Lihat ke Halaman Asli

Nunung LindaWidayati

101180193 - SA.G

Asas Hukum Yurisprudensi

Diperbarui: 26 Mei 2021   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Pengertian Yurisprudensi

Yurisprudensi ada berdasarkan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan bahwa "pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara, mengadili perkara dan memutuskan perkara yang diajukan pencari keadilan dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa serta mengadilinya. Hakim diwajibkan untuk menemukan, mencari, mengikuti, serta memahami keadilan dan nilai-nilai hukum yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat".

Subekti berpendapat bahwa, yurisprudensi ialah "Putusan-putusan Hakim atau Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan kasasi, atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang sudah berkekuatan hukum tetap. Semua putusan hakim tingkat pertama atau tingkat banding tidak dapat dikategorikan sebagai yurisprudensi, kecuali putusan itu sudah melalui proses eksaminasi dan notasi Mahkamah Agung dengan rekomendasi sebagai putusan yang telah memenuhi standar hukum yurisprudensi.

Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa Yurisprudensi merupakan putusan-putusan hakim terdahulu yang digunakan untuk menghadapi kasus yang tidak diatur di dalam UU dan dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang baru untuk menyelesaikan kasus yang sama.

B. Fungsi Yurisprudensi

Yurisprudensi berlaku di lingkup pengadilan, dalam Pengadilan Agama yurisprudensi sering digunakan oleh hakim untuk memutuskan suatu perkara, baik pada perkara perceraian atau perkara-perkara perdata agama Islam yang terkait dengan perkara yang menjadi kewenangan Peradilan Agama, seperti yang telah ditentukan Undang-Undang baik pada pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, atau Mahkamah Agung untuk tingkat kasasi.

Untuk itu, Yurisprudensi memiliki fungsi sebagai berikut :

  • Menegakkan kepastian hukum
  • Mewujudkan keanekaragaman pandangan hukum yang sama.
  • Menjadikan landasan hukum
  • Menciptakan suatu standar hukum.

C. Asas-Asas Yurisprudensi

Asas dalam yurisprudensi yang paling penting ialah hukum (judge made law) yang mempunyai kekuatan mengikat terhadap para pihak (Pasal 1917 KUH Perdata) serta mengikat yang berlandaskan pada asas Res Judicata Proveri ate Habetur. Jika dibandingkan secara sepintas kekuatan yang mengikat pada yurisprudensi dalam sistem hukum eropa kontinental dan sistem hukum comman law, maka terdapat tidak terikatnya seorang hakim pada peradilan bawahan, terhadap yurisprudensi pada sistem hukum eropa kontinental seperti Indonesia.

Prof. Z. Asikin Kusuma atmadja, SH, berpendapat kekuatan yang mengikat yurisprudensi di Indonesia bersifat "Persuasive precedent".  Berbeda halnya dengan negara yang menganut Anglo Saxon, yang menganut adanya sistem "the binding force of precedent" atau asas "stare decisis" atau asas "stare decisis et quita non movere". Secara bertahap asas ini mengikat hakim pada yurisprudensi untuk perkara yang sama, dengan isi yurisprudensi yang bersifat esensial atau sangat diperlukan yang disebut ratio decidendi yakni alasan untuk menjadi pokok suatu putusan. Pada asasnya, lembaga precedent pada sistem hukum Comman law system menentukan ketentuan-ketentuan hukum itu harus dikembangkan dalam proses penerapannya. Yurisprudensi dalam hal ini merupakan hasil karya dari para hakim dan bukan dari para ahli hukum yang lain.

Di Indonesia, kita dapat mengenal 2 asas yaitu asas bebas bagi para peradilan barat dan asas precedent bagi peradilan adat. Berikut penjelasannya :

  • Asas Precedent yaitu asas yang dianut oleh negara anglo saxon seperti Inggris dan Amerika, Yakni hakim terikat pada suatu keputusan hakim yang tedahulu dari hakim yang sama derajatnya atau yang lebih tinggi. Jadi, hakim harus berpedoman pada putusan pengadilan terdahulu apabila ia dihadapkan pada suatu kasus yang sama. Hakim dalam hal ini akan berpikir secara induktif.
  • Menurut R. Soeroso, asas precedent berlaku berdasarkan 4 faktor, yaitu
  • Penerapan dari suatu peraturan yang sama pada kasus yang sama dan akan mendapat perlakuan yang sama bagi siapa saja yang datang dan menghadap pada pengadilan.
  • Penganut precedent yang konsisten dapat menyumbangkan pendapatnya dalam masalah-masalah di kemudian hari.
  • Penggunaan kriteria yang mantap untuk menempatkan masalah-masalah yang baru agar menghemat waktu dan tenaga.
  • Adanya kewajiban menghormati sebuah kebijaksanaan dan pengalaman dari pengadilan pada generasi sebelumnya.
  • Asas Bebas yaitu asas yang dianut oleh negara yang menganut sistem hukum Eropa Continental seperti Belanda, Jerman, Perancis, dan Italia. Asas bebas ini ialah hakim yang tidak terikat pada putusan hakim sebelumnya, yang sudah berstasus sama ataupun lebih tinggi tingkatannya. Dalam hal ini hakim akan berpikir secara deduktif.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline