Lihat ke Halaman Asli

Rokhmah Nurhayati Suryaningsih

TERVERIFIKASI

Keep learning and never give up

Pantura "Proyek Abadi" Departemen PU?

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1375232016458655589

[caption id="attachment_269737" align="aligncenter" width="535" caption="Publik Tak Percaya Jalur Pantura Beres Pas Mudik (doc: tempo.co.id)"][/caption] Saya tergelitik untuk menambah tulisan mas Baskoro Endrawan, tentang Pantura, Jalur "Neraka" Mudik. Saya sebagai warga yang sering melalui jalur tersebut ketika pulang kampung,  merasakan sekali bagaimana Jalur Pantura benar-benar mengerikan. Rasanya perbaikan disana tidak pernah beres dan selalu saja ada masalah. Apakah yang menjadi penyebabnya? Kenapa hal ini terulang kembali setiap tahunnya? Rasanya proyek ini sengaja dibuat, biar kelihatan Departemen PU ada pekerjaan dan sibuk memberesinya. Tapi anehnya perbaikan itu justru dilakukan menjelang lebaran. Bukan bulan-bulan sebelumnya yang relatif sedikit masyarakat menggunakannya. Sehingga saat menjelang lebaran, sudah tidak ada lagi perbaikan dan lalu lintas lancar. Sebagai warga dari suatu bangsa yang lebih  mengutamakan kualitas dalam setiap bekerja, Departemen PU seharusnya malu kepada rakyatnya. Jangan malah sebaliknya, Proyek Pantura sengaja dibuat sebagai proyek abadi dan direncanakan tidak pernah beres? Tidak adakah tuntutan kualitas selalu bersemayam dalam diri para kontraktor atau pejabat? Anehnya banyak diantara kita, bisa berbuat baik untuk mengerjakan berbagai proyek di  negara lain. Tapi kenapa melakukan suatu proyek untuk bangsanya sendiri kualitas justru diabaikan? Bukankah seharusnya bangga bisa menghasilkan proyek yang tahan lama, sehingga bisa menghemat dana dan anggaran yang ada. Saya terkadang bingung sendiri. Apanya yang salah dengan kemajuan dan perkembangan negara ini? Negara lain ingin bisa maju dan menghemat banyak devisa atau anggaran. Sehingga pemerintahnya berusaha mati-matian untuk bisa menyejahterakan atau  membela warganya. Tapi di negara ini, justru lain. Kekayaan yang berlimpah, baik sumber daya alam, air, dan manusia yang dimiliki, terasa tidak mempunyai pengaruh yang berarti buat kemajuan ekonomi dan bangsanya. Malah yang ada, kita lebih suka mengimpor produk-produk dari luar apapun jenisnya. Padahal orang yang pinter dan ahlinya juga sudah cukup banyak. Hal ini terlihat dari banyaknya lulusan yang diwisuda setiap tahunnya. Tapi masih saja kurang memberikan manfaat. Adakah mereka memang tidak dihargai oleh pemerintahnya sendiri? atau karena memang mereka tidak mampu? Sepertinya ada ketidakberesan dalam pengelolaan negara ini yang melenceng dari rencana semula. Kondisi jalan ini saja berada di Jawa, yang biasa dilalui oleh banyak pejabat. Bayangkan bagaimana kondisi di luar Jawa atau di daerah-daerah terpencil? Saya yakin akan lebih parah lagi. Tak heran, masyarakat lebih suka tinggal di kota biarpun macet, daripada tinggal di daerah, tapi infrastrukturnya parah. Saya jadi ingat jawaban dari Pejabat di Kedutaan Jerman sewaktu memberikan ceramah di Kampus saya beberapa bulan yang lalu. Dia mengatakan persoalan utama di negeri ini adalah pendidikan, pendidikan, pendidikan dan infrastruktur. Jadi persoalan infrastruktur memang menjadi salah satu persoalan pokok di negeri ini. Ah! lagi-lagi saya hanya warga biasa, yang mengeluh apabila ada ketidaknyamanan dan ketimpangan. Bagaimana menurut Anda kawan? Apakah Anda mempunyai pengalaman yang sama? Silakan dishare ide-ide dan pengalamannya. Akhirnya, Selamat Mudik kawan, semoga bisa sampai tujuan dan pulang kembali juga dengan selamat. Buat semuanya, Happy Holidays.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline