Lihat ke Halaman Asli

Patricia Lestari

Seorang ibu

Idealisme vs Perut

Diperbarui: 22 Agustus 2018   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Deddy (bukan nama sebenarnya) adalah aktivis kampus yang terkenal sangat idealis, bahkan saking idealisnya segala sesuatu yang dirasanya kurang pas, baik mengenai peraturan atau kebijakan kampus, akan selalu dikritiknya bahkan tak segan ia akan menggerakkan para rekan mahasiswa untuk melakukan demonstrasi guna menentang peraturan atau kebijakan yang dirasanya menyimpang. 

Karenanya tak heran, dalam setiap kegiatan kampus baik lokal maupun nasional ia selalu dipilih menjadi ketua tim. Bahkan dalam peranannya sebagai Ketua Senat Mahasiswa di kampusnya, diakui oleh segenap civita akademika sebagai sosok yang berani, pantang menyerah, dan senang membela yang tertindas. 

Tak hanya sampai di sana. Sebagai pribadi yang cerdas, senang bergaul dan berwawasan luas, Deddy juga sering mengecam kebijakan pemerintah yang dirasa menindas rakyat miskin. Ia juga berpandangan bahwa korupsi akan membuat rakyat semakin sengsara, karenanya ia sangat membenci koruptor. 

Segala ide dan pemikirannya, membuat setiap orang yang mengenalnya setuju bahwa ia adalah calon figur pemimpin masa depan. Namun setahun setelah semua kegiatan itu yang diakhiri dengan semaraknya wisuda, Deddy lebih banyak termenung memikirkan keadaan dirinya yang belum juga mendapatkan pekerjaan. 

Entah berapa puluh surat lamaran yang sudah ia kirimkan, tetapi belum juga ada jawaban, sehingga  akhirnya ia dengan terpaksa menerima tawaran menjadi karyawan pabrik dengan penghasilan yang kurang sesuai dengan keinginannya. Tapi apa boleh buat? Tahun demi tahun berlalu. 

Deddy yang dulu hidup sendiri kini sudah memiliki keluarga dengan dua orang anak. Pekerjaannya sebagai karyawan pabrik tidak berubah, begitu pula penghasilan yang diterimanya masih kurang memadai meskipun ada beberapa kali kenaikan gaji. Maklum, biaya hidup  di Jakarta memang cukup tinggi. Kenaikan gaji seringkali diiringi juga dengan kenaikan harga di pasar. 

Yaah...inilah hidup, begitulah Deddy selalu mencoba menghibur dirinya. Tapi Deddy bukanlah Deddy namanya, kalau ia melepaskan begitu saja kesenangan berorganisasi. Sehingga ketika datang tawaran untuk menjadi tim sukses sebuah partai politik, kesempatan itu tak disia-siakannya. Kiprahnya sebagai tim sukses sebuah partai politik, ditambah pengalamannya berorganisasi dulu, ternyata membawa  perubahan besar dalam kehidupannya. 

Kepiawaian dan sepak terjangnya telah memberikan kontribusi yang besar terhadap partai, sehingga tak heran bila jalannya ke depan semakin mulus, bahkan namanya mulai dikenal secara luas. Keadaan tersebut perlahan membawa Deddy pada kehidupan ekonomi yang semakin membaik  dan terus membaik. Hingga akhirnya, tanpa disadari, Deddy mulai meninggalkan idealismenya yang dulu dan lebih banyak berkompromi dengan keadaan. 

Jujur saja, Deddy tak ingin mengulang kehidupannya yang serba sulit dengan keadaan ekonomi yang serba pas-pasan. Karenanya, ia rela meninggalkan semua mimpinya jaman dulu yang baginya kini hanyalah sebuah impian kosong. 

Bagaimanapun menurutnya, kebutuhan untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak dan keluarganya adalah yang terpenting, entah bagaimanapun jalannya. Dan kini jalan itu terbuka dihadapannya. Jadi salahkah bila ia berubah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline