Mengendarai motor menjadi bagian yang tidak terlupakan dari proses untuk sungguh bisa sendiri tanpa didampingi siapapun. Teringat kala itu aku berada di kelas 6 SD yang sudah penasaran dengan mengendarai motor. Ketika ingin belajar mengendarai motor sendiri selalu tidak dijinkan karena belum usianya. Barulah ketika memasuki SMP untuk pertama kalinya aku belajar mengendarai motor berada di lapangan ksatrian Wonosari bersama Kakakku.
Uniknya pertama kali belajar mengendarai motor pertama kali aku seneng. Bisa dilapangan yang luasnya tidak berbeda jauh dari Alkid Jogja. Kemudian ketika berada di jalan yang lebih besar, aku kesulitan, terutama untuk belok aku takut. Kesulitanpun aku rasakan ketika menggunakan motor yang ada giginya. Tambah kurangnya aku itu sulit. Kalau mau belok kanan atau kiri selalu takut dan teriak "Kanan" atau "Kiri".
1 mingguan berlatih aku tetap tidak bisa mengendarai motor gigi sendiri. Akhirnya berhenti belajar mengendarai motor. Ke sekolahpun aku harus menggunakan sepeda wanita. Meski begitu keinginan untuk bisa mengendarai motor sendiri terasa kuat.Ingin bisa mandiri ke manapun menggunakan motor tanpa merepotkan siapapun. Hingga tiba masa SMA aku setelah lama berhenti belajar mengendarai motor sendiri, aku iseng mencoba mengendarai motor gigi ke tempat ramai berjarak 5 kilometer dari rumah. Dan aku bisa mengendarai motor gigi dengan tetap tidak bisa pas untuk nambah dan kurangnya.
Kesulitan di motor gigi membuat Orang Tuaku membelikan aku motor matic yang lebih mudah untuk dikendarai. Kelas 2 SMA pun aku kesekolah berubah dari sepeda menjadi motor. Lebih enak dalam perjalanan dan tidak lagi merepotkan siapapun dalam perjalanan kemanapun. Masa SMA ini dibelikan motor juga untuk persiapan aku merantau ke kota Jogja yang berjarak sekitar 2 jam dari rumah.
Masa merantau tiba. Ini masa aku sering kecelakaan menggunakan motor matic. Kecelakaan terparah sampai tangan harus menggunakan gip karena jatuh di jalan antara perantauan dan rumah saat hujan. Setelah itu berhenti moment kecelakaan di jalan. Konon ini hal normal dalam proses menjadi pengendara motor yang canggih. Dan itulah yang aku rasakan dalam proses bisa mengendarai motor hingga sungguh bisa mengendarai motor kemanapun, kecuali motor gigi. Sampai aku menulis ini saja aku masih kesulitan dalam mengendarai motor gigi.
Semester akhir saat aku pulang dari penelitian skripsi di daerah Prambanan aku pernah pulang dalam kondisi hujan deras. Ini membuat aku jatuh di jalan Solo - Jogja yang cukup ramai. Beruntungnya lukaku tidak parah dan rusaknya motorku juga tidak parah. Kecelakaan masa skripsian itu menjadi kecelakaan terakhir hingga aku menulis tulisan ini. Kecelakaan menggunakan motor yang wajar adanya bagi pembelajar.
Pengembangan diri dalam belajar mengendarai motor menjadi satu kesatuan yang unik dan menyenangkan jika diingat kembali pada masa sudah bisa mengendarai motor jarang kecelakaan. Sebab kecelakaan saat mengendarai motor itu bisa menjadi bagian dari pembelajaran pengembangan diri untuk masuk tahap lebih profesional. Belajar dan terus belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H