Lihat ke Halaman Asli

Nuning Listi

ibu rumah tangga

Pergerakan, Pembatasan dan Adaptasi di Masa Pandemi

Diperbarui: 11 Juli 2021   08:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adaptasi di Masa Pandemi - katadata.co.id

1,5 tahun yang lalu, perekonomian Indonesia memang sangat menggembirakan. Masyarakatnya juga bisa melakukan aktifitas apapun. Aktifitas perekonomian bisa berjalan 24 jam. Kita bisa bepergian kemana saja dan kapan saja. Kita juga bisa bebas melakukan aktifitas apapun. Kita bisa menggelar acara di tempat umum, beribadah sewaktu-waktu juga bisa. Dan masih banyak lagi pergerakan yang terjadi di berbagai sektor. Namun, itu dulu. Sekarang, dimasa pandemi ini sulit bisa dilakukan.

Beberapa pekan terakhir, mungkin adalah puncak dari segala kegelisahan, ketakutan, atau hal yang memprihatinkan di masa pandemi 1,5 tahun terakhir. Ya, setidaknya sudah 1,5 tahunan Indonesia masuk dalam masa pandemi covid-19. Berbagai cara telah dilakukan untuk menekan angka penyebaran. Berbagai insentif telah diberikan untuk menakan dampaknya di sektor perekonomian. Pemerintah juga telah mengupayakan vaksin, agar kekebalan kelompok segera terjadi.

Namun, ada juga sebagian orang yang menganggap pandemi ini rekayasa. Ada yang menganggap pandemi ini merupakan tantara Allah untuk membersihkan ketidakadilan. Ada juga yang menganggap pandemi ini senjata biologis negara ini itu. Kebaikan dan keburukan mendadak muncul di masa susah. Sementara diantara kita masih ada yang sibuk mempersoalkan hal tersebut, tanpa memikirkan bagaimana caranya agar bisa lepas dari pandemi.

Mari introspeksi. Pandemi ini harus dihadapi dengan adaptasi. Semuanya sedang dalam kondisi susah. Semuanya sedang dalam kondisi terbatas. Dalam kondisi normal, semuanya menghendaki adanya pergerakan. Sementara dalam kondisi pandemi semunya harus ada pembatasan. Dalam pembatasan itulah diperlukan adaptasi agar semuanya tetap berjalan, meski tidak seperti yang dilakukan dalam kondisi normal.

Dalam kondisi normal, kita bisa beribadah di masjid atau tempat ibadah. Dalam kondisi ppkm darurat seperti sekarang ini misalnya, pemerintah menganjurkan untuk beribadah dari rumah. Hal ini merupakan bagian dari adaptasi, agar aktifitas peribadahan tetap terjadi. Kenapa harus dari rumah? Agar potensi terpapar atau menularkan virus ketika beribadah bisa diminimalisir. 

Seperti kita tahu, semua orang dari mana saja bisa beribadah di tempat ibadah. Jika protokol kesehatannya tidak ketat, tidak menutup kemungkinan orang yang dari mana-mana itu bisa membawa virus atau menjadi orang tanpa gejala (OTG). Jadi harus dipahami secara utuh, jangan dipahami secara parsial terkait pembatasan dan adaptasi ini.

Banyak hal yang bisa kita jadikan pembelajaran selama pandemi ini. Pemerintah melarang mudik, tapi sebagian masyarakat masih bersikeras mudik. Masyarakat menginginkan orang asing dilarang masuk, dengan berbagai pertimbangan dan protokol kesehatan yang ketat pemerintah tetap memperbolehkan. Kini, angka kasus positif harian di Indonesia sudah pernah mencapi diatas 38 ribu orang. 

Bayangkan, jika angka ini terus meningkat sementara ambang batas pemerintah ada di angka 40-50 ribu orang. Mari kita bersama-sama saling mengendalikan, agar angka positif ini terus meningkat.

Salah satu cara untuk bisa mengendalikan adalah dengan cara mulai membatasi pergerakan, dan memindahkan akfitas apapun dari rumah. Ini merupakan adaptasi yang bisa dilakukan selama kondisi masih darurat seperti sekarang ini. Hentikan segala caci maki di dunia maya. Mari kita berkonsentrasi untuk menjaga imun dan meningkatkan kekebalan komunial. Yang belum vaksin segera vaksin. Dan lagi-lagi, semuanya itu merupakan bagian dari adaptasi yang harus kita lakukan di masa pandemi. Salam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline