Membaca tulisan seorang kawan yang berjudul "Pacar Virtual Lebih Berbahayakah?", membuat saya teringat akan satu kisah yang terjadi pada seseorang. Sebut saja namanya Dewi, tentu bukan nama sebenarnya. Kalau saya boleh menjawab, pacar virtual bisa lebih berbahaya. Kenapa? Mungkin kisah Dewi ini bisa dijadikan referensi mengapa pacar virtual bisa berbahaya.
Dewi adalah seorang remaja yang menginjak dewasa. Dia anak yang cukup ramah dan periang. Tapi dia memang sangat suka berselancar di dunia maya. Ia anak periang dan rame di siang hari ketika berada bersama teman-temannya. Tapi, ketika dia di rumah, dia berubah menjadi anak yang pendiam dan kesepian. Entah apa yang terjadi dengan komunikasi antara dia dengan keluarganya, yang pasti ia jarang sekali curhat dengan ibu atau ayahnya. Karena merasa kesepian itulah, akhirnya dia mencari kesibukan di dunia maya.
Dia terdaftar di hampir semua situs jejaring sosial, dari mulai facebook, twitter, bahkan yahoo messenger. Nah, dari yahoo messenger inilah, dia mengenal pacar virtualnya. Awalnya ia masuk ke chat nya yahoo. Jika anda sudah masuk ke chat, maka siapapun bisa menyapa anda dan mengobrol ngalor ngidul. Bahkan tidak hanya satu, teman chat kita bisa mencapai puluhan dalam satu waktu. Dari berbagai teman chat itu, adalah satu yang bagi Dewi sangat asyik menjadi teman. Akhirnya, pertemanan mereka pun berlanjut. Keduanya saling mengadd nama mereka untuk kemudian bisa saling menyapa dan mengobrol kapan saja.
Pada akhirnya, obrolan mereka sudah semakin sering. Intensitasnya hampir sudah menjadi candu. Jika tidak disapa, rasa kangen itu rasanya menyiksa. Namun, obrolan mereka tidak saja sering tetapi juga semakin jauh. Isi obrolan mereka sudah tidak lagi yang berhubungan dengan hobi, kesenangan atau kegiatan sehari-hari, namun sudah ke arah yang menjurus ke obrolan seks, atau istilah yang mereka kenal adalah sex chat.
Awalnya Dewi tidak mau menanggapi obrolan itu, tetapi jika setiap hari diajak untuk membahas tentang hal tabu tersebut, akhirnya Dewi pun menyerah. Ia pun semakin menikmati sex chat, sampai akhirnya, ia mampu mampu terangsang dengan obrolan itu. Sekali terbiasa, Dewi pun sudah tidak canggung dan mulai menikmati hubungan virtualnya dengan sang kekasih dan berlanjut ke obrolan via telepon. Dewi sendiri pada awalnya malu menceritakan hal ini. Ia merasa dirinya sudah ternoda dan kotor. Namun, ia sangat butuh nasehat dan saran orang lain ketika satu ketika pacar virtualnya tidak lagi pernah menghubunginya tanpa sebab.
Dewi pun patah hati, tidak semangat dan merasa bahwa dirinya telah menjadi wanita paling hina. Walaupun mungkin dia tidak berzina secara fisik, namun dia merasa dia telah berzina secara pikiran dan ucapan. Ia sempat putus asa dan tidak berani menatap orang lain. Ia sempat merasa seolah-olah orang memandangnya hina, padahal tidak ada yang tahu tindakannya itu kecuali dirinya dan Tuhannya.
Merasa ternoda, akhirnya dia pun meminta saran bagaimana mengakhiri kecanduannya akan dunia virtual tersebut. Saya pun menyarankan untuk mencoba bertaubat dan menghindari berselancar di dunia maya untuk beberapa lama. Dan saya pun memberi masukan padanya untuk mengganti hobinya dengan yang lebih bermanfaat seperti membaca buku atau lebih menyempatkan diri berada di tengah-tengah orang banyak sehingga ia tidak merasa kesepian dan menyibukkan diri dengan internet. Akhirnya dia pun memutuskan untuk tidak lagi mengisi pulsa modemnya sehingga tidak tergoda untuk berselancar. Dan dia mampu memberhentikan aktivitasnya di yahoo messenger dan hanya berselancar untuk keperluan yang lebih penting.
Jadi, saya bisa katakan bahwa pacar virtual bisa lebih membahayakan dibandingkan pacar yang nyata! so, hati-hatilah dengan pacar virtual!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H