tetapi memahami secara mendalam apa yang penting dan apa yang tidak dalam hidup Anda. • Belajar melakukan; Belajar bukan hanya tentang menerima informasi, tetapi tentang menerapkannya di dunia nyata. Siswa belajar tidak hanya mendengarkan, tetapi juga melakukan (praktik). • Belajar menjadi; Pelajari bagian dari keterampilan untuk menjadi diri sendiri. Setiap manusia harus memiliki bakat dan minatnya masing-masing, tidak harus orang lain. Dalam proses ini, siswa perlu menyadari kekuatan dan kelemahan mereka. • Belajar untuk tetap bersama; Sebagai bagian dari proses pembelajaran adalah bagaimana siswa dapat hidup bersama, saling mengalah, saling menghormati, toleran dan terbuka        Keempat pilar tersebut dapat diwujudkan melalui pembelajaran konstruktivistik yang pertama kali di populerkan oleh Jean Peaget (ia juga dikenal sebagai bapak dari teori kognitif). Dalam pandangan konstruktivistik, setiap orang memiliki kesempatan membangun makna yang berbeda-beda. Dalam proses belajar mengajar, guru hanya sebagai fasilitator untuk membantu siswa belajar bagaimana mereka harus belajar dalam konteks kehidupan mereka. Siswa belajar dengan cara yang berbeda-beda, dan guru membantu mereka menemukan gaya belajar yang terbaik yang sesuai, bukan malah sebaliknya. Oleh arena itu, guru yang teliti menganggap memandang keragaman siswa sebagai sumber daya yang kaya. Mereka belajar tentang kehidupan keluarga, budaya, bahasa, dan kekuatan siswa mereka, dan mereka menghargai masing-masing siswa sebagai individu. Guru yang intensional juga mempelajari data dari ruang kelas mereka dan mempertanyakan praktik-praktik mereka sendiri, dengan menjaga diri kemungkinan bahwa sudut pandang mereka tanpa sengaja dapat membatasi keberhasilan siswa.                 2 Kesempatan Siswa Untuk Berkembang dan Berprestasi    Sebagian besar dari kita masih menganggap standar kecerdasan sebagai intelligence quotient (CI). Seorang anak yang dianggap memiliki IQ atau prestasi akademik akan sering mengalami kesulitan untuk masuk ke sekolah yang mereka cintai. Menjadikan IQ/kecerdasan sebagai wacana akademis seringkali mengarah pada diskriminasi dan banyak konsekuensi negatif. Beberapa ilmuwan menolak gagasan bahwa wacana keberhasilan akademis dibangun atas dasar kecerdasan konvensional ini, sehingga para pendidik memprakarsai konsepsi baru tentang kecerdasan. Menurut Gardner, setiap manusia berpotensi memiliki salah satu kecerdasan berikut (multiple intelligences):1.Kecerdasan linguistik2.Kecerdasan kinestik3.Kecerdasan natural4.Kecerdasan spasial5.Kecerdasan musical6.Kecerdasan interpersonal7.Kecerdasan intrapersonal       Menurut Stobart, setiap manusia dilahirkan dengan kemampuan tertentu, namun bagaimana kemampuan tersebut dapat berkembang sangat banyak dipengaruhi oleh lingkungan, stimulasi, dan pengalaman yang membawanya. Rangkaian proses tersebut diistilahkan Stobart dengan “planned practice”. Deliberate practice (latihan yang disengaja) akan terwujud jika untuk pertama kalinya guru harus memberikan kesempatan kepada siswa, memberikan mereka pilihan untuk melakukan hal-hal yang mereka minati, dilanjutkan dengan memberikan stimulasi, dan bimbingan terarah. Gagasan Garnerd dan Stobart memiliki titik kesamaan. Mereka percaya bahwa setiap anak pasti memiliki potensi/kemampuan. Tugas guru adalah menemukan, menawarkan dan memamdu peluang.     Kita harus mengakui bahwa perkembangan manusia merupakan bukan suatu proses mekanis, tetapi proses organik. Dan kita tidak dapat memprediksi hasil dari perkembangan manusia, yang bisa kita lakukan hanyalah, ciptakan kondisi bagi mereka untuk sejahtera       India merupakan salah satu Negara dengan mencetak para ahli IT handal: software engineering, fact scientist, product fashion dan lain-lain. India tidak pernah mewajibkan warganya menjadi ahli IT, negara tersebut hanya melakukan 3 ini: yaitu menyediakan, stimulus dan praktek terencana.                    3 Membumikan Pendidikan Karakter        Pada tahun 2017, Kemendikbud meluncurkan Program Penguatan Karakter (PPK). PPK merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetis), olah pikir (literasi) dan olahraga (kinestetik) dengan melibatkan antar sekolah, keluarga dan masyarakat.        Tujuan dari program penguatan Pendidikan Kaakter (PPK) adalah:Membekali peserta didik dalam mewujudkan generasi yang siap menghadapi dinamika perubahan di masa depan.Meletakkan pendidikan karakter sebagai nawacita utama dengan mengembangkan platformMemperkuat potensi dan merevitalisasi kompetensi ekosistem pendidikan        Penyebaran konsep PPK telah dibuat melalui berbagai metode dan kegiatan. Sampai saat ini sekolah yang mendapatkan bimbingan teknis dari Kemendikbud. Kunci dari penerapan program PPK terletak dari seberapa besar kemampuan yang sudah kita keluarkan agar kita memiliki karakter yang positif sehingga menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan inilah yang akan membumikan pendidikan karakter.                     4 Menciptakan Lingkungan Pendidikan Ramah Anak        UNICEF mengembangkan kerangka kerja untuk sistem pendidikan dan sekolah yang ramah anak. Sekolah ramah anak dicirikan dengan inklusif, sehat, protektif bagi semua anak, efektif, serta dengan komitmen keluarga dan sosial. Anak tidak hanya belajar di sekolah, tetapi juga dirumah dan di lingkungan sekitarnya. Lingkungan tempat tinggal anak harus mampu membangkitkan simpati. Sekolah atau lingkungan yang ramah anak dicirikan sebagai berikut:-Inklusif untuk siswa-Efektif untuk belajar-Kesehatan dan proteksi terhadap Siswa-Sensitif terhadap isu gender-Ada keterlibatan anak-anak, keluarga dan masyarakat          Lingkungan ramah anak juga membuat anak- anak nyaman belajar teknologi. Pada teknologi era revolusi industri 4.0 memunculkan banyak stratups dengan menawarkan konsep kerja yang nyaman.                     5 Melek Teknologi atau Internet/llT          IoT atau Internet of Things. IoT dapat diartikan sebuah teknologi yang memungkinkan benda-benda disekitar kita terhubung dengan jaringan internet. Kehadiran loT sejalan dengan munculnya revolusi Industri 4.0. Revolusi industri 4.0 (sangat identik menggunakan lahirnya revolusi belajar) memaksa pengajar wajib menguasai keterampilan yang berkaitan menggunakan teknologi, khususnya internet, lebih pada lagi loT•Tantangan pendidikan di era revolusi industri 4.0 di tengah pandemi covid 19.   Kemendikbud meyakini bahwa pembelajaran yang awalnya dilakukan di sekolah mau tidak mau harus dilakukan di rumah atau di tempat terpencil (PJJ) untuk memutus mata rantai tersebut. Situasi ini dapat menjadi produktif dan juga dapat menjadi tantangan bagi pendidikan di era 4.0, mengingat penyebaran virus COVID-19 di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Virus ini menyebar dengan mudah dan cepat dan mempengaruhi semua industri, terutama industri pendidikan. Melihat kondisi tersebut, khususnya bagi dunia pendidikan, bahkan dalam konteks COVID-19, proses ini harus tetap berjalan.    Pendidikan berasal dari pedagogi universitas yang berarti ikatan dengan anak-anak. Pedagogi adalah seorang nelayan atau sarjana Yunani kuno yang tugasnya mengumpulkan dan mengantar anak-anak ke sekolah. Istilah lain yang berasal dari kata pedos yang berarti membimbing atau memimpin.     Education 4.0 merupakan respon terhadap kebutuhan revolusi industri 4.0 untuk menemukan solusi, memecahkan masalah dan menemukan kemungkinan baru untuk inovasi, di mana mesin dan manusia terhubung. Pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paidagogia yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Pedagogos adalah seorang nelayan atau bujang dalam zaman Yunani kuno yang pekerjaannya menjemput dan mengantar anak-anak ke dan dari sekolah. Istilah lain berasal dari kata paedos yang berarti membimbing atau memimpin.•Pembelajaran Di Era Revolusi Industri 4.0Pembelajaran menuntut siswa memiliki keterampilan teknologi, media dan informasi, pengetahuan dan kompetensi, keterampilan belajar dan inovasi, serta keterampilan hidup dan karir. Sistem Pembelajaran Era Revolusi 4.0 memelihara penerapan kreativitas, berpikir kritis, kolaborasi, keterampilan komunikasi, keterampilan masyarakat, dan karakter.     (Trisna, 2019) mengungkapkan bahwa Model Pembelajaran (Framework) di Era Industri 4.0 menerapkan kemampuan siswa untuk bereksplorasi dari berbagai sumber, membentuk masalah, berpikir analitis dan kolaboratif, serta berkolaborasi bekerja dalam pemecahan masalah          Adapun penjelasan mengenai pembelajaran pada masa revolusi industri 4.0 menurut BSNP dikutip (Astini, 2019) sebagai berikut:1.Thinking and Problem Solving Skills     Suatu kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan masalah, siswa sanggup berfikir kritis, lateral, dan sistemik, terutama pada konteks pemecahan masalah.2.Communication and Collaboration Skills     Suatu kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama. Hal ini merujuk agar siswa mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan banyak pihak.3.Creativity and Innovation Skills     Suatu kemampuan menciptakan dan membaharui. Disini, siswa mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya guna untuk menghasilkan berbagai macam terobosan yang inovatif.4.Information and Communications Technology Literacy     Suatu literasi teknologi informasi dan komunikasi. Dalam hal ini siswa dituntut untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari.5.Contextual Learning Skills     Suatu kemampuan belajar kontekstual. Disini, siswa dapat menjalankan aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi.6.Kemampuan Informasi dan Literasi media     Siswa dapat memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi dalam menyampaikan gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan banyak pihak.   Untuk menghadapi pembelajaran di era revolusi industri 4.0, setiap orang harus memiliki keterampilan berpikir kritis, pengetahuan dan keterampilan dalam keterampilan digital, literasi informasi, literasi media dan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (Frydenbeg et al., 2020). Sebagaimana dikutip oleh Trilling dkk (Pratama dan Iryanti, 2020) bahwa keterampilan revolusi industri 4.0 adalah(1) life and career skills,(2) learning and innovation skills, dan(3) Information media and technology skills.  Ketiga keterampilan di atas dirangkum dalam bentuk diagram yang disebut The Crescent Rainbow of 21st Century Knowledge. Selain itu, mempelajari revolusi industri 40 membutuhkan keterampilan.•Prinsip Pembelajaran Pendidikan Di Era revolusi 4.0     Prinsip pokok pembelajaran 4.0 bisa dikembangkan dan dijelaskan sebagai berikut:a)Instruction should be student-centeredPengembangan akademik harus menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa dijadikan sebagai objek belajar untuk secara aktif mengembangkan minat dan potensinya. Siswa terpanggil untuk membangun pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan berpikirnya masing-masing, serta diajak untuk berkontribusi dalam pemecahan masalah kehidupan nyata dalam kehidupan sosial.    Berpusat pada siswa bukan berarti guru memberikan kendali penuh atas pembelajaran kepada siswa. Guru mencoba membantu menghubungkan pengetahuan sebelumnya yang sudah dimiliki siswa dengan informasi baru yang akan mereka pelajari. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan metode dan gaya belajarnya masing-masing dan mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas pembelajaran yang dilakukannya. Guru juga berperan sebagai pembimbing, berusaha membantu siswa yang mengalami kesulitan membangun pengetahuan dan keterampilanb)Education should be collaborative    Siswa harus mampu bekerjasama dengan orang lain. Dalam mencari informasi dan membangun makna, siswa membutuhkan dorongan agar nantinya dapat berkolaborasi dengan teman sekelasnya. Siswa harus belajar untuk menghargai kekuatan dan bakat satu sama lain dan mengambil peran dan adaptasi yang tepat ketika mengerjakan sebuah proyek. Demikian juga di sekolah, guru dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan lain (guru) untuk berbagi informasi dan pengalaman tentang metode dan metode pembelajaran yang telah dikembangkan. Kemudian mereka siap untuk melakukan perubahan dalam metode pembelajaran mereka menjadi lebih baikc)Learning should have context     Jika pembelajaran tidak berpengaruh pada kehidupan ekstrakurikuler siswa, maka pembelajaran akan menjadi tidak berarti. Guru mengembangkan metode pembelajaran agar siswa dapat terhubung dengan dunia nyata (real words). Guru membantu siswa menemukan nilai, makna dan keyakinan dari pengetahuan yang telah mereka pelajari dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Guru mengevaluasi kinerja siswa dalam kaitannya dengan dunia nyata.d)Schools should be integrated with societySekolah dituntut untuk memungkinkan siswa bersosialisasi, mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Misalnya dengan melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, dimana siswa dapat belajar bermain peran dan melakukan kegiatan tertentu dalam lingkungan sosial. Mahasiswa dapat berpartisipasi dalam berbagai program pengembangan masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, program lingkungan, dan lainnya. Selain itu, siswa diajak mengunjungi panti asuhan untuk melatih kepekaan empatik dan kepedulian sosial•Kurikulum Pendidikan Di Era Revolusi 4.0     Revolusi industri terkait teknologi 4.0 membawa perubahan signifikan dengan sangat cepat, termasuk sistem pendidikan di Indonesia. Perubahan sistem pendidikan akan mempengaruhi pembangunan kembali kurikulum. Peran guru sebagai pendidik dan pengembangan teknologi pendidikan berbasis ICT. Ini merupakan tantangan baru untuk menghidupkan kembali pendidikan, melatih insan-insan cerdas, kreatif dan kompetitif dalam skala global.     Banyak yang berpendapat bahwa pelaksanaan program penelitian lapangan telah merosot dan tidak lagi diarahkan pada tujuan pencapaian pemahaman ilmiah siswa dalam konteks kehidupan dan praktik sehari-hari, tetapi hanya seputar tujuan pencapaian keterampilan siswa. Dijelaskan dalam catatan studi.     Menurut (Sajidan, baedhowi, triyanto, salman A.T, 2018), menyelaraskan pembelajaran pada tataran praktis dengan konstruksi kurikulum merupakan tujuan menyelesaikan pekerjaan rumah di bidang pendidikan. Kebijakan ekstrakurikuler harus berpedoman pada kemampuan siswa dalam hal pedagogi, kecakapan hidup, kohabitasi (kolaborasi) dan berpikir kritis dan kreatif. Preferensi diberikan kepada “keterampilan umum” dan “keterampilan transfer”, untuk kecakapan hidup dan keterampilan yang tidak terkait langsung dengan bidang profesional dan akademik tertentu. Namun, ini berguna dalam banyak situasi kerja seperti keterampilan berpikir kritis dan inovatif, keterampilan komunikasi interpersonal, pemikiran warga global, dan literasi media. Program tersebut harus dikaitkan dengan pembelajaran tentang teknologi informasi, internet of things, big data dan komputerisasi, serta kewirausahaan dan magang. Ini harus menjadi program yang diperlukan untuk menghasilkan lulusan yang terlatih dalam aspek literasi data, budaya teknologi dan budaya manusiaIII.PENUTUP     Pendidikan merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa menyiapkan masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan dituntut memberikan respon lebih ccrmat terhadap perubahan-perubahan yang tengah berlangsung di masyarakat. Globalisasi memungkinkan adanya perubahan dihampir semua aspek kehidupan.     Pendidikan berwawasan global dipandang dari persepsi kurikuler menuntut adanya perombakan dibidang kurikulum pendidikan sedangkan dari perspektif reformasi tidak hanya kurikulum namun juga merombak system, kultur dan proses pendidikan.     Globalisasi menuntut pendidik untuk lebih professional di bidangnya dengan belajar dan bekerja dengan bersungguh-sungguh sehingga krisis kewibawaan pendidik dapat diminimalisir.DAFTAR PUSTAKAProf. Dr Hamid Darmadi, M.PD., M.SC, pengantar pendidikan era globalisasi. 2019Subiyanto, jurnal transformasi (informasi dan pengembangan IPTEK). 2019Joseph E Aoun, “Robot-Proof: Higher Education in the Age of Artificial Intelligence,” Journal of Education for Teaching (2018).Brian Sudlow, “Review of Joseph E. Aoun (2017). Robot Proof: Higher Education in the Age of Artificial Intelligence,” Postdigital Science and Education (2018).Peter Fisk, “Education 4.0 … the Future of Learning Will Be Dramatically Different, in School and throughout Life,” last modified 2017, accessed May 11,http://www.thegeniusworks.com/2017/01/futureeducation-young-everyone-taught-together/Anealka Aziz Hussin, “Education 4.0 Made Simple: Ideas For Teaching,” International Journal of Education and Literacy Studies (2018).Latwaningrum Alfiani Yunita, “tantangan pendidikan di era revolusi industri 4.0 di tengah pandemi covid 19” edisi 178, Desember 2020-januari 2021https://suarakebebasan.id/tantangan-pendidikan-era-revolusi-industri-4-0-di-tengah-pandemi-covid-19/Dr halimatussa’diyah, S.Ag., M.Pd.I strategi pembelajaran di era revolusi industri 4.0 – 2019- 52 halaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline