Lihat ke Halaman Asli

Nuning Listi

ibu rumah tangga

Perlunya Kampus Siaga

Diperbarui: 15 September 2023   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

republika 

Sekitar lima tahun lalu, khususnya di provinsi Riau, universitas negeri Riau dikejutkan oleh penangkapan tiga orang tersangka teroris yang diduga berada di perguruan tinggi tersebut, khususnya di gelanggang mahasiswa. Dan benar saja, di tempat itu polisi dalam hal ini densus 88 menemukan bom rakitan dan beberapa senjata lain yang siap diledakkan di Gedung DPR MPR Jakarta.

Semua kaget. Baik pejabat kampus maupun mahasiswa yang menempuh studi di universitas itu. Betapa tidak, ternyata tiga orang tersangka teroris itu adalah alumnus universitas itu. Mereka membuat dan menaruh peralatan, mungkin karena mereka mengira wilayah kampus adalah wilayah yang paling aman, sampai mereka tertangkap berikut barang bukti.

Hal ini menunjukkan bahwa banyak celah di dunia perguruan tinggi yang bisa dimasuki oleh para radikalis. Entah itu alasan  kegiatan ekstra kulikuler, berdiskusi dan lain sebagainya. Seperti kita tahu bahwa dunia akademis amat menghargai kebebasan berfikir tanpa melihat latar belakang apapun. Semuanya bebas berfikir.

Tapi hendaknya kitalah yang harus tahu koridor -koridor yang perlu ditaati.  Bahwa di manapun, radikalisme apalagi terorisme adalah faham yang ditentang oleh semua negara. Karena bukan saja merugikan banyak orang tapi juga menimbulkan rasa traumatic kepada korban dan pihak terdampak seperti lingukungan maupun keluarga. Perlu bertahun-tahun untuk bisa pulih karena peristiwa terorisme sering mengubah hidup sebuah keluarga di mana salah seorang anggota keluarga adalah korban.

Potret yang paling nyata soal dunia yang berubah akibat terorisme dan radikalisme adalah  adalah peristiwa bom Bali 1, dimana beberapa korban dan keluarga merupakan penduduk asli Bali dan tidak tahu menahu soal "pertentangan ajaran" yang dipersoalkan oleh para pelaku bom. Fisik mereka cacat, dan kehidupan keluarga mereka berubah drastis. Dari seorang istri yang Bahagia dengan dua orang anak, maka pada saat itu juga dunia mengubahnya menjadi seorang single parent yang menghidupi dua anaknya dengan menjahit.

Karena itu ada baiknya kita mulai membangun perguruan tinggi siaga untuk membentenginya dari faham-faham yang tidak seharusnya ada dan tumbuh di kampus. Bahwa seseorang atau kelompok bisa saja punya keterikatan dengan almamaternya, adalah keniscayaan. Namun seharusnya pengaruh positif dan baik lah yang harus ditumbuhkan di lingkungan pendidikan dan bukan sebaliknya.

Semoga ke depannya kita bisa membentuk kampus siaga yang peka terhadap radikalisme dan terorisme, sehingga setiap perguruaan tinggi bisa focus kegiatan belajar mengajar dan bukan hal lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline