[caption id="attachment_374432" align="aligncenter" width="482" caption="Ilustrasi Salah satu e-money (doc: diansano.story.kontan.co.id) "][/caption]
Saya memang bukan penggemar naik kereta, karena sering melihat begitu banyaknya penumpang di dalam kereta, membuat saya sudah males duluan. Makanya saya sangat jarang naik kereta ketika saya pergi ke berbagai wilayah di Jakarta. Termasuk ketika saya pergi ke Bandung pun, saya memilih menggunakan jasa pelayanan dari Biro Travel dan pulangnya saya memilih naik bus dibanding harus naik kereta.
Namun ketika kami pulang dari Bogor hari Sabtu kemarin tanggal 21 Maret 2014, setelah mengadakan kunjungan bersama beberapa Blogger ke Rumah Sehat Terpadu - Dompet Dhuafa (RST-DD) di Jalan Raya - Parung, kami bertiga memilih untuk naik kereta. Mengingat lalu lintas dalam perjalanan dari Jakarta ke Parung benar-benar padat, ditambah angkot yang ngetem lagi, membuat perjalanan terasa begitu panjang dan tidak nyaman karena cuaca yang cukup panas.
Makanya ketika kami pulang, langsung memutuskan untuk naik kereta dari Bogor bertiga. Untungnya ada teman yang baik hati, mbak Debby mengantarkan kami (bertiga) ke Stasiun Kereta Api di Bogor dalam suasana hujan deras sepulang dari Rumah Sehat Terpadu. Karena saya memang jarang naik KA, jadi saya tidak pernah menggunakan kartu e-money (Flazz). Saya nanya ke teman, "bisa tidak saya menggunakan kartu yang biasa dipakai untuk busway". Teman saya bilang bisa, maka saya pun mencobanya.
Pada awalnya kartu Flazz saya tidak bisa dipakai untuk melakukan transaksi. Petugasnya pun langsung membantu saya dengan sigapnya. Akhirnya dibawalah kartu Flazz saya untuk diverifikasi lebih dahulu. Tak lama kemudian dia balik dan dicobanya kartu Flazz saya. Maka berhasillah kartu Flazz saya dan terdeteksi berapa uang yang masih tersisa disana, yang ditunjukkan dengan warna hijau yang menyala. Maka masuklah saya ke stasiun dan bersiap untuk pulang.
Baguslah sekarang sudah ada penyatuan dalam hal pembayaran antara busway dan kereta api. Jadi saya tidak perlu memiliki 2 kartu dan tidak perlu antri lagi di loket dengan menaruh deposit 5 ribu di dalamnya. Tentu hal ini sangat membantu penumpang, karena bisa menghemat pembelian double kartu. Dengan mengisi ulang saldo yang sudah menipis, pelanggan bisa menggunakan e-money untuk 2 jenis moda transportasi umum yang berlaku di Jakarta tanpa ada halangan. Dus menghemat banyak waktu untuk antri di loket, terutama pada jam-jam sibuk operasi.
Saya pun tadinya membayangkan kalau saya harus antri untuk membeli karcis KA. Ternyata tidak, bahkan petugasnya pun membantu menverifikasikan kartu saya di tengah keramaian penumpang yang mau naik kereta. Sayangnya saya kemudian terpisah dengan kedua teman saya. Akhirnya saya naik kereta yang berbeda dengan teman saya tadi. Untung saya sudah beberapa kali naik KA ketika saya pergi ke Bekasi, membuat saya tidak merasa takut, biarpun saya naik sendirian.
Hmmm, nyata benar bedanya memang antara naik KA dengan angkot. KA jauh lebih cepat sampa itujuan daripada naik angkot, karena KA menggunakan jalur dan jalannya sendiri. Jadi banyaknya kendaraan yang lewat di jalan bisa dieliminasi. Pantes saja banyak sekali penumpang yang berminat menggunakannya, biar pun mereka harus berjejal di dalamnya untuk sementara waktu.
Itulah sekelumit pengalaman saya menggunakan KA dari Bogor ke Jakarta sekaligus memanfaatkan kartu Flazz saya sebagai upaya untuk mendukung pemerintah dalam memasyarakatkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Jadi saya tidak perlu mengeluarkan uang tunai (cash) sedikit pun untuk naik KA, karena saldo uang saya di kartu Flazz masih cukup untuk biaya naik KA. Benar-benar praktis dan hemat waktu karena saya tidak perlu antri lagi.
Ayo kita dukung penggunaan e-money menuju cashless society. Tunggu apalagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H