Lihat ke Halaman Asli

Rokhmah Nurhayati Suryaningsih

TERVERIFIKASI

Keep learning and never give up

[Narkoba - 21] Hati-hati! Permen Karet Rasa Narkoba Kini Beredar di Sekolah

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1397344374192123859

[caption id="attachment_319790" align="aligncenter" width="539" caption="Waspada! Permen Narkoba beredar di sekolah (doc: bloggerizqy.blogspot.com)"][/caption]

Walaupun saya sudah mencoba belajar sedikit tentang narkoba. Namun terus terang saya belum banyak tahu bagaimana narkoba yang sudah berubah bentuk dan dibungkus dalam kemasan. Adanya pemberitaan bahwa kini permen/permen karet rasa narkoba sudah beredar di Indonesia, membuat saya menjadi ekstra hati-hati agar tidak sembarangan makan permen karet. Apalagi kalau jenis permen karet yang rada-rada aneh, kelihatan baru sekali atau bahkan belum pernah mendengar namanya. Bagaimana dengan anak-anak yang umumnya suka gula-gula?

Sementara tadi pagi saya dikejutkan dengan membaca status dari John Lilipaly di FB BNN yang isinya:  "SOS..... SOS..... SOS.....! NARKOBA DALAM PERMEN DIJUAL DI-SEKOLAH-2 SEHARGA Rp10.000/3! SELAMATKAN PUTRA-PUTRI BANGSA DARI NARKOBA DENGAN "EDUKASI LISAN" TENTANG BAHAYA NARKOBA DAN HARUS DILAKUKAN DENGAN RUTIN "SETIAP HARI, TANPA LELAH" OLEH ORANG-ORANG TUA/GURU-2/DOSEN2 dll, SEMENJAK ANAK-ANAK MASIH DINI, AGAR JUMLAH 4 JUTA PECANDU DI NKRI MENURUN!

****

Itulah kesulitan saya sebagai orang tua dalam mendeteksi kemajuan yang begitu cepat dilakukan oleh para sindikat dan bandar narkoba. Mereka begitu cepatnya bergerak dan berusaha mencari peluang sebesar-besarnya, karena Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial. Disisi lain banyak juga oknum dan mafia yang membacking bisnis ini, karena melihat keuntungannya sangat besar dan menggiurkan. Maka tidak bisa disanggah lagi kalau Indonesia kini sudah menjadi negara tujuan perdagangan narkoba internasional. Padahal pada  dua dekade sebelumnya Indonesia masih sebagai negara transit narkoba, kini telah berubah menjadi negara produsen dan konsumen narkotika sekaligus.

Lebih-lebih dengan perkembangan atau pertumbuhan peredaran narkoba yang begitu cepat,  bisa jadi ini disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan transportasi sehingga upaya mencegah masuknya barang berbahaya terlarang itu menjadi tantangan berat bagi aparat penegak hukum. Karena hukum ekonomi pun berlaku  di perdagangan narkoba. Jalur perdagangan narkoba mengikuti hukum supply and demand, dimana barang murah dan mudah didapat bisa di kirim ke wilayah dimana harga narkoba menjadi sangat tinggi. Perbedaan harga yang mencolok inilah menjadi motivasi utama penyeludup untuk memasukkan narkoba ke Indonesia dengan harapan mereka akan memperoleh keuntungan yang berlipat.

Sayangnya penegakan hukum kepada korban pengguna narkoba belum sesuai dengan harapan dan tidak efektif. Bahkan secara signifikan tidak memberikan effek jera. Sebaliknya para pecandu mendapat informasi atau ” ilmu”, yang akhirnya mereka menjadi pengedar narkoba, mengingat keuntungan yang diperoleh akan berlipat ganda.  Dengan demikian, mereka yang awalnya hanya sebagai pengguna berubah menjadi pengedar, bandar dan akhirnya menjadi produsen. Tentunya jaringan mafia narkoba menghendaki munculnya kader kader baru yang militant dan dapat melanggengkan usaha illegal ini.

Memang saat ini Badan Narkotika Nasional (BNN) gencar melakukan sosialisasi tentang penyelamatan pengguna narkoba. Pengguna Narkoba yang terbukti sebagai pecandu narkoba di minta untuk melaporkan diri melalui institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk mendapat layanan terapi dan rehabilitasi secara gratis karena mereka ini adalah orang-orang yang sakit dan memerlukan pertolongan.

Memang memutus mata rantai peredaran narkoba pada skala jaringan internasional sudah dilakukan oleh BNN. Terbukti dengan sering munculnya berita-berita tentang penggagalan penyelundupan di berbagai kota, baik di airport, di pelabuhan maupun di tempat-tempat yang dicurigai. Namun suply barang berbahaya ini tetap sulit untuk dikendalikan aparat penegak hukum  karena para mafia ini selalu menemukan modus operandi baru untuk memasukkan narkoba ke dalam suatu negara. Belum lagi dengan begitu panjangnya wilayah kepulauan Indonesia, dimana tidak semua perbatasan mempunyai sistem pengawasan yang ketat,  menjadi hambatan bagi aparat penegak hukum untuk mengadakan patroli menjaga masuknya barang terlarang tersebut.

Untuk itulah para orang tua, perlu mewaspadai dan memperhatikan anak-anaknya dalam mengkonsumsi permen karet. Karena belum lama ini terbongkar pabrik narkoba Red Ice yang mirip permen karet dan kapsul di Apartemen kawasan Sunter, Jakarta Utara dan Tamansari. Beragam modus dan cara memang telah dilancarkan oleh mafia narkoba internasional. Salah satunya dengan menyulap kamar apartemen menjadi pabrik untuk memproduksi narkoba berbentuk permen karet.

Kejadian ini sungguh memprihatinkan dan mengerikan, karena para mafia narkoba berusaha mengelabuhi penegak hukum dengan menyamarkan narkoba sebagai permen karet. Padahal permen karet banyak dikonsumsi oleh anak-anak, bahkan orang tua juga. Salah  satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengharap kepada orangtua menjaga anak-anaknya agar tidak tergiur bujuk rayu yang menawarkan permen karet kepada anak-anak. Demikian juga menghimbau kepada para orangtua agar menjaga putra-putrinya untuk tidak sembarangan membeli jajanan yang berbentuk permen karet.

Hal ini seperti diberitakan belum lama ini bahwa Polda Metro Jaya telah berhasil membongkar peredaran narkoba jenis terbaru yang berbentuk permen karet yang dibuat di apartemen. Sebanyak 16 tersangka memang sudah ditangkap, termasuk seorang narapidana. Sedangkan empat diantaranya adalah warga negara asing (WNA), yaitu tiga orang warga Malaysia dan seorang warga China (www.indonesiabergegas.com)

Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol. Sudjarno menjelaskan, dua jenis narkoba baru diproduksi di apartemen Kawasan Sunter, Jakarta Utara dan Tamansari, Jakbar. Narkoba itu berlabel ‘Yaba’ dan ‘Red Ice’, dimana bentuk dan kandungannya tidak seperti narkoba umumnya. Yaba mengandung zat methamphetamin, yakni zat yang terkandung dalam ekstasi. Sedangkan, jenis red ice bentuknya mirip permen karet yang memiliki kandungan yang ada pada sabu. Dan dijual per gramnya Rp 400 ribu. Sindikat ini sudah dua bulan memproduksi Yaba dan Red Ice. Dalam sehari mereka bisa mencetak 1.000 butir. Dari pengungkapan itu polisi menyita 2.008 butir Yaba, 4,5 kilogram bahan baku, 1,1 kilo sabu, 1.500 butir ekstasi dengan nilainya mencapai Rp12 miliar. Sedangkan bahan baku untuk membuat ekstasi ini dipasok dari China, melalui Malaysia.

Para bandar narkoba internasional ini sudah membuat paket yang berbentuk pil siap pakai, ketika mereka sampai di Indonesia. Pil yaba yang masuk ke Indonesia mempunyai warna beragam, seperti merah, putih, dan kuning. Yaba ini sebenarnya biasa dikonsumsi oleh para pekerja di Thailand, Myanmar dan Birma, dan digunakan untuk meningkatkan stamina, penambah semangat dan adrenalin. Karena Yaba mengandung zat Methamphetamin, efeknya bisa membuat halusiansi yang memberi efek lebih berbahaya dibandingkan ekstasi atau sabu. Namun sayangnya di Indonesia barang ini digunakan untuk keperluan lain.

Konon kedua jenis narkoba itu merupakan barang baru di kalangan pemakai dan pengedar. Perkembangan bentuk dan jenis narkoba saat ini semakin beragam dan bervariasi demi memberikan kesan beda bagi pemakai dan mengelabuhi petugas. Bentuk narkoba ini mirip lembaran kertas yang menyerupai lysergic acid diethylamid (LSD) berbentuk kertas prangko.

Informasi lebih mengerikan lagi, karena dalam sidang tahunan Commission On Narcotic Drugs (CND) ke 57, telah dilakukan pembahasan mengenai ancaman dari zat psikoaktif baru (New Psychoactive Substance NPS) yang berkembang secara cepat di seluruh dunia. Fenomena dari zat aktif baru ini berkembang sangat cepat tidak hanya dalam jumlah, di mana tahun lalu berjumlah 251 jenis yang beredar. Saat ini telah ditemukan sebanyak 354 zat, dan dalam 3 tahun terakhir ini telah mencapai lebih 80 negara. Sementara Indonesia baru berhasil mendeteksi sebanyak 26 jenis zat/substance baru (www.bnn.go.id)

Tentunya ini merupakan tantangan atau PR bagi BNN atas nama Indonesia yang bertanggungjawab  untuk menangani beredarnya jenis zat baru. Mengingat kurangnya kemampuan untuk mendeteksi secara laboratorium, karena zat-zat ini masih sangat baru. Oleh karena itu salah satu bahaya yang perlu diwaspadai oleh masyarakat terutama di kalangan generasi muda adalah adanya promosi dan penjualan zat ini sebagai zat yang aman dan legal serta murah. Sehingga banyak konsumen merasa aman dan tidak melanggar hukum.

[caption id="attachment_319791" align="aligncenter" width="529" caption="Awas, Permen Narkoba Beredar Lagi di Sekolah (doc: syaifuddin.wordpress.com)"]

1397344426134441941

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline