Meningkatnya penggunaan gawai pada seluruh lapisan masyarakat berdampak pada memanjangnya durasi screentime dalam rentang kehidupan sehari- hari. Pada saat ini tentunya penggunaan gawai sudah tidak dapat dihindari lagi, dan kita semakin hari semakin tergantung dengan gawai.
Ketika orang dewasa tentunya dapat mengontrol penggunaan gawai tersebut baik dari lamanya maupun dari manfaatnya. Akan tetapi hal ini tentu saja berbeda dengan anak- anak. Penggunaan gawai harus dibawah kontrol orang tua agar tidak menjadikan anak ketergantungan denga gawai.
Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak pada tahun 2020 diperoleh data sebanyak 55% anak dari populasi menghabiskan waktu untuk menonton youtube lebih dari 2 jam/ hari. Anak-anak dalam rentang usia 5-6 tahun berada pada urutan tertinggi dalam urutan pengguna gawai, dengan jumlah presentase 47,7%. Lalu kemudian disusul oleh anak dalam rentang usia 1-4 tahun (25,9%) dan bayi di bawah usia 1 tahun (3,5%). Padahal durasi screentime yang dianjurkan pada anak usia ini maksimal hanya 2 jam saja. Apabila hal tersebut dibiarkan, tentu saja lambat laun akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak, hal ini dikarenakan pada masa ini yaitu usia pra- sekolah merupakan tahap perkembangan kritis, seperti pembentukan identitas dan membangun sosial. Anak berada dalam periode dimana sebagian besar dari aktivitas melibatkan unsur permainan. Tentu saja permainan itu harus dapat menstimulasi perkembangan kognitif, motoric, sensorik, sosial, dan bahasa. Perkembangan anak-anak pada usia ini kerap kali disebut sebagai periode emas, hal ini dikarenakan perkembangan pada periode ini dianggap menjadi dasar bagi perkembangan pada tahapan-tahapan kehidupan selanjutnya. Sehingga sangatlah penting untuk memfasilitasi anak dengan permainan yang dapat mendukung tugas perkembangannya tersebut.
Meskipun pada gawai terdapat fasilitas permainan yang beraneka ragam, tetapi sampai saat ini permainan tersebut tidak dapat memenuhi semua aspek yang diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh dengan penggunaan gawai yang berlebih akan menjadikan anak terbatas menggerakkan tubuhnya. Padahal gerak tubuh yang optimal dapat meningkatkan kemampuan motoric anak. Contoh lain adalah dengan asyiknya bermain gawai, anak akan kesulitan untuk bersosialisasi dengan teman, saudara, ataupun orangtuanya, sehingga akan berakibat menurunnya kemampuan sosial pada anak. Anak menjadi sulit untuk bergaul dengan orang banyak. Masih banyak dampak negative lainnya yang disebabkan oleh gawai ketika durasi penggunaannya melebihi waktu yang telah ditentukan.
Orang tua terkadang lupa bahwa salah satu kebutuhan anak adalah bermain. Permainan yang melibatkan banyak orang termasuk orang tua, merupakan solusi terbaik untuk mengurangi durasi screentime pada anak. Bermain dengan melibatkan orang tua juga dapat meningkatkan bonding antara anak dan orang tua. Hal kecil yang bisa orangtua lakukan dalam mendampingi anak bermain mempunyai dampak yang cukup besar pada perkembangan kognitif, emosi, dan sosial anak. Hanya mungkin orang tua sulit untuk memulai dan memilih permainan seperti apa yang bisa dilakukan secara bersama- sama dengan anak.
Anak- anak juga dibimbing untuk melakukan beberapa permainan seperti, memindahkan gelas seuai irama untuk melatih konsentrasi; bermain ular balon untuk melatih keseimbangan dan sosial; serta bermain memindahkan bola dengan piring. Permainan tersebut dipilih karena dapat memfasilitasi tugas perkembangan kognitif, sensori, motoric, sosial, dan Bahasa pada anak.
Pada akhir sesi, orangtua dan anak dilatih untuk membuat alat permainan dan aksesoris sederhana untuk menciptakan hubungan lebih erat lagi antara ibu dan anak. Kegiatan ini sangat didukung oleh Kepala Sekolah RA Aisyiyah yaitu Ibu Hj. Ani Sundari, S.PdI juga dibantu oleh seluruh guru RA.
Kegiatan ini ditutup dengan evaluasi selama proses kegiatan dengan menyebarkan kuisioner kepada orang tua yang telah mengikuti seluruh rangkaian kegiatan. Hasil penyebaran kuisioner menunjukkan bahwa persepsi orang tua terhadap pentingnya permainan edukatif sebagai salah satu cara mengurangi durasi screentime ternyata sangat baik. Orang tua sangat mengharapkan kegiatan serupa dapat dilakukan secara berkesinambungan agar orang tua siswa mendapatkan solusi atas segala permasalahan yang sering muncul pada anak usia pra- sekolah.Sebagai penutup dapat kami sampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari tri dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat, yang dilakukan secara terjadwal oleh program studi maupun universitas yang diharapkan dapat membantu penyelesaian masalah yang ada pada masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan. Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama untuk mempersiapkan generasi tangguh di masa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H