Kalau ngomongin soal beasiswa, rasanya pingin nangis deh! Betapa tidak, mimpi ku yang satu ini memang belumlah tergapai. Kalau baca pengalaman banyak orang yang berhasil, envy nya sampai ke ubun-ubun! Tapi aku yakin, pasti ada rencana lain dibalik beberapa kegagalan ku apply beasiswa ke luar negeri. Dah berapa yang aku kirim? Hmmm.....baru tiga kali sih. Dengar-dengar dari orang lain, mereka bahkan harus bertahun-tahun mencoba. Menyerahkah saya? Sempat sih. Bahkan tahun ini saya melewatkan satu kesempatan lagi dan saya sedikit menyesal dengan membiarkan peluang lewat di depan mata. Tapi ghirah mengejar beasiswa ini kembali harus aku pupuk. Niat harus kembali diluruskan. Karena segala sesuatu pasti dilihat dari niatnya. Dan aku merasa sih kalau niat ku sedikit terkotori dengan perasaan ingin membuktikan diri pada yayasan tempatku bekerja. Harus istighfar nih!
Sebenarnya kata beasiswa gak terlalu asing buatku. Pertama kali dapat beasiswa itu waktu SMP, namanya Beasiswa SUPERSEMAR. Di SMA, prestasi cukup menurun, tak ada beasiswa yang didapat. Ketika di kampus, aku mulai mengejar kembali beasiswa. Dan alhamdulillah, dapat beberapa hingga kuliah aku bisa dikatakan free dari tahun kedua.
Lulus kuliah, belum ada keinginan untuk melanjutkan S2. Bahkan tidak ada dalam benak saya. Yang ada adalah keinginan untuk bekerja dan mencari uang. Maklum, saat itu informasi tentang beasiswa luar negeri tidak banyak yang aku dapatkan. Tahu sendirilah, waktu itu kan jaringan internet baru ada di warnet-warnet, belum punya sendiri, jadi kesempatan browsing beasiswa pun sangat kecil. Ketika memutuskan untuk menjadi guru, barulah terbersit di hati untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri. Akhirnya sejak tahun 2008, saya sudah mulai hunting beasiswa. Tujuan saya adalah tiga negara besar; Australia, USA dan Inggris. Mengapa tiga negara itu? Karena saya ingin mengambil jurusan TESOL (Teaching English as Second Language) berkaitan dengan bidang mengajar saya yaitu bahasa Inggris.
Tapi ternyata, tak mudah memang mengejar beasiswa. Banyak pengorbanan yang harus kita lakukan. Dan nilai TOEFL tinggi bukanlah jaminan untuk bisa dengan mudah lulus seleksi awal. Ketika saya apply ke ADS, semua persyaratan tertulis sudah terpenuhi. Namun, ketika saya mendapatkan surat yang menyatakan bahwa saya gagal mendapatkan beasiswa, saya sempat hancur. Kurang dimananya ya? Dari surat yang tertulis, memang dinyatakan bahwa prioritas tetap menjadi pertimbangan tertinggi, yaitu: pelamar dari wilayah timur Indonesia, 70% PNS, dan didukung oleh pihak institusi. Kebetulan saya melamar dari jalur open category yang berasal dari public (indvidual). Entahlah, apakah alasan itu yang menyebabkan saya tersingkir atau memang tulisan saya yang kurang berkesan bagi seorang penerima beasiswa.
Namun, saya masih cukup menghargai pihak ADS yang memberikan surat pemberitahuan lulus atau gagal. Karena dari pihak Chevening Inggris dan beasiswa untuk guru dari USA tidak ada pemberitahuan apapun sampai sekarang. Well, tapi tetap hak mereka sih untuk menyampaikan atau tidak kegagalan kita. Anyway, kegagalan bukan akhir dari perjuangan bukan? Tetapi awal dari usaha yang baru untuk berhasil. Jadi, tentunya, saya akan terus berjuang mengejar mimpi dan cita-cita saya hingga Allah berkehendak lain terhadap hidup saya.
Tetap semangat, kawan! Aza aza fighting! (semangat ala han jie eun di "full house") :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H